Kebijakan QE AS Tak Bisa Ditiru Negara Lain
A
A
A
JAKARTA - Saat Amerika Serikat (AS) melakukan kebijakan pelonggaran moneter atau quantitative easing (QE), negara lain ingin meniru kebijakan tersebut. Namun, tidak ada yang bisa meniru kebijakan ini meski negara maju sekalipun.
Kebijakan ini dilakukan Amerika Serikat (AS) saat menghadapi krisis. Pasalnya, hanya AS yang mampu mengeluarkan negaranya dari krisis dengan menggunakan kebijakan tersebut.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, gejolak ekonomi dunia memang diawali dari krisis di AS pada 2007-2008. Hal itu diakibatkan adanya upaya pemerintah AS mendorong pemberian kredit murah dan mudah.
"Saat mereka mendorong kredit murah, itu terus bablas dan dampaknya ke negara-negara berkembang paling banyak. Menariknya, Amerika Serikat lalu melakukan kebijakan pelonggaran atau quantitative easing, itu mau ditiru sama negara lain. Tapi ternyata, enggak bisa diikuti oleh negara lain," tutur dia di Jakarta, Rabu (16/9/2015).
Menurutnya, dengan melakukan kebijakan ini, suplai mata uang di negara tersebut meningkat, dan krisis pun bisa mereda.
"Hanya AS yang bisa melakukan itu. Dicoba ditiru di Jepang belakangan dengan QE. Tingkat bunga didorong mendekati nol. Orang tahu betul yang belajar moneter kalau kayak gitu seluruh kebijakan moneter tidak berfungsi lagi," tambah Darmin.
Bahkan, Eropa juga sempat meniru, namun ternyata tidak berdampak positif, terlebih Eropa sedang didera situasi politik yang tidak kondusif.
"Jadi, sebelum efek ekonominya terasa, mereka lebih dulu didera konflik politik. Akhirnya yang terasa malah efek politiknya," pungkas mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini.
Kebijakan ini dilakukan Amerika Serikat (AS) saat menghadapi krisis. Pasalnya, hanya AS yang mampu mengeluarkan negaranya dari krisis dengan menggunakan kebijakan tersebut.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, gejolak ekonomi dunia memang diawali dari krisis di AS pada 2007-2008. Hal itu diakibatkan adanya upaya pemerintah AS mendorong pemberian kredit murah dan mudah.
"Saat mereka mendorong kredit murah, itu terus bablas dan dampaknya ke negara-negara berkembang paling banyak. Menariknya, Amerika Serikat lalu melakukan kebijakan pelonggaran atau quantitative easing, itu mau ditiru sama negara lain. Tapi ternyata, enggak bisa diikuti oleh negara lain," tutur dia di Jakarta, Rabu (16/9/2015).
Menurutnya, dengan melakukan kebijakan ini, suplai mata uang di negara tersebut meningkat, dan krisis pun bisa mereda.
"Hanya AS yang bisa melakukan itu. Dicoba ditiru di Jepang belakangan dengan QE. Tingkat bunga didorong mendekati nol. Orang tahu betul yang belajar moneter kalau kayak gitu seluruh kebijakan moneter tidak berfungsi lagi," tambah Darmin.
Bahkan, Eropa juga sempat meniru, namun ternyata tidak berdampak positif, terlebih Eropa sedang didera situasi politik yang tidak kondusif.
"Jadi, sebelum efek ekonominya terasa, mereka lebih dulu didera konflik politik. Akhirnya yang terasa malah efek politiknya," pungkas mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini.
(izz)