Petani di Nganjuk Kembangkan Pertanian Smart Greenhouse
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa tahun ini telah menjalankan modernisasi pertanian. Kementan menerapkan program pertanian digital dengan teknologi Screen house atau Smart Green House (SGH). Program ini sebagai bagian dari upaya mendorong digitalisasi pertanian dengan tujuan akhir untuk meningkatkan produksi tani.
Pertanian dengan SGH ini menerapkan teknologi digital untuk pengembangan pertanian. Berkat teknologi ini, petani dilindungi dari ancaman gagal panen akibat cuaca yang berubah-ubah. Selain itu, penggunaan pupuk dan air akan semakin terukur.
“Pembangunan pertanian tidak harus merusak alam, tapi dengan pengembangan sains dan teknologi, serta pemanfaatan green house yang dapat menyesuaikan dengan kondisi alam,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/12/2022).
(Baca juga:Petani Bali Diajak Kembangkan Smart Farming)
Pengembangan SGH pada gilirannya akan menghadirkan pertanian smart farming. Nantinya, petani tidak perlu lagi ke lahan pertanian untuk mengontrol tanaman. Kendali perkembangan tanaman pertanian dilakukan melalui smartphone berbasis Android dan laptop yang terhubung internet.
Di dalam struktur rangkaian sistem SGH juga dipasang sejumlah sensor untuk memantau suhu, penggunaan air, dan kebutuhan cahaya. Semuanya diatur melalui sensor yang terhubung ke smartphone maupun laptop.
SGH menjadi salah satu jawaban atas kebutuhan akan pertanian modern yang dicirikan dengan penerapan teknologi dan inovasi. Pertanian modern ini berupa pengembangan dan penciptaan inovasi antisipatif yang berpandangan masa depan.
(Baca juga:Wujudkan Petani Modern, Kementan Gelar Pelatihan Agribisnis Smart Farming)
SGH telah menjangkau sejumlah wilayah di Indonesia. Salah satunya yang tengah dalam penggarapan yaitu di Desa Bareng, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
“SGH bertujuan mengelola budidaya panen dan pascapanen agar terkelola dengan baik, dan hasilnya bisa dinikmati oleh semua orang di lingkungan SGH,” ujar Nur Iksan, selaku Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Bareng, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
SGH ini bisa disebut juga sebagai program pertanian berkelanjutan dalam pengelolaan tanaman organik. “SGH berisi tanaman hortikultura sayur yang bisa langsung dipanen dan dijual,” katanya.
Kehadiran SGH selain memudahkan kerja para petani, hasil penjualannya pun memuaskan. Terjadi peningkatan pendapatan petani sejak kehadiran SGH.“Sebelum ada SGH, mulai dari budidaya, panen, pascapanen, keuntungan di bawah 70%. Setelah ada SGH, keuntungan naik menjadi 80%,” ucapnya.
Adapun tanaman yang dikembangkan di Desa Bareng yaitu jagung, ketela, cengkeh, dan durian. Setelah dibangun SGH, petani berencana menambah budidaya tanaman lainnya, seperti sawi, kol, cabai, melon, dan semangka.
“SGH ini menggunakan sistem yang dikontrol melalui Android. Kita bisa pantaupemupukan dan pengaturan suhu. Buka tutup atap menggunakan sistem penggerak yang dikendalikan melalui smartphone Android. Bisa dikontrol dari mana saja, bahkan di rumah. Kami rencananya akan menanam sawi, kol, cabai, melon, semangka,” kata Sekretaris Desa Bareng, Andik Agus Salim.
Selain memudahkan kontrol terhadap tanaman, SGH juga membantu mengurangi penggunaan obat-obatan kimia untuk membasmi hama, sehingga tentunya hasil tanam lebih sehat saat dikonsumsi.
“Perbedaan tanaman yang ditanam di luar yaitu untuk pengendalian hama, penyakit, (menjadi) lebih besar. Untuk mengendalikannya menggunakan obat-obatan kimia. Kalau tanaman yang ditanam di dalam SGH tidak memerlukan obat-obatan kimia karena hewan di luar tidak bisa masuk ke dalam. Kita menyebutnya tanaman sayur organik, tidak menggunakan obat kimia,” ucap Andik.
Lantaran dikelola dengan lebih baik dan minim bahan kimia, hasil pertanian organik memiliki harga jual lebih tinggi.“Hasil penjualan berbeda. Kalau kita membeli sayur organik di supermarket, harganya beda. Kalau jual di pasar misalnya Rp2.000, kalau di supermarket bisa Rp5.000, Rp10.000,” katanya.
Pemanfaatan teknologi pertanian SGH bergantung pada sinyal dan jaringan seluler. Di Desa Bareng sendiri, jaringan internet relatif lancar tanpa ada gangguan sinyal. “SGH dioperasikan menggunakan smartphone android. Kita tidak ada kendala jaringan karena di sini pun tersedia wifi” kata Tutur Dian Romadon, Sekretaris Kelompok Tani Argo Sandang, Desa Bareng.
