Rupiah Ambruk, 60.000 Pekerja Tekstil Terkena PHK

Selasa, 25 Agustus 2015 - 14:52 WIB
Rupiah Ambruk, 60.000 Pekerja Tekstil Terkena PHK
Rupiah Ambruk, 60.000 Pekerja Tekstil Terkena PHK
A A A
JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang mencapai Rp14.000/USD, berdampak pada industri tekstil di dalam negeri. Sebanyak 60.000 pekerja tekstil terpaksa diberhentikan alias terkena PHK.

Kalangan pengusaha tekstil yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengaku sangat mengkhawatirkan dengan kondisi ini. Pelemahan rupiah akan semakin menekan laju produksi hingga 35%, terutama perusahaan tekstil yang berorientasi di pasar domestik.

Ketua API, Ade Sudrajat mengatakan, rata-rata perusahaan tekstil yang berorientasi marketnya di pasar domestik, sudah banyak yang berhenti produksi. Sehingga, 60.000-an pegawai tekstil telah diberhentikan. "Semuanya yang berorientasi domestik rata-rata sudah menghentikan produksi sehingga ini mengurangi banyak tenaga kerja di Indonesia,” ucapnya, Selasa (25/8/2015).

Ade menyebutkan, selain memberhentikan pekerja , jam operasional kerja para pegawai yang semula 40 jam per minggu kini dipangkas menjadi 25 jam per minggu.

“Kini, pelemahan rupiah telah merambat ke sektor hulu pertekstilan yang berproduksi dalam pembuatan kain dan benang,” bebernya.

Berdasarkan data neraca impor year on year (yoy) pada Januari-Juli 2015 dibanding 2014, penurunan impor terbesar ada di sektor bahan baku (-20%). Di mana industri tekstil hulu sangat mengandalkan impor bahan baku untuk produksi.

Sebelumnya, CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) mengingatkan kondisi ekonomi Indonesia saat ini dalam bahaya. Hal ini seiring dengan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi, gejolak pelemahan rupiah dan penurunan bursa saham.

HT menuturkan pada era 1980 sampai 1990-an, sektor industri khususnya manufaktur sebagai penopang ekonomi nasional. Banyak pabrik didirikan melalui fasilitas PMDN, PMA dan lainnya yang sekaligus menciptakan lapangan kerja.

"Tahun 2000-an sampai 2012, kita mendapat windfall commodity boom. Harga komoditas meroket tajam; kelapa sawit, batu bara, karet, timah, biji besi dan lain-lain, sehingga 65% ekspor nonmigas didominasi oleh komoditas," terangnya.

"Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sebenarnya tertolong dengan commodity boom ini. Pada waktu harga komoditas mulai turun tahun 2013, imbasnya ke pertumbuhan ekonomi yang mulai melambat. Itulah kenapa tahun 2014 kita hanya tumbuh sekitar 5%," papar Ketua Umum Partai Perindo ini.

Saat ini, lanjut HT, penopang ekonomi Indonesia tidak ada lagi, minyak impor, industri nasional kalah bersaing dengan negara-negara regional dan harga komoditas juga sedang rendah. Kondisi jika tidak segera diantisipasi dan dicarikan solusi akan berbahaya.

Baca juga:

HT: Kebijakan Penghambat Investasi Harus Direvisi

Rupiah Makin Kritis, Ini Komentar Chatib Basri

Jangan Remehkan Kondisi Ekonomi
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4503 seconds (0.1#10.140)