IMF Minta Ekonomi Indonesia Lebih Terbuka

Rabu, 02 September 2015 - 04:02 WIB
IMF Minta Ekonomi Indonesia Lebih Terbuka
IMF Minta Ekonomi Indonesia Lebih Terbuka
A A A
JAKARTA - Lembaga International Monetary Fund (IMF) meminta Indonesia lebih terbuka di tengah kelesuan ekonomi global. Ini berarti pemerintah harus mengedepankan kebijakan inklusif agar bisa mencapai pertumbuhan tinggi di sektor perdagangan dan investasi.

Managing Director IMF Christine Lagarde memberikan masukan untuk mencapai pertumbuhan dapat dicapai dengan mendorong hilirisasi industri tanpa kebijakan protektif. Indonesia diyakininya bisa melewati perlambatan ekonomi global. Setidaknya ada tiga hal yang perlu diwaspadai Indonesia.

Di antaranya perlambatan China, kondisi keuangan global yang ketat, dan prospek kenaikan suku bunga AS. "Kami di IMF yakin bahwa Indonesia lebih siap dari sebelumnya untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Pemerintah harus memiliki kebijakan tepat di saat yang tepat agar ekonomi Indonesia bisa kembali melaju pesat di tengah tekanan gejolak ekonomi global," ujar Lagarde dalam kuliah umum "Poised for Take-off-Unleashing Indonesia's Economic Potential" di kampus UI Salemba, Jakarta, Selasa (2/9/2015).

Dia mengatakan turbulensi ekonomi global belakangan ini membutuhkan daya tahan ekonomi yang lebih hebat, termasuk Indonesia. Kondisi ini membutuhkan pembaruan momentum ekonomi negeri ini agar Garuda memiliki kekuatan, salah satu karakter kunci Garuda.

Ekonomi Indonesia, menurutnya, bisa menjadi lebih dari sekadar eksportir komoditas dan pasar yang besar. "Ada potensi 1,5 miliar konsumen yang akan masuk ke dalam golongan ekonomi menengah dalam beberapa tahun ke depan harus dimanfaatkan dengan optimal," ujarnya.

Potensi tersebut bisa dimanfaatkan melalui pengembangan kemampuan ekonomi dalam bidang manufaktur, pertanian, dan jasa. Lagarde kemudian memberikan tiga saran yang berfokus pada infrastruktur, investasi, dan perdagangan.

Pertama ialah memangkas biaya transportasi dan mendongkrak produksi listrik penting untuk menciptakan lapangan kerja pada sektor manufaktur dan jasa. Kedua, Indonesia disarankan merampingkan regulasi yang kompleks dan melakukan harmonisasi regulasi lokal dan nasional yang bertolak belakang. Ketiga, RI diminta memikirkan strategi perdagangan yang integratif.

Strategi perdagangan yang sukses, lanjut Lagarde, bergantung pada komitmen menghapus hambatan berkompetisi dan menahan diri dari kebijakan yang inward looking. “Dengan kebijakan yang lebih kuat, dengan infrastruktur yang lebih baik, dan dengan cara pikir yang terbuka (outward oriented mindset), kita akan memiliki pertumbuhan dan kesejahteraan,” tuturnya.

Indonesia dipercaya bisa jadi negara besar namun pertama-tama, Indonesia harus mampu menggenjot infrastruktur. Sektor infrastruktur sangat penting di Indonesia yang punya lebih dari 17.000 pulau. Namun saat ini masih ada kesenjangan infrastruktur di antara pulau-pulau Indonesia, terutama sektor logistik dan kelistrikan.

"Infrastruktur yang modern dan efisien sangat vital untuk menghubungkan masyarakat dan pelaku ekonomi baik dalam negeri dan dunia luar," katanya. (Baca:
Ini Wejangan Bos IMF untuk Generasi Muda Indonesia)

Sebagai contoh, biaya logistik mewakili 24% pertumbuhan ekonomi Indonesia, bandingkan dengan Malaysia yang hanya 13%. Karena tingginya biaya transportasi, maka beberapa harga komoditas di luar Jawa bisa lebih mahal hingga 20 kali lipat. Belum lagi dengan tingkat elektrifikasi yang baru mencapai 80% dari total kebutuhan listrik. Hal ini harus segera dibenahi.

"Sudah jelas, dalam mengurangi biaya logistik dan kelistrikan itu maka bisa merangsang lebih banyak lapangan kerja di sektor manufaktur dan jasa. Kemungkinan untuk mendapat klien internasional juga semakin terbuka lebar," jelasnya.

Sementara Marie Elka Pangestu yang juga hadir dalam acara itu mengatakan, ke depan Indonesia membutuhkan perubahan struktural. Karena fluktuasi pasar uang masih akan terus terjadi akibat kebijakan The Fed dan perekonomian China.

"Ini masalah struktural dalam tiga tahun ke depan, maka kita harus ikut mereformasi. Kalau kita bisa maka baru mampu merevisi pertumbuhan dan investasi," ujar Marie.

Menurutnya, pemerintah perlu memperhatikan sektor riil uang juga penting. Sektor tersebut membutuhkan stimulus yang tidak memerlukan anggaran. Seperti deregulasi dan relaksasi aturan untuk stimulus pergerakan ekonomi.

Baca juga:

Sambangi Indonesia, Bos IMF Jadi Dosen Sehari di UI

Bos IMF Beberkan Persoalan Ekonomi Global yang Dihadapi RI

Bos IMF Tidak Bisa Intervensi Indonesia
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3802 seconds (0.1#10.140)