Wall Street Babak Belur Menutup Tahun 2022, Penurunan Tahunan Terbesar Sejak Krisis 2008
loading...
A
A
A
NEW YORK - Wall Street ditutup melemah pada Jumat (30/12) waktu setempat, menandai tekanan pada hari terakhir perdagangan tahun 2022. Persentase penurunan tahunan ketiganya menjadi yang terbesar sejak krisis keuangan 2008 .
Bursa saham Amerika Serikat (AS) menutup 2022 lebih rendah untuk membatasi kerugian tajam selama setahun yang didorong oleh kenaikan suku bunga yang agresif untuk mengekang inflasi, kekhawatiran resesi, perang Rusia-Ukraina dan meningkatnya kekhawatiran atas kasus Covid-19 di China.
Dow Jones Industrial Average (DJI) turun 0,22% menjadi 33.147,25 dan S&P 500 (SPX) kehilangan 0,25% di level 3.839,50. Sedangkan Nasdaq Composite (IXIC) merosot 0,11%, menjadi 10.466,48.
Kekhawatiran pasar terhadap laju suku bunga yang akhirnya melahirkan kebutuhan likuiditas di akhir tahun. Sentimen utama inflasi, tensi geopolitik, hingga ancaman risiko resesi global masih membayangi pasar, yang pada akhirnya mengusir 'Santa Claus Rally'.
Secara historis, benchmark S&P 500 (SPX) telah turun 19,4% tahun ini, atau setara USD 8 triliun. Nasdaq (IXIC) -sebagai indeks perusahaan teknologi- turun 33,1%, sedangkan Dow Jones Industrial Average (DJI) keok 8,9%, dilansir Reuters, Sabtu (31/12/2022).
"Alasan makro utama ... berasal dari kombinasi peristiwa: gangguan rantai pasokan yang sedang berlangsung yang dimulai pada tahun 2020, lonjakan inflasi, hingga keterlambatan The Fed memulai program pengetatan suku bunga dalam upaya untuk menahan inflasi," kata Analis CFRA Research, Sam Stovall.
Pada momen libur natal dan tahun baru ini, para pelaku pasar Wall Street tengah fokus dalam memantau ketahanan ekonomi AS dan prospek kinerja perusahaan pada awal 2023 di tengah risiko resesi.
Indikator Fedwatch menunjukkan ada peluang sebesar 65% terhadap kenaikan suku bunga acuan AS alias fed rate 25 basis poin pada pertemuan The Fed atau Bank Sentral AS bulan Februari mendatang. Adapun proyeksi puncak suku bungaa diprediksi terjadi pada pertengahan 2023 sebesar 4,97%.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) menutup 2022 lebih rendah untuk membatasi kerugian tajam selama setahun yang didorong oleh kenaikan suku bunga yang agresif untuk mengekang inflasi, kekhawatiran resesi, perang Rusia-Ukraina dan meningkatnya kekhawatiran atas kasus Covid-19 di China.
Dow Jones Industrial Average (DJI) turun 0,22% menjadi 33.147,25 dan S&P 500 (SPX) kehilangan 0,25% di level 3.839,50. Sedangkan Nasdaq Composite (IXIC) merosot 0,11%, menjadi 10.466,48.
Kekhawatiran pasar terhadap laju suku bunga yang akhirnya melahirkan kebutuhan likuiditas di akhir tahun. Sentimen utama inflasi, tensi geopolitik, hingga ancaman risiko resesi global masih membayangi pasar, yang pada akhirnya mengusir 'Santa Claus Rally'.
Secara historis, benchmark S&P 500 (SPX) telah turun 19,4% tahun ini, atau setara USD 8 triliun. Nasdaq (IXIC) -sebagai indeks perusahaan teknologi- turun 33,1%, sedangkan Dow Jones Industrial Average (DJI) keok 8,9%, dilansir Reuters, Sabtu (31/12/2022).
"Alasan makro utama ... berasal dari kombinasi peristiwa: gangguan rantai pasokan yang sedang berlangsung yang dimulai pada tahun 2020, lonjakan inflasi, hingga keterlambatan The Fed memulai program pengetatan suku bunga dalam upaya untuk menahan inflasi," kata Analis CFRA Research, Sam Stovall.
Pada momen libur natal dan tahun baru ini, para pelaku pasar Wall Street tengah fokus dalam memantau ketahanan ekonomi AS dan prospek kinerja perusahaan pada awal 2023 di tengah risiko resesi.
Indikator Fedwatch menunjukkan ada peluang sebesar 65% terhadap kenaikan suku bunga acuan AS alias fed rate 25 basis poin pada pertemuan The Fed atau Bank Sentral AS bulan Februari mendatang. Adapun proyeksi puncak suku bungaa diprediksi terjadi pada pertengahan 2023 sebesar 4,97%.
(akr)