Tutur berharap kehadiran SGH mampu membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani. “Manfaat SGH itu dengan lahan seadanya, produksi tanaman lebih besar sehingga menambah pendapatan warga. Kami berharap meningkatkan kesejahteraan petani dan lingkungan khususnya anggota kelompok yang bergabung dan bertani di SGH” kataTutur.
Pertanian dengan SGH ini menerapkan teknologi digital untuk pengembangan pertanian. Berkat teknologi ini, petani dilindungi dari ancaman gagal panen akibat cuaca yang berubah-ubah. Selain itu, penggunaan pupuk dan air akan semakin terukur.
“Pembangunan pertanian tidak harus merusak alam, tapi dengan pengembangan sains dan teknologi, serta pemanfaatan green house yang dapat menyesuaikan dengan kondisi alam,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/12/2022).
(Baca juga:Petani Bali Diajak Kembangkan Smart Farming)
Pengembangan SGH pada gilirannya akan menghadirkan pertanian smart farming. Nantinya, petani tidak perlu lagi ke lahan pertanian untuk mengontrol tanaman. Kendali perkembangan tanaman pertanian dilakukan melalui smartphone berbasis Android dan laptop yang terhubung internet.
Di dalam struktur rangkaian sistem SGH juga dipasang sejumlah sensor untuk memantau suhu, penggunaan air, dan kebutuhan cahaya. Semuanya diatur melalui sensor yang terhubung ke smartphone maupun laptop.
SGH menjadi salah satu jawaban atas kebutuhan akan pertanian modern yang dicirikan dengan penerapan teknologi dan inovasi. Pertanian modern ini berupa pengembangan dan penciptaan inovasi antisipatif yang berpandangan masa depan.
(Baca juga:Wujudkan Petani Modern, Kementan Gelar Pelatihan Agribisnis Smart Farming)
SGH telah menjangkau sejumlah wilayah di Indonesia. Salah satunya yang tengah dalam penggarapan yaitu di Desa Bareng, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
“SGH bertujuan mengelola budidaya panen dan pascapanen agar terkelola dengan baik, dan hasilnya bisa dinikmati oleh semua orang di lingkungan SGH,” ujar Nur Iksan, selaku Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Bareng, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
SGH ini bisa disebut juga sebagai program pertanian berkelanjutan dalam pengelolaan tanaman organik. “SGH berisi tanaman hortikultura sayur yang bisa langsung dipanen dan dijual,” katanya.
Kehadiran SGH selain memudahkan kerja para petani, hasil penjualannya pun memuaskan. Terjadi peningkatan pendapatan petani sejak kehadiran SGH.“Sebelum ada SGH, mulai dari budidaya, panen, pascapanen, keuntungan di bawah 70%. Setelah ada SGH, keuntungan naik menjadi 80%,” ucapnya.
Adapun tanaman yang dikembangkan di Desa Bareng yaitu jagung, ketela, cengkeh, dan durian. Setelah dibangun SGH, petani berencana menambah budidaya tanaman lainnya, seperti sawi, kol, cabai, melon, dan semangka.
“SGH ini menggunakan sistem yang dikontrol melalui Android. Kita bisa pantaupemupukan dan pengaturan suhu. Buka tutup atap menggunakan sistem penggerak yang dikendalikan melalui smartphone Android. Bisa dikontrol dari mana saja, bahkan di rumah. Kami rencananya akan menanam sawi, kol, cabai, melon, semangka,” kata Sekretaris Desa Bareng, Andik Agus Salim.
Selain memudahkan kontrol terhadap tanaman, SGH juga membantu mengurangi penggunaan obat-obatan kimia untuk membasmi hama, sehingga tentunya hasil tanam lebih sehat saat dikonsumsi.
“Perbedaan tanaman yang ditanam di luar yaitu untuk pengendalian hama, penyakit, (menjadi) lebih besar. Untuk mengendalikannya menggunakan obat-obatan kimia. Kalau tanaman yang ditanam di dalam SGH tidak memerlukan obat-obatan kimia karena hewan di luar tidak bisa masuk ke dalam. Kita menyebutnya tanaman sayur organik, tidak menggunakan obat kimia,” ucap Andik.
Lantaran dikelola dengan lebih baik dan minim bahan kimia, hasil pertanian organik memiliki harga jual lebih tinggi.“Hasil penjualan berbeda. Kalau kita membeli sayur organik di supermarket, harganya beda. Kalau jual di pasar misalnya Rp2.000, kalau di supermarket bisa Rp5.000, Rp10.000,” katanya.
Pemanfaatan teknologi pertanian SGH bergantung pada sinyal dan jaringan seluler. Di Desa Bareng sendiri, jaringan internet relatif lancar tanpa ada gangguan sinyal. “SGH dioperasikan menggunakan smartphone android. Kita tidak ada kendala jaringan karena di sini pun tersedia wifi” kata Tutur Dian Romadon, Sekretaris Kelompok Tani Argo Sandang, Desa Bareng.
Tutur berharap kehadiran SGH mampu membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani. “Manfaat SGH itu dengan lahan seadanya, produksi tanaman lebih besar sehingga menambah pendapatan warga. Kami berharap meningkatkan kesejahteraan petani dan lingkungan khususnya anggota kelompok yang bergabung dan bertani di SGH” kataTutur.
(dar)