Berharap Peran Lebih LPS Memulihkan Ekonomi Nasional

Senin, 13 Juli 2020 - 09:27 WIB
loading...
Berharap Peran Lebih LPS Memulihkan Ekonomi Nasional
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ketiban pulung. Pemerintah mendaulat lembaga yang menjamin dana nasabah perbankan itu untuk ikut andil dalam memulihkan perekonomian nasional. Tanggung jawabnya terbilang cukup besar, menyehatkan bank yang sakit.

Putusan pemerintah yang dikeluarkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33/2020 tentang Pelaksanaan Kewenangan LPS dikabarkan akibat penolakan bank-bank milik negara untuk dijadikan bank jangkar atau penyangga likuiditas bank saat krisis. Saat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) ingin menetapkan aturan bank jangkar, ramai terjadi penolakan. Kalangan wakil rakyat pun ikut berkomentar.

Misbakhun, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, mempertanyakan bagaimana bank milik pemerintah mengurusi keperluan likuiditas dan restrukturisasi kredit nasabah bank lain. Sementara pada saat yang sama bank anggota Himbara harus mengurus restrukturisasi kredit atas nasabahnya sendiri.

Dengan keluarnya aturan baru kewenangan LPS ini tentu tidak hanya melegakan bank-bank milik negara, tetapi juga para nasabah perbankan pada umumnya. Aturan ini membuat kepastian jika ada bank yang kekurangan likuiditas, maka LPS akan siap membantu dan menyehatkannya kembali. (Baca: Punya Kewenangan Lebih, LPS Tak Sembarang Bisa Suntik Bank)

Tak perlu ragu dengan kapabilitas LPS dalam memberikan bantuan terhadap perbankan saat krisis melanda. Kemampuan LPS telah teruji pada krisis 2008 yang mengharuskan mereka menyelamatkan Bank Century sehingga Indonesia bisa terbebas dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Meski begitu, belakangan ada unsur politik yang membuat permasalahan Bank Century terus berlarut.

Seperti diketahui, akhir pekan lalu pemerintah mengumumkan telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33/2020. PP ini merupakan tindak lanjut dari Perppu Nomor 1/2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan dalam menangani pandemi Covid-19. Peraturan diundangkan pada 7 Juli 2020.

Poin utama aturan tersebut adalah LPS bisa melakukan penyelamatan bank sakit atau masih dalam pengawasan intensif dari OJK. Hal itu tercantum dalam Pasal 3 ayat (1). Berikutnya LPS dapat berkoordinasi dengan OJK untuk melakukan pertukaran data atau informasi bank, pemeriksaan bersama terhadap bank dan kegiatan lainnya.

Sedangkan sebelumnya dalam UU Nomor 24/2004 dinyatakan LPS hanya boleh menyelamatkan atau menutup bank ketika sudah dinyatakan menjadi bank gagal. Setelah bank ditutup, barulah LPS membayar klaim nasabah. Sedangkan bila bank diselamatkan, LPS baru akan menyuntikkan modal.

Perubahan kewenangan berikutnya LPS dapat menempatkan dana selama pemulihan ekonomi sebagai dampak Covid-19. LPS bisa menyuntikkan dana pada bank yang kesulitan likuiditas dengan batas tertentu dan kriteria tertentu. Aturan tersebut juga mengatur bila kesulitan likuiditas, LPS bisa menerbitkan surat utang, mencari pinjaman, dan berutang ke pemerintah.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, regulasi ini hanya menegaskan kembali perluasan kewenangan LPS untuk mengantisipasi dampak pandemi pada perbankan. Perluasan wewenang terkait dengan penempatan dana di sebuah bank. (Baca juga: Perlakuan Khusus ke TKA China Bisa Jadi Bumerang)

“Kewenangan LPS menempatkan dana di bank untuk tujuan antisipasi. Langkah yang tidak biasa ini merupakan tindak lanjut dari Perppu Nomor 1/2020. Selain itu, juga sebagai antisipasi penanganan gangguan stabilitas sistem keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan bank,” kata Halim.

Lebih lanjut dia menjelaskan, penambahan kewenangan LPS itu memiliki konsekuensi atas kebutuhan dana oleh LPS. Meski demikian, LPS tidak akan gegabah untuk begitu saja menempatkan dananya pada sebuah bank yang terdampak pandemi. LPS tetap akan menjalin koordinasi dengan lembaga terkait satu di antaranya Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.

“LPS akan menyusun beberapa ketentuan pelaksanaannya. Antara lain mengenai pemeriksaan bersama OJK terhadap bank, kriteria bank yang layak menerima penempatan dana dari LPS, serta mekanisme dan tata cara penempatan dana LPS pada bank,” jelasnya.

Senada, OJK juga menyatakan telah siap berbagi peran penanganan bank bermasalah bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan PP Nomor 33/2020.

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengaku pihaknya telah siap dalam pelaksanaan PP Nomor 33/2020 yang belum lama diresmikan. Menurutnya, semua mekanisme telah disiapkan dalam surat keputusan bersama atau SKB antara OJK dan LPS.

“Sudah paralel dengan pembahasan saat penyusunan PP tersebut. OJK dan LPS sudah membahas proses di antara dua lembaga yang dituangkan dalam SKB,” jelas Anto. (Baca juga: 65% Daerah Sudah Cairkan Anggaran Pilkada 100%)

Meski diyakini aturan PP Nomor 33/2020 menjadi jalan tengah dalam melindungi perbankan nasional, menurut pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah, regulasi tersebut tidak tepat. Pasalnya, PP tersebut merujuk ke Perppu Pasal 20 mengenai peran LPS ketika bank mengalami kesulitan solvabilitas.

Sementara isi PP Nomor 33/2020 berisikan tentang LPS yang menempatkan dananya di perbankan untuk membantu likuiditas bank. “Ini menurut saya tidak tepat. Urusan likuiditas bank bukanlah tugas pemerintah dan juga bukan tugas LPS,” ujar Piter.

Lembaga otoritas disebutnya sudah ada tugasnya masing-masing. Peran mengatur, mengawasi, hingga menyelamatkan bank adalah ranah OJK. Namun, dalam kondisi OJK sudah menyerah dan bank dinyatakan gagal lalu harus dilikuidasi baru diserahkan ke LPS. “Tapi, urusan likuiditas ada di BI,” tegasnya.

Lebih lanjut dia menyebutkan, kebijakan penempatan dana oleh pemerintah dan LPS adalah kurang tepat kalau ditujukan untuk menjaga likuiditas bank. “Bila tujuannya mendorong penyaluran kredit, akan lebih tidak tepat lagi karena ini artinya pemerintah mendorong bank mengambil risiko di tengah-tengah kondisi pandemi,” pungkasnya. (Lihat videonya: Penjaga Masjid Lakukan Aksi Heroik Selamatkan Kotak Amal)

Mungkin jika kondisi normal, pernyataan Piter ada benarnya. Namun, dalam kondisi krisis saat ini bila pemerintah tidak turun tangan dengan segera, bisa jadi krisis di Indonesia akan berlangsung lebih lama lagi. Bahkan jika ada bank gagal berdampak sistemik tidak diantisipasi sedari awal, bisa dipastikan akan mengganggu stabilitas ekonomi nasional dan berimbas pada krisis perbankan yang makin parah.

Jadi, mari kita dukung perluasan kewenangan LPS yang baru ini. Jika berhasil, tentu yang merasakan manfaatnya kita semua, bangsa Indonesia. (Hafid Fuad/Rakhmat Baihaqi)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5115 seconds (0.1#10.140)