Open Access Bentuk Sinergi PGN-Pertagas Paling Ideal
A
A
A
JAKARTA - Pakar manajemen kenamaan, Rhenald Kasali mengatakan, open access menjadi opsi sinergi paling ideal antara dua BUMN, yakni Pertagas yang merupakan anak perusahaan Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Menurutnya, open access adalah pilihan terbaik, terutama jika orientasi sinergi untuk kepentingan rakyat. Karena dengan open access, akan tercipta efisiensi, yang pada muaranya akan membuat harga gas menjadi murah.
Atas dasar itu, meski selama ini PGN tidak pernah setuju dengan open access, namun demi kepentingan rakyat, pilihan itulah yang paling layak.
"Itulah pilihan paling ideal. Bekerja sama saja keduanya," kata Rhenald yang juga guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Minggu (13/12/2015).
Dia mengatakan, jika open access diberlakukan, maka selain ada kolaborasi, tetap pula ada kompetisi, pada porsinya masing-masing. Keduanya, yakni kompetisi dan kolaborasi, diperlukan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi.
Pada porsi kompetisi, misalnya, baik PGN maupun Pertagas bisa saling bersaing dalam masalah harga dan dalam penekanan cost. Sedangkan porsi kolaborasi, dilakukan untuk menciptakan efisiensi tersebut. Maka, rakyat pula akan diuntungkan dengan persaingan dan kolaborasi ini.
"Misalnya pipa, yang bisa dipakai bersama. Untuk apa buat pipa baru? Yang sudah ada dipakai bersama saja, tinggal diatur kerja samanya," kata dia.
Dalam kacamata Rhenald, banyak keuntungan open access. Di antaranya, open access akan sangat menguntungkan pelanggan karena harga yang murah. Selain itu, proses bisnis yang terjadi, tidak serumit akuisisi. "Akuisisi akan mematikan persaingan. Padahal persaingan sangat bagus," ujarnya.
Menurutnya, BUMN tidak perlu alergi dengan open access. Sebab, di negara-negara yang tingkat kompetisinya sudah maju, open access bukan lagi hal asing. Bahkan, tidak hanya dilakukan terhadap gas, namun juga sektor lain.
Misalnya, lanjut Rhenald, jalan tol, listrik, telekomunikasi, air minum, dan sebagainya. "Di berbagai negara tersebut, open access itulah yang membuat biaya menjadi murah," tuturnya.
Mustafa Abubakar, mantan Menteri BUMN juga setuju open access. Karena menurutnya, open access akan menghindarkan dari redunden atau double facility. "Saya sangat sependapat dengan itu. Karena sinergi BUMN seperti itu, akan sangat mempertinggi efisiensi, sangat meningkatkan kualitas, dan sangat mempercepat proses," kata Mustafa.
Dengan adanya efisensi, harga gas yang tinggi memang dapat diturunkan. Tidak hanya di Sumut, namun juga di daerah lain. Dengan demikian, akan meningkatkan daya saing industri, termasuk dengan negara lain.
Adanya sinergi semacam open access, tidak ada yang perlu ditakutkan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah berada di depan mata. "Bahkan, hal itu akan meningkatkan competitiveness kita," katanya.
Mustafa mengatakan, adanya redunden akibat tidak adanya open access, selama ini sudah banyak terjadi dan sangat merugikan. Tidak hanya pada sektor gas, namun juga lainnya.
"Misal ada galian. Pada area lahan yang sama digali untuk PLN, kemudian digali lagi untuk telekomunikasi. Banyak sekali keluhan seperti itu. Maka untuk gas, saya harapkan jangan ada seperti itu," tandasnya.
Menurutnya, open access adalah pilihan terbaik, terutama jika orientasi sinergi untuk kepentingan rakyat. Karena dengan open access, akan tercipta efisiensi, yang pada muaranya akan membuat harga gas menjadi murah.
Atas dasar itu, meski selama ini PGN tidak pernah setuju dengan open access, namun demi kepentingan rakyat, pilihan itulah yang paling layak.
"Itulah pilihan paling ideal. Bekerja sama saja keduanya," kata Rhenald yang juga guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Minggu (13/12/2015).
Dia mengatakan, jika open access diberlakukan, maka selain ada kolaborasi, tetap pula ada kompetisi, pada porsinya masing-masing. Keduanya, yakni kompetisi dan kolaborasi, diperlukan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi.
Pada porsi kompetisi, misalnya, baik PGN maupun Pertagas bisa saling bersaing dalam masalah harga dan dalam penekanan cost. Sedangkan porsi kolaborasi, dilakukan untuk menciptakan efisiensi tersebut. Maka, rakyat pula akan diuntungkan dengan persaingan dan kolaborasi ini.
"Misalnya pipa, yang bisa dipakai bersama. Untuk apa buat pipa baru? Yang sudah ada dipakai bersama saja, tinggal diatur kerja samanya," kata dia.
Dalam kacamata Rhenald, banyak keuntungan open access. Di antaranya, open access akan sangat menguntungkan pelanggan karena harga yang murah. Selain itu, proses bisnis yang terjadi, tidak serumit akuisisi. "Akuisisi akan mematikan persaingan. Padahal persaingan sangat bagus," ujarnya.
Menurutnya, BUMN tidak perlu alergi dengan open access. Sebab, di negara-negara yang tingkat kompetisinya sudah maju, open access bukan lagi hal asing. Bahkan, tidak hanya dilakukan terhadap gas, namun juga sektor lain.
Misalnya, lanjut Rhenald, jalan tol, listrik, telekomunikasi, air minum, dan sebagainya. "Di berbagai negara tersebut, open access itulah yang membuat biaya menjadi murah," tuturnya.
Mustafa Abubakar, mantan Menteri BUMN juga setuju open access. Karena menurutnya, open access akan menghindarkan dari redunden atau double facility. "Saya sangat sependapat dengan itu. Karena sinergi BUMN seperti itu, akan sangat mempertinggi efisiensi, sangat meningkatkan kualitas, dan sangat mempercepat proses," kata Mustafa.
Dengan adanya efisensi, harga gas yang tinggi memang dapat diturunkan. Tidak hanya di Sumut, namun juga di daerah lain. Dengan demikian, akan meningkatkan daya saing industri, termasuk dengan negara lain.
Adanya sinergi semacam open access, tidak ada yang perlu ditakutkan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah berada di depan mata. "Bahkan, hal itu akan meningkatkan competitiveness kita," katanya.
Mustafa mengatakan, adanya redunden akibat tidak adanya open access, selama ini sudah banyak terjadi dan sangat merugikan. Tidak hanya pada sektor gas, namun juga lainnya.
"Misal ada galian. Pada area lahan yang sama digali untuk PLN, kemudian digali lagi untuk telekomunikasi. Banyak sekali keluhan seperti itu. Maka untuk gas, saya harapkan jangan ada seperti itu," tandasnya.
(izz)