Kaleidoskop 2022: Perang jadi Biang Masalah, Indonesia Malah Ketiban Berkah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2022 akan dikenang sebagai tahun yang berat dalam sejarah perekonomian global maupun domestik. Di sisi lain, Indonesia menikmati berkah dari melonjaknya harga komoditas ke level tertinggi.
Perang Rusia-Ukraina , lonjakan inflasi, kenaikan harga komoditas pangan, kenaikan suku bunga acuan di tingkat global, pelemahan rupiah, hingga perlambatan ekonomi China merupakan sederet alasan mengapa tahun 2022 akan dikenang sebagai tahun yang berat.
Padahal, semula dunia dan Indonesia memasuki tahun 2022 dengan penuh optimisme. Ekonomi global yang mulai pulih, melandainya kasus Covid-19 yang mendorong peningkatan mobilitas masyarakat, membuat banyak lembaga hingga pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk tahun ini.
Pada APBN 2022, target ekonomi Indonesia ditetapkan sebesar 5,2%. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi ekonomi Tanah Air tumbuh 5,6% sementara Bank Dunia sebesar 5,2%.
Namun, ‘bencana’ besar dan berkepanjangan datang tanpa diduga. Ketegangan Rusia-Ukraina berujung pada invasi Negara Beruang Merah ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Perang kemudian mengubah optimisme menjadi kekhawatiran. Perang juga melambungkan harga komoditas ke level tertinggi dalam beberapa dekade terakhir.
Harga batu bara mencatatkan rekor tertingginya sebanyak dua kali pada tahun ini yakni pada 2 Maret saat harga menyentuh level USD446 per ton dan 5 September di posisi USD463,75 per ton.
Harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) juga menembus rekor baru pada 29 April ke posisi 7.104 ringgit per ton. Harga nikel menembus USD27.000 per ton pada 4 Maret dan melewati level tertinggi di Februari 2011.
Sementara itu, harga emas pada 8 Maret sempat melesat ke USD2.069,89 per troy ons, mendekati rekor tertinggi di level USD2.072,49 yang dicapai pada 7 Agustus 2020.
Pada 7 Maret, minyak mentah jenis Brent meroket hingga nyaris menembus USD 140 per barel, tepatnya USD139,13 per barel. Ini merupakan level tertinggi dalam 13 tahun terakhir, tepatnya sejak 15 Juli 2008.
Perang Rusia-Ukraina , lonjakan inflasi, kenaikan harga komoditas pangan, kenaikan suku bunga acuan di tingkat global, pelemahan rupiah, hingga perlambatan ekonomi China merupakan sederet alasan mengapa tahun 2022 akan dikenang sebagai tahun yang berat.
Padahal, semula dunia dan Indonesia memasuki tahun 2022 dengan penuh optimisme. Ekonomi global yang mulai pulih, melandainya kasus Covid-19 yang mendorong peningkatan mobilitas masyarakat, membuat banyak lembaga hingga pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk tahun ini.
Pada APBN 2022, target ekonomi Indonesia ditetapkan sebesar 5,2%. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi ekonomi Tanah Air tumbuh 5,6% sementara Bank Dunia sebesar 5,2%.
Namun, ‘bencana’ besar dan berkepanjangan datang tanpa diduga. Ketegangan Rusia-Ukraina berujung pada invasi Negara Beruang Merah ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Perang kemudian mengubah optimisme menjadi kekhawatiran. Perang juga melambungkan harga komoditas ke level tertinggi dalam beberapa dekade terakhir.
Harga batu bara mencatatkan rekor tertingginya sebanyak dua kali pada tahun ini yakni pada 2 Maret saat harga menyentuh level USD446 per ton dan 5 September di posisi USD463,75 per ton.
Harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) juga menembus rekor baru pada 29 April ke posisi 7.104 ringgit per ton. Harga nikel menembus USD27.000 per ton pada 4 Maret dan melewati level tertinggi di Februari 2011.
Sementara itu, harga emas pada 8 Maret sempat melesat ke USD2.069,89 per troy ons, mendekati rekor tertinggi di level USD2.072,49 yang dicapai pada 7 Agustus 2020.
Pada 7 Maret, minyak mentah jenis Brent meroket hingga nyaris menembus USD 140 per barel, tepatnya USD139,13 per barel. Ini merupakan level tertinggi dalam 13 tahun terakhir, tepatnya sejak 15 Juli 2008.