Kendaraan Listrik Bakal Dapat Insentif, Pengamat Energi: Jangan Lupakan BBG
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemberian insentif untuk pembelian kendaraan ramah lingkungan diharapkan membawa manfaat (benefit) yang besar bagi negara. Selain insentif kendaraan listrik , kendaraan dengan Bahan Bakar Gas (BBG) juga disarankan untuk mendapat dukungan serupa, karena memiliki tujuan yang sama dan mendorong optimalisasi target bauran energi nasional .
Pengamat Energi, Iwa Garniwa mengatakan, penggunaan energi terbarukan telah menjadi tuntutan global, termasuk di Indonesia. Maka wajar jika diperlukan insentif untuk merealisasikannya.
Meski begitu, Indonesia perlu untuk memiliki program sendiri yang lebih tepat sasaran dan terukur. Menyesuaikan dengan potensi yang ada di dalam negeri serta mempertimbangkan kemampuan dan daya beli masyarakat.
”Tujuannya adalah ketahanan energi nasional yang didukung dengan kemandirian dan kedaulatan,” katanya.
Iwa yang merupakan profesor serta Guru Besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia (UI) ini menjelaskan, menuju penggunaan kendaraan full listrik butuh tahapan. Terlebih ada sekitar 24 juta kendaraan roda empat serta sekitar 120 juta sepeda motor berbahan bakar minyak (BBM) yang perlu diperhatikan.
”Ketika kita langsung ke kendaraan listrik, itu semua mau diapakan? Jadi perlu transisi,” terangnya.
Pada saat yang sama, lanjut Iwa, Indonesia memiliki berbagai sumber energi ramah lingkungan yang bisa dioptimalkan pada fase transisi dimaksud. Terutama BBG yang programnya sudah sempat dijalankan namun belum masif. Seperti program pemasangan konverter kit gratis. Selain pada kendaraan umum dan dinas, program sejenis juga telah dilakukan kepada ribuan nelayan di berbagai daerah.
”Saya berpikir ada program yang bagus. Dari BBM ke BBG. Saya beberapa kali naik taksi di Korea Selatan saja ternyata pakai gas. Jadi penting untuk tidak semata-mata fokus ke satu program saja,” ungkap Iwa.
Pengamat Energi, Iwa Garniwa mengatakan, penggunaan energi terbarukan telah menjadi tuntutan global, termasuk di Indonesia. Maka wajar jika diperlukan insentif untuk merealisasikannya.
Meski begitu, Indonesia perlu untuk memiliki program sendiri yang lebih tepat sasaran dan terukur. Menyesuaikan dengan potensi yang ada di dalam negeri serta mempertimbangkan kemampuan dan daya beli masyarakat.
”Tujuannya adalah ketahanan energi nasional yang didukung dengan kemandirian dan kedaulatan,” katanya.
Iwa yang merupakan profesor serta Guru Besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia (UI) ini menjelaskan, menuju penggunaan kendaraan full listrik butuh tahapan. Terlebih ada sekitar 24 juta kendaraan roda empat serta sekitar 120 juta sepeda motor berbahan bakar minyak (BBM) yang perlu diperhatikan.
”Ketika kita langsung ke kendaraan listrik, itu semua mau diapakan? Jadi perlu transisi,” terangnya.
Pada saat yang sama, lanjut Iwa, Indonesia memiliki berbagai sumber energi ramah lingkungan yang bisa dioptimalkan pada fase transisi dimaksud. Terutama BBG yang programnya sudah sempat dijalankan namun belum masif. Seperti program pemasangan konverter kit gratis. Selain pada kendaraan umum dan dinas, program sejenis juga telah dilakukan kepada ribuan nelayan di berbagai daerah.
”Saya berpikir ada program yang bagus. Dari BBM ke BBG. Saya beberapa kali naik taksi di Korea Selatan saja ternyata pakai gas. Jadi penting untuk tidak semata-mata fokus ke satu program saja,” ungkap Iwa.