Pengusaha K-Pop Lirik Investasi di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Kunjungan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Frabky Sibarani ke Korea Selatan (Korsel) pekan lalu berhasil mengidentifikasi minat dari bidang usaha ekonomi kreatif.
Perusahaan industri kreatif ternama Korsel atau lebih dikenal dengan industri K-Pop yang memproduksi film, musik, entertainment dan animasi, tertarik menanamkan modalnya di Indonesia dalam bentuk pembiayaan maupun produksi film bersama industri perfilman nasional.
Menurutnya, dalam kunjungan tersebut minat investasi dari sektor ekonomi kreatif menjadi salah satu poin yang mengemuka.
Dalam pertemuan tersebut mereka mengajukan opsi co-financing dan co-production. Mereka mendapatkan informasi bahwa untuk mendirikan perusahaan film dan mengedarkan film masih tertutup untuk asing.
"Kami menyampaikan saat ini pemerintah sedang melakukan proses pembahasan tentang panduan investasi, salah satu usulan yang sudah masuk ke BKPM terkait sektor ekonomi kreatif, termasuk di dalamnya bidang usaha perfilman," ujar dia dalam rilisnya, Senin (21/12/2015).
Franky mengatakan, skema co-production dan co-financing telah dilakukan perusahaan tersebut di China untuk membuat film lokal, China Mandarin. Pemerintah China memberikan lisensi keraja sama co-production maksimal 42%, namun apabila membuat film asing maka skemanya co-financing dengan skema asing 22%-25%.
"Dijelaskan oleh mereka, pemerintah China juga membatasi masuknya film asing ke China yaitu maksimal 56 film dalam satu tahun," jelasnya.
Selain itu, perusahaan Korsel tersebut juga telah memiliki perusahaan patungan dengan perusahaan Vietnam (joint venture) dengan porsi kepemilikan saham 51% atau mayoritas. Dari penjelasan yang disampaikan menunjukkan kesiapan perusahaan Korsel melakukan ekspansi ke negara-negara baru di Asia.
"Di Indonesia, mereka telah membicarakan beberapa grup media untuk memproduksi film drama dan saat ini sedang dibicarakan mekanisme kerjasa manya apakah co-production atau co-financing," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa BKPM telah menerima usulan baik secara tertulis dari kementerian teknis yang ada. Di bidang usaha perfilman, Badan Ekonomi Kreatif telah menyampaikan beberapa usulan terkait bidang usaha perfilman khususnya produksi, distribusi dan eksebisi.
Untuk sektor eksebisi atau bioskop, usulan dari intansi terkait dibuka maksimal 51% untuk asing. BKPM sendiri mengharapkan aturan baru tentang Panduan Investasi ini dapat rampung April 2016.
Dari data realisasi investasi yang dikeluarkan BKPM periode Januari-September 2015, Korsel menempati peringkat empat dengan nilai investasi USD1,0 miliar 1.529 proyek, posisi Korsel tersebut di bawah Singapura yang menempati posisi teratas USD3,55 miliar dengan 1.999 proyek.
Sementara, Malaysia mencapai USD2,9 miliar dengan 600 proyek dan Jepang yang menduduki peringkat ketiga dengan nilai mencapai USD2,5 miliar dengan 1.318 proyek. Sedangkan di bawah Korsel tercatat USD908 juta dengan 301 proyek.
Perusahaan industri kreatif ternama Korsel atau lebih dikenal dengan industri K-Pop yang memproduksi film, musik, entertainment dan animasi, tertarik menanamkan modalnya di Indonesia dalam bentuk pembiayaan maupun produksi film bersama industri perfilman nasional.
Menurutnya, dalam kunjungan tersebut minat investasi dari sektor ekonomi kreatif menjadi salah satu poin yang mengemuka.
Dalam pertemuan tersebut mereka mengajukan opsi co-financing dan co-production. Mereka mendapatkan informasi bahwa untuk mendirikan perusahaan film dan mengedarkan film masih tertutup untuk asing.
"Kami menyampaikan saat ini pemerintah sedang melakukan proses pembahasan tentang panduan investasi, salah satu usulan yang sudah masuk ke BKPM terkait sektor ekonomi kreatif, termasuk di dalamnya bidang usaha perfilman," ujar dia dalam rilisnya, Senin (21/12/2015).
Franky mengatakan, skema co-production dan co-financing telah dilakukan perusahaan tersebut di China untuk membuat film lokal, China Mandarin. Pemerintah China memberikan lisensi keraja sama co-production maksimal 42%, namun apabila membuat film asing maka skemanya co-financing dengan skema asing 22%-25%.
"Dijelaskan oleh mereka, pemerintah China juga membatasi masuknya film asing ke China yaitu maksimal 56 film dalam satu tahun," jelasnya.
Selain itu, perusahaan Korsel tersebut juga telah memiliki perusahaan patungan dengan perusahaan Vietnam (joint venture) dengan porsi kepemilikan saham 51% atau mayoritas. Dari penjelasan yang disampaikan menunjukkan kesiapan perusahaan Korsel melakukan ekspansi ke negara-negara baru di Asia.
"Di Indonesia, mereka telah membicarakan beberapa grup media untuk memproduksi film drama dan saat ini sedang dibicarakan mekanisme kerjasa manya apakah co-production atau co-financing," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa BKPM telah menerima usulan baik secara tertulis dari kementerian teknis yang ada. Di bidang usaha perfilman, Badan Ekonomi Kreatif telah menyampaikan beberapa usulan terkait bidang usaha perfilman khususnya produksi, distribusi dan eksebisi.
Untuk sektor eksebisi atau bioskop, usulan dari intansi terkait dibuka maksimal 51% untuk asing. BKPM sendiri mengharapkan aturan baru tentang Panduan Investasi ini dapat rampung April 2016.
Dari data realisasi investasi yang dikeluarkan BKPM periode Januari-September 2015, Korsel menempati peringkat empat dengan nilai investasi USD1,0 miliar 1.529 proyek, posisi Korsel tersebut di bawah Singapura yang menempati posisi teratas USD3,55 miliar dengan 1.999 proyek.
Sementara, Malaysia mencapai USD2,9 miliar dengan 600 proyek dan Jepang yang menduduki peringkat ketiga dengan nilai mencapai USD2,5 miliar dengan 1.318 proyek. Sedangkan di bawah Korsel tercatat USD908 juta dengan 301 proyek.
(izz)