Ekonomi China Terpuruk di 2022, Terparah Kedua dalam Setengah Abad
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonomi China melambat tahun lalu paling parah kedua dalam setengah abad. Perlambatan ekonomi disebabkan kebijakan pembatasan ketat menghadapi virus corona sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan bisnis negara itu.
Melansir BBC, angka resmi menunjukkan produk domestik bruto (PDB) negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu naik 3% pada 2022. Masih jauh di bawah target pemerintah sebesar 5,5% tetapi lebih baik dari perkiraan sebagian besar ekonom.
Bulan lalu, Beijing tiba-tiba mencabut kebijakan nol-Covid yang ketat. Kebijakan tersebut berdampak besar pada aktivitas ekonomi China tahun lalu, tetapi pelonggaran aturan yang tiba-tiba mendorong lonjakan kasus Covid-19 yang juga mengancam akan menyeret pertumbuhan di awal tahun ini.
Saat pandemi awal di 2020 ekonomi China hanya mampu tumbuh 2,2%. Pertumbuhan ekonomi China sepanjang tahun itu terlemah sejak 1976, ketika pendiri Ketua Republik Rakyat China Mao Zedong meninggal dunia.
"Data datang lebih kuat dari ekspektasi kami. Namun demikian, sebagai pukulan telak bagi ekonomi China dari kebijakan nol-Covid dan kekalahan properti pada tahun 2022," ujar Wakil Ekonom China dari bank BNP Paribas Jacqueline Rong.
Para ekonom pun telah menyuarakan kekhawatiran atas ekonomi China dan memperingatkan bahwa data tersebut dapat menjadi acuan menghadapi kinerja ekonomi tahun ini.
Data ekonomi China lainnya seperti retail sales dan factory output untuk bulan Desember yang dirilis bersamaan dengan data gross domestic product (GDP) juga mengalahkan ekspektasi namun masih lemah dibandingkan dengan level pra-pandemi.
"Itu bukan kabar buruk bagi perekonomian. Sepertinya, konsumsi rumah tangga bertahan dengan baik meskipun ada lonjakan infeksi menjelang akhir tahun lalu," kata analis dari perusahaan investasi Vanguard Qian Wang.
"Kita menuju tahun 2023 dengan momentum yang lebih kuat. Ini akan memberikan banyak keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi," imbuhnya.
Ekonom telah memperingatkan keadaan ekonomi global dalam beberapa bulan terakhir merujuk sejumlah masalah yang berdampak pada pertumbuhan.
Pekan lalu, Bank Dunia (World Bank) mengatakan bahwa ekonomi global hampir jatuh ke dalam resesi. Ramalan terbaru disebabkan sejumlah faktor yang berasal dari invasi Rusia ke Ukraina dan dampak pandemi.
Amerika Serikat (AS), zona euro dan China merupakan tiga bagian paling berpengaruh di dunia untuk pertumbuhan ekonomi. Seluruhnya mengalami periode kelemahan nyata.
Perlambatan turut memperburuk masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin. PDB adalah ukuranatau upaya untuk mengukur seluruh aktivitas pemerintah, perusahaan, dan individu di suatu negara. Hal itu membantu bisnis untuk menilai kapan harus memperluas dan mempekerjakan lebih banyak orang, dan bagi pemerintah untuk menentukan berapa banyak pajak dan pengeluaran.
Biro Statistik Nasional China melaporkan harga rumah baru turun selama lima bulan berturut-turut di bulan Desember. Harga di bulan terakhir tahun 2022 turun 0,2% dari bulan sebelumnya karena wabah Covid-19 di seluruh negeri mengurangi permintaan.
Pekan lalu, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mendesak Beijing untuk terus membuka kembali ekonominya.
"Yang paling penting adalah agar China tetap berada di jalurnya, tidak mundur dari pembukaan kembali itu," kata Georgieva. "Jika mereka tetap pada jalurnya, pada pertengahan tahun atau sekitar itu, China akan menjadi kontributor positif untuk rata-rata pertumbuhan global," tambahnya.
Lihat SINDOgrafis: Pertama Kali di China, Xi Jinping Jabat Tiga Periode
Ekonom Utama pada S&P Global Market Intelligence Yating Xu mengatakan telah melihat tanda-tanda pemulihan bertahap dalam aktivitas konsumen China sejak dibuka kembali.
"Sikap pro-pertumbuhan pemerintah yang meningkat, dan pemulihan ekonomi memasuki 2023 mengurangi kemungkinan pembalikan kebijakan pandemi," jelas dia.
