Pakar: Pemerasan Energi Putin di Eropa Menandai Akhir dari Pasar Minyak Global

Selasa, 10 Januari 2023 - 08:57 WIB
loading...
Pakar: Pemerasan Energi...
Sejak perang Rusia Ukraina pecah pada Februari 2022, alat favorit Vladimir Putin untuk mengikis dukungan bagi Ukraina adalah energi. Foto/Dok
A A A
MOSKOW - Sejak perang Rusia Ukraina pecah pada Februari 2022, alat favorit Vladimir Putin untuk mengikis dukungan bagi Ukraina adalah energi. Perusahaan energi Rusia terus menekan aliran gas alam ke Eropa, yang merupakan pelanggan energi terbesar Moskow.

Aliran gas Rusia yang terbatas ke Eropa kemudian mendongkrak harga dan membuat negara-negara berebut demi mengisi pasokan sebelum musim dingin tiba.



Pakar energi dan wakil ketua S&P Global, Daniel Yergin mengatakan, sejak jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1990-an, negara-negara termasuk Rusia dan China melangkah masuk ke ekonomi global. Energi telah menjadi komoditas global dan minyak merupakan yang paling penting.

Pemasok utama seperti Rusia dapat mengandalkan negara-negara dari mana saja di dunia untuk membeli minyak mereka. Menyediakan sumber pendapatan yang stabil hingga menopang ekonomi negara itu selama bertahun-tahun.

"Tetapi perang Ukraina dan meningkatnya penolakan Barat terhadap impor energi Rusia dapat menandai akhir dari masa kejayaan pasar minyak internasional, digantikan oleh versi baru dengan perubahan signifikan. Dimana lebih terpecah dan regional saat perbatasan ditentukan oleh politik," ucap Yergin dalam tulisannya di Wall Street Journal.



"Larangan Eropa terhadap minyak Rusia, dikombinasikan dengan batas harga minyak Rusia yang didukung AS, menandai akhir dari pasar minyak global. Sebagai gantinya adalah pasar yang dipartisi saat batasannya dibentuk tidak hanya ekonomi dan logistik, tetapi juga strategi geopolitik," tulisnya.

Yergin berpendapat, bahwa Rusia dapat membalas kebijakan energi terbaru Uni Eropa (UE) dengan mengurangi produksi minyak dan menaikkan harga, menambah masalah bagi negara-negara yang mendukung Ukraina.

Tetapi sifat pasar minyak yang terfragmentasi dan tidak dapat diprediksi saat ini berarti strategi tersebut dapat menjadi bumerang bagi Putin.

"Moskow akan melakukan serangan balik, berharap dapat menyebabkan gangguan, kepanikan, dan putusnya dukungan untuk Ukraina. Tetapi Rusia akan lebih sulit melakukannya, mengingat kondisi pasar saat ini," tulis Yergin.

Buku Pedoman Putin

Menghadapi solidnya persatuan Eropa dan AS, Rusia telah berusaha untuk memanfaatkan statusnya sebagai pemasok energi global untuk mengurangi dukungan bagi Ukraina. Tetapi sekutu Barat sejauh ini berhasil memegang teguh sikapnya.

Mulai Desembar lalu, Uni Eropa sebagai pelanggan energi historis terbesar Rusia, mulai menghentikan impor minyak Rusia secara bertahap. Sementara negara-negara G7 menyetujui pembatasan harga minyak untuk impor Rusia.

Bagi Putin, meningkatnya kemandirian Barat dari energi Rusia dan pasar minyak global yang lebih terfragmentasi secara keseluruhan dapat menjadi pukulan berat terhadap pendapatan energi yang telah diandalkan Rusia. Semua itu bisa jadi akibat perbuatannya sendiri.

Batasan harga minyak menurut Yergin sebagai langkah cerdik, dengan menetapkan pada level USD 60 per barel. Kebijakan teresebut dirancang untuk menjaga minyak Rusia tetap berada di pasar, sambil membatasi pendapatan yang bisa didapatkan Moskow dari ekspor minyak mentah dan produk minyak termasuk bensin dan solar.

Dalam enam bulan pertama sejak Perang berkecambuk, Rusia telah meraup pendapatan USD 108,6 miliar dari penjualan energi. Menanggapi pembatasan harga minyak Rusia, Putin menyebutnya sebagai keputusan bodoh.

Kremlin mengancam akan memangkas produksi minyak Rusia sebesar 5% hingga 7% di awal 2023, dimana efeknya bisa menaikkan harga global dan semakin membuat Barat bergelut dengan krisis energi. Awal akhir Desember, Rusia menegaskan tidak akan menjual minyak mereka ke negara-negara yang menyetujui batas harga.

Saat negara-negara Barat tidak lagi menjadi pelanggan yang dapat diandalkan, Rusia tampaknya telah condong ke gagasan pasar minyak yang lebih regional.

Dalam sebuah wawancara dengan saluran berita Saudi Asharq, menteri keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan, negara itu secara aktif "mencari pelanggan minyak baru" setelah berlakunya pembatasan harga minyak Barat. Lalu perusahaan minyak Rusia "mengalihkan pasokan mereka dari Barat ke Timur, Selatan, dan negara-negara lain."

Tetapi beralih ke pasar minyak yang lebih kecil bisa menjadi pukulan bagi pendapatan Rusia, jika memutuskan untuk memotong output. Sesuatu yang telah diperingatkan oleh para analis, dalam upaya Putin untuk menaikkan harga minyak dan menekan Barat.

"Kremlin dapat memangkas ekspor untuk mencoba menaikkan harga minyak global," tulis para peneliti dari Bruegel, kelompok pengamat yang berbasis di Brussels, dalam sebuah laporan baru-baru ini.

"Bahkan jika pemotongan ekspor merugikan Rusia, Kremlin dapat memutuskan untuk melakukannya sebagai sinyal kesiapannya memberikan tekanan kepada ekonomi,".

Bumerang

Tetapi jika Rusia memutuskan untuk memotong produksi atau ekspor minyak, hal itu bisa lebih merugikan Putin daripada keuntungan yang bisa didapatkan. Yergin menilai, dengan lonjakan harga bisa membuat pembeli minyak Rusia saat ini termasuk China dan India menjauh.

"Pemotongan produksi minyak yang tajam dan kenaikan harga yang menyertainya akan dirasakan tidak hanya oleh negara-negara Eropa, tetapi juga oleh mereka yang penting bagi Rusia, yaitu India dan China. Mereka bersama-sama menerima sekitar 70% dari total ekspor minyak mentah seaborne negara itu pada bulan Desember," tulisnya seperti dikutip dari Fortune.

Pada saat yang sama, Barat mungkin tidak merasakan sengatan harga minyak yang tinggi sebanyak yang diharapkan Putin. Sambung Yergin mengutarakan, ancaman resesi global pada tahun 2023 mengancam untuk mendorong permintaan minyak terus turun.

Yergin memperkirakan, harga minyak bergejolak pada 2023 dalam sebuah wawancara dengan CNBC sebelum tahun baru. Tetapi Ia menambahkan, bahwa resesi kian nyata dan dapat menurunkan harga.

Pada bulan Oktober, Bank Dunia juga memperingatkan resesi dapat berdampak buruk pada permintaan, memperingatkan bahwa "prospek resesi global dapat menyebabkan konsumsi minyak yang jauh lebih lemah."

"Pemotongan produksi bisa saja berakhir untuk menambah garis panjang kesalahan perhitungan Kremlin," tulis Yergin.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1075 seconds (0.1#10.140)