Petani Tembakau Minta DPR Tolak Kenaikan Cukai Rokok
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo meminta pihak Komisi XI DPR untuk menolak kenaikan cukai rokok yang ditetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sebelumnya, Kemenkeu telah mengeluarkan PMK No 20/2015 bahwa kenaikan cukai tersebut mencapai Rp139,7 triliun dari Rp120,1 triliun. Ini dinilai memberatkan petani tembakau daerah.
"Misi kami di sini sama, kami akan tetap menolak bahwa rencana kenaikan yang terlalu tinggi ini akan berdampak luas," katanya di hadapan anggota komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Seharusnya, kata dia, adanya regulasi atau wacana kenaikan cukai jangan menimbulkan dampak buruk terhadap elemen-elemen yang ada. Misalnya, apakah nanti akan membuat PHK lebih banyak, banyak petani cengkeh dan tembakau yang susah karena serapan di usaha menjadi berkurang.
"Kami paham bahwa susah untuk pemerintah saat ini dapatkan dana. Cuma tolong dipahami kehidupan kami yang susah jangan dipersulit. Artinya, kami yang bergerak di industri ini relatif mandiri. Karena petani tembakau dan cengkeh enggak pernah dapat insentif. Jangan ruang kami dipersempit lagi, jadi kami sulit," kata dia.
Budidoyo merasa, langkah pemerintah, seolah mencekik rakyat kecil terutama petani cengkeh dan tembakau di daerah yang saat ini menangis namun ingin memberontak.
"Biasanya rakyat kecil tidak pernah takut mati, tapi jujur kami takut lapar. Karena kami tidak ada pilihan untuk hidup. Sangat dekat dengan emosi. Jadi daripada kami kelaparan, mendingan kita mati," tuturnya
Budi juga memberikan pesan kepada pemerintah terutama kepada Kemenkeu dan Ditjen Bea Cukai untuk tidak mempersulit langkah petani cengkeh dan tembakau soal rokok dengan menaikkan cukai yang nilainya tidak realistis.
"Karena saat ini, rakyat sudah susah. Jangan sampai kita hidup di Indonesia sudah susah, tambah susah. Dan menkeu, serta dirjen bea cukai, janganlah menafikan rakyat uang sudah menyumbang negara ini dengan luar biasa," pungkas dia.
Sebelumnya, Kemenkeu telah mengeluarkan PMK No 20/2015 bahwa kenaikan cukai tersebut mencapai Rp139,7 triliun dari Rp120,1 triliun. Ini dinilai memberatkan petani tembakau daerah.
"Misi kami di sini sama, kami akan tetap menolak bahwa rencana kenaikan yang terlalu tinggi ini akan berdampak luas," katanya di hadapan anggota komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Seharusnya, kata dia, adanya regulasi atau wacana kenaikan cukai jangan menimbulkan dampak buruk terhadap elemen-elemen yang ada. Misalnya, apakah nanti akan membuat PHK lebih banyak, banyak petani cengkeh dan tembakau yang susah karena serapan di usaha menjadi berkurang.
"Kami paham bahwa susah untuk pemerintah saat ini dapatkan dana. Cuma tolong dipahami kehidupan kami yang susah jangan dipersulit. Artinya, kami yang bergerak di industri ini relatif mandiri. Karena petani tembakau dan cengkeh enggak pernah dapat insentif. Jangan ruang kami dipersempit lagi, jadi kami sulit," kata dia.
Budidoyo merasa, langkah pemerintah, seolah mencekik rakyat kecil terutama petani cengkeh dan tembakau di daerah yang saat ini menangis namun ingin memberontak.
"Biasanya rakyat kecil tidak pernah takut mati, tapi jujur kami takut lapar. Karena kami tidak ada pilihan untuk hidup. Sangat dekat dengan emosi. Jadi daripada kami kelaparan, mendingan kita mati," tuturnya
Budi juga memberikan pesan kepada pemerintah terutama kepada Kemenkeu dan Ditjen Bea Cukai untuk tidak mempersulit langkah petani cengkeh dan tembakau soal rokok dengan menaikkan cukai yang nilainya tidak realistis.
"Karena saat ini, rakyat sudah susah. Jangan sampai kita hidup di Indonesia sudah susah, tambah susah. Dan menkeu, serta dirjen bea cukai, janganlah menafikan rakyat uang sudah menyumbang negara ini dengan luar biasa," pungkas dia.
(izz)