Berharap Peran Lebih LPS Memulihkan Ekonomi Nasional
loading...
A
A
A
“Kewenangan LPS menempatkan dana di bank untuk tujuan antisipasi. Langkah yang tidak biasa ini merupakan tindak lanjut dari Perppu Nomor 1/2020. Selain itu, juga sebagai antisipasi penanganan gangguan stabilitas sistem keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan bank,” kata Halim.
Lebih lanjut dia menjelaskan, penambahan kewenangan LPS itu memiliki konsekuensi atas kebutuhan dana oleh LPS. Meski demikian, LPS tidak akan gegabah untuk begitu saja menempatkan dananya pada sebuah bank yang terdampak pandemi. LPS tetap akan menjalin koordinasi dengan lembaga terkait satu di antaranya Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
“LPS akan menyusun beberapa ketentuan pelaksanaannya. Antara lain mengenai pemeriksaan bersama OJK terhadap bank, kriteria bank yang layak menerima penempatan dana dari LPS, serta mekanisme dan tata cara penempatan dana LPS pada bank,” jelasnya.
Senada, OJK juga menyatakan telah siap berbagi peran penanganan bank bermasalah bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan PP Nomor 33/2020.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengaku pihaknya telah siap dalam pelaksanaan PP Nomor 33/2020 yang belum lama diresmikan. Menurutnya, semua mekanisme telah disiapkan dalam surat keputusan bersama atau SKB antara OJK dan LPS.
“Sudah paralel dengan pembahasan saat penyusunan PP tersebut. OJK dan LPS sudah membahas proses di antara dua lembaga yang dituangkan dalam SKB,” jelas Anto. (Baca juga: 65% Daerah Sudah Cairkan Anggaran Pilkada 100%)
Meski diyakini aturan PP Nomor 33/2020 menjadi jalan tengah dalam melindungi perbankan nasional, menurut pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah, regulasi tersebut tidak tepat. Pasalnya, PP tersebut merujuk ke Perppu Pasal 20 mengenai peran LPS ketika bank mengalami kesulitan solvabilitas.
Sementara isi PP Nomor 33/2020 berisikan tentang LPS yang menempatkan dananya di perbankan untuk membantu likuiditas bank. “Ini menurut saya tidak tepat. Urusan likuiditas bank bukanlah tugas pemerintah dan juga bukan tugas LPS,” ujar Piter.
Lembaga otoritas disebutnya sudah ada tugasnya masing-masing. Peran mengatur, mengawasi, hingga menyelamatkan bank adalah ranah OJK. Namun, dalam kondisi OJK sudah menyerah dan bank dinyatakan gagal lalu harus dilikuidasi baru diserahkan ke LPS. “Tapi, urusan likuiditas ada di BI,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menyebutkan, kebijakan penempatan dana oleh pemerintah dan LPS adalah kurang tepat kalau ditujukan untuk menjaga likuiditas bank. “Bila tujuannya mendorong penyaluran kredit, akan lebih tidak tepat lagi karena ini artinya pemerintah mendorong bank mengambil risiko di tengah-tengah kondisi pandemi,” pungkasnya. (Lihat videonya: Penjaga Masjid Lakukan Aksi Heroik Selamatkan Kotak Amal)
Lebih lanjut dia menjelaskan, penambahan kewenangan LPS itu memiliki konsekuensi atas kebutuhan dana oleh LPS. Meski demikian, LPS tidak akan gegabah untuk begitu saja menempatkan dananya pada sebuah bank yang terdampak pandemi. LPS tetap akan menjalin koordinasi dengan lembaga terkait satu di antaranya Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
“LPS akan menyusun beberapa ketentuan pelaksanaannya. Antara lain mengenai pemeriksaan bersama OJK terhadap bank, kriteria bank yang layak menerima penempatan dana dari LPS, serta mekanisme dan tata cara penempatan dana LPS pada bank,” jelasnya.
Senada, OJK juga menyatakan telah siap berbagi peran penanganan bank bermasalah bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan PP Nomor 33/2020.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengaku pihaknya telah siap dalam pelaksanaan PP Nomor 33/2020 yang belum lama diresmikan. Menurutnya, semua mekanisme telah disiapkan dalam surat keputusan bersama atau SKB antara OJK dan LPS.
“Sudah paralel dengan pembahasan saat penyusunan PP tersebut. OJK dan LPS sudah membahas proses di antara dua lembaga yang dituangkan dalam SKB,” jelas Anto. (Baca juga: 65% Daerah Sudah Cairkan Anggaran Pilkada 100%)
Meski diyakini aturan PP Nomor 33/2020 menjadi jalan tengah dalam melindungi perbankan nasional, menurut pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah, regulasi tersebut tidak tepat. Pasalnya, PP tersebut merujuk ke Perppu Pasal 20 mengenai peran LPS ketika bank mengalami kesulitan solvabilitas.
Sementara isi PP Nomor 33/2020 berisikan tentang LPS yang menempatkan dananya di perbankan untuk membantu likuiditas bank. “Ini menurut saya tidak tepat. Urusan likuiditas bank bukanlah tugas pemerintah dan juga bukan tugas LPS,” ujar Piter.
Lembaga otoritas disebutnya sudah ada tugasnya masing-masing. Peran mengatur, mengawasi, hingga menyelamatkan bank adalah ranah OJK. Namun, dalam kondisi OJK sudah menyerah dan bank dinyatakan gagal lalu harus dilikuidasi baru diserahkan ke LPS. “Tapi, urusan likuiditas ada di BI,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menyebutkan, kebijakan penempatan dana oleh pemerintah dan LPS adalah kurang tepat kalau ditujukan untuk menjaga likuiditas bank. “Bila tujuannya mendorong penyaluran kredit, akan lebih tidak tepat lagi karena ini artinya pemerintah mendorong bank mengambil risiko di tengah-tengah kondisi pandemi,” pungkasnya. (Lihat videonya: Penjaga Masjid Lakukan Aksi Heroik Selamatkan Kotak Amal)