Ini Fokus Paket Kebijakan Ekonomi Kementerian ESDM
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah merilis paket kebijakan ekonomi jilid II atau yang disebut paket September I. Salah satu fokusnya, sektor energi dan sumber daya mineral guna meningkatkan investasi dan membangkitkan gairah perekonomian di Tanah Air.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, terdapat tujuh peraturan presiden, satu rancangan peraturan pemerintah, dan satu peraturan menteri yang akan ditelorkan dalam sektor ESDM. Seluruh peraturan tersebut diperkirakan akan rampung pada Oktober 2015.
"Ke depan diharapkan seluruhnya selesai Oktober. Ini semua dimaksudkan untuk menggairahkan ekonomi dan sektor riil serta industri hilir," katanya di Kantor Ditjen Kelistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (10/9/2015).
Dia menjelaskan, peraturan pertama adalah peraturan Menteri Perdagangan terkait kebijakan letter of credit (L/C) dalam kegiatan ekspor. Dalam peraturan ini nantinya ekspor migas mendapat pengecualian untuk tidak mencantumkan L/C dalam kegiatan ekspornya.
"Dengan cara pakai L/C setiap kali ekspor kita mengajukan izin. Dirasa repot oleh eksportir, dan Permendag telah ditandatangani. Dengan begitu ekspor migas bisa dilakukan dengan lebih lancar," imbuh dia.
Peraturan kedua terkait pembangunan kilang bahan bakar minyak (BBM). Saat ini Peraturan Presiden terkait hal tersebut sedang disiapkan. Ketiga, peraturan presiden terkait tata kelola gas bumi.
Keempat, peraturan presiden terkait kebijakan harga gas bumi. Dalam peraturan ini, pemerintah mengurangi bagiannya untuk mendapatkan harga gas industri yang lebih kompetitif. Harga baru ini akan mulai berlaku 1 Januari 2016.
"Di samping konsolidasi rantai nilai hulu hilir, tapi pemerintah juga akan mengurangi bagian pemerintah sehingga harga hilirnya lebih kompetitif. Berlakunya untuk kontrak baru dan akan mulai berlaku 1 Januari 2016. Arah pemerintah gas industri bisa diturunkan, lebih kompetitif. Sesuai aspirasi dunia usaha," terang dia.
Kelima, regulasi mengenai penyediaan pendistribusian dan penetapan harga elpiji untuk kapal perikanan nelayan kecil. Dengan Perpres ini akan menjadi dasar nelayan untuk memperoleh bahan bakar dengan harga yang lebih murah.
Keenam, konversi BBM ke BBG untuk sektor transportasi. Regulasi ini memungkinkan Kementerian ESDM membuat konverter gas sendiri, yang selama ini hanya bisa dibuat Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Ketujuh, Peraturan Pemerintah tentang kegiatan usaha pertambangan. Dengan regulasi ini, para pemegang kontrak maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) bisa melakukan perpanjangan kontraknya paling cepat 10 tahun sebelum kontraknya selesai.
Hal ini lantaran dalam peraturan sebelumnya, perpanjangan kontrak yang baru bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak habis tidak masuk akal.
"Ini tidak masuk akal, orang mau investasi besar tapi dipepet waktunya. Untuk minerba paling cepat 10 tahun paling lama dua tahun. Kalau mineral lainnya paling cepat lima. Ini bagian untuk mempercepat investasi," jelas Sudirman.
Mantan Bos Pindad ini menambahkan, regulasi ke delapan terkait proyek listrik 35.000 megawatt (MW), kesembilan terkait bahan bakar nabati (BBN). "Kesepuluh terkait krisis energi dan daulat energi yang diamanatkan oleh kebijakan energi nasional (KEN)," pungkasnya
(Baca: Ini Tiga Paket Kebijakan Ekonomi September I Jokowi)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, terdapat tujuh peraturan presiden, satu rancangan peraturan pemerintah, dan satu peraturan menteri yang akan ditelorkan dalam sektor ESDM. Seluruh peraturan tersebut diperkirakan akan rampung pada Oktober 2015.
"Ke depan diharapkan seluruhnya selesai Oktober. Ini semua dimaksudkan untuk menggairahkan ekonomi dan sektor riil serta industri hilir," katanya di Kantor Ditjen Kelistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (10/9/2015).
Dia menjelaskan, peraturan pertama adalah peraturan Menteri Perdagangan terkait kebijakan letter of credit (L/C) dalam kegiatan ekspor. Dalam peraturan ini nantinya ekspor migas mendapat pengecualian untuk tidak mencantumkan L/C dalam kegiatan ekspornya.
"Dengan cara pakai L/C setiap kali ekspor kita mengajukan izin. Dirasa repot oleh eksportir, dan Permendag telah ditandatangani. Dengan begitu ekspor migas bisa dilakukan dengan lebih lancar," imbuh dia.
Peraturan kedua terkait pembangunan kilang bahan bakar minyak (BBM). Saat ini Peraturan Presiden terkait hal tersebut sedang disiapkan. Ketiga, peraturan presiden terkait tata kelola gas bumi.
Keempat, peraturan presiden terkait kebijakan harga gas bumi. Dalam peraturan ini, pemerintah mengurangi bagiannya untuk mendapatkan harga gas industri yang lebih kompetitif. Harga baru ini akan mulai berlaku 1 Januari 2016.
"Di samping konsolidasi rantai nilai hulu hilir, tapi pemerintah juga akan mengurangi bagian pemerintah sehingga harga hilirnya lebih kompetitif. Berlakunya untuk kontrak baru dan akan mulai berlaku 1 Januari 2016. Arah pemerintah gas industri bisa diturunkan, lebih kompetitif. Sesuai aspirasi dunia usaha," terang dia.
Kelima, regulasi mengenai penyediaan pendistribusian dan penetapan harga elpiji untuk kapal perikanan nelayan kecil. Dengan Perpres ini akan menjadi dasar nelayan untuk memperoleh bahan bakar dengan harga yang lebih murah.
Keenam, konversi BBM ke BBG untuk sektor transportasi. Regulasi ini memungkinkan Kementerian ESDM membuat konverter gas sendiri, yang selama ini hanya bisa dibuat Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Ketujuh, Peraturan Pemerintah tentang kegiatan usaha pertambangan. Dengan regulasi ini, para pemegang kontrak maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) bisa melakukan perpanjangan kontraknya paling cepat 10 tahun sebelum kontraknya selesai.
Hal ini lantaran dalam peraturan sebelumnya, perpanjangan kontrak yang baru bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak habis tidak masuk akal.
"Ini tidak masuk akal, orang mau investasi besar tapi dipepet waktunya. Untuk minerba paling cepat 10 tahun paling lama dua tahun. Kalau mineral lainnya paling cepat lima. Ini bagian untuk mempercepat investasi," jelas Sudirman.
Mantan Bos Pindad ini menambahkan, regulasi ke delapan terkait proyek listrik 35.000 megawatt (MW), kesembilan terkait bahan bakar nabati (BBN). "Kesepuluh terkait krisis energi dan daulat energi yang diamanatkan oleh kebijakan energi nasional (KEN)," pungkasnya
(Baca: Ini Tiga Paket Kebijakan Ekonomi September I Jokowi)
(izz)