"Namun, pembukaan kembali secara penuh perbatasan China daratan kemungkinan akan ditunda sampai pembatasan internasional terhadap perjalanan yang berasal dari China dicabut," kata Yating Xu.
Melansir BBC, angka resmi menunjukkan produk domestik bruto (PDB) negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu naik 3% pada 2022. Masih jauh di bawah target pemerintah sebesar 5,5% tetapi lebih baik dari perkiraan sebagian besar ekonom.
Bulan lalu, Beijing tiba-tiba mencabut kebijakan nol-Covid yang ketat. Kebijakan tersebut berdampak besar pada aktivitas ekonomi China tahun lalu, tetapi pelonggaran aturan yang tiba-tiba mendorong lonjakan kasus Covid-19 yang juga mengancam akan menyeret pertumbuhan di awal tahun ini.
Saat pandemi awal di 2020 ekonomi China hanya mampu tumbuh 2,2%. Pertumbuhan ekonomi China sepanjang tahun itu terlemah sejak 1976, ketika pendiri Ketua Republik Rakyat China Mao Zedong meninggal dunia.
"Data datang lebih kuat dari ekspektasi kami. Namun demikian, sebagai pukulan telak bagi ekonomi China dari kebijakan nol-Covid dan kekalahan properti pada tahun 2022," ujar Wakil Ekonom China dari bank BNP Paribas Jacqueline Rong.
Para ekonom pun telah menyuarakan kekhawatiran atas ekonomi China dan memperingatkan bahwa data tersebut dapat menjadi acuan menghadapi kinerja ekonomi tahun ini.
Data ekonomi China lainnya seperti retail sales dan factory output untuk bulan Desember yang dirilis bersamaan dengan data gross domestic product (GDP) juga mengalahkan ekspektasi namun masih lemah dibandingkan dengan level pra-pandemi.
"Itu bukan kabar buruk bagi perekonomian. Sepertinya, konsumsi rumah tangga bertahan dengan baik meskipun ada lonjakan infeksi menjelang akhir tahun lalu," kata analis dari perusahaan investasi Vanguard Qian Wang.
"Kita menuju tahun 2023 dengan momentum yang lebih kuat. Ini akan memberikan banyak keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi," imbuhnya.
Ekonom telah memperingatkan keadaan ekonomi global dalam beberapa bulan terakhir merujuk sejumlah masalah yang berdampak pada pertumbuhan.
Pekan lalu, Bank Dunia (World Bank) mengatakan bahwa ekonomi global hampir jatuh ke dalam resesi. Ramalan terbaru disebabkan sejumlah faktor yang berasal dari invasi Rusia ke Ukraina dan dampak pandemi.
Amerika Serikat (AS), zona euro dan China merupakan tiga bagian paling berpengaruh di dunia untuk pertumbuhan ekonomi. Seluruhnya mengalami periode kelemahan nyata.
Perlambatan turut memperburuk masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin. PDB adalah ukuranatau upaya untuk mengukur seluruh aktivitas pemerintah, perusahaan, dan individu di suatu negara. Hal itu membantu bisnis untuk menilai kapan harus memperluas dan mempekerjakan lebih banyak orang, dan bagi pemerintah untuk menentukan berapa banyak pajak dan pengeluaran.
Biro Statistik Nasional China melaporkan harga rumah baru turun selama lima bulan berturut-turut di bulan Desember. Harga di bulan terakhir tahun 2022 turun 0,2% dari bulan sebelumnya karena wabah Covid-19 di seluruh negeri mengurangi permintaan.
Pekan lalu, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mendesak Beijing untuk terus membuka kembali ekonominya.
"Yang paling penting adalah agar China tetap berada di jalurnya, tidak mundur dari pembukaan kembali itu," kata Georgieva. "Jika mereka tetap pada jalurnya, pada pertengahan tahun atau sekitar itu, China akan menjadi kontributor positif untuk rata-rata pertumbuhan global," tambahnya.
Lihat SINDOgrafis: Pertama Kali di China, Xi Jinping Jabat Tiga Periode
Ekonom Utama pada S&P Global Market Intelligence Yating Xu mengatakan telah melihat tanda-tanda pemulihan bertahap dalam aktivitas konsumen China sejak dibuka kembali.
"Sikap pro-pertumbuhan pemerintah yang meningkat, dan pemulihan ekonomi memasuki 2023 mengurangi kemungkinan pembalikan kebijakan pandemi," jelas dia.
"Namun, pembukaan kembali secara penuh perbatasan China daratan kemungkinan akan ditunda sampai pembatasan internasional terhadap perjalanan yang berasal dari China dicabut," kata Yating Xu.
(nng)