Mendag Lembong Setuju Subsidi Ekspor Pertanian Dihapus
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong mengaku setuju dengan hasil pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) di Nairobi, Kenya yang memutuskan untuk mencabut subsidi ekspor untuk sektor pertanian.
Pasalnya, subsidi pertanian selama ini hanya sanggup dilakukan negara-negara maju. Sementara negara berkembang harus gigit jari lantaran tidak mampu memberikannya.
"Secara umum kami menilai (penghapusan subsidi) itu baik. Terus terang yang cenderung menyubsidi ekspor adalah negara kaya yang punya banyak uang, punya banyak senjata dan kasihan bagi negara negara berkembang yang tidak menyubsidi ekspor pangan," ujarnya di KPPU, Jakarta, Senin (21/12/2015).
Menurut dia, kebijakan subsidi tersebut justru membuat persaingan usaha antar produk pertanian menjadi tidak sehat. Sebab, subsidi tersebut menjadikan produk pertanian dari negara maju bisa lebih murah ketimbang negara berkembang.
"Jadi, itu salah satu contoh persaingan tidak sehat di mana pelaku yang kaya raya menyubsidi ekspor melawan negara berkembang yang sulit menyubsidi," imbuh dia.
Pria yang akrab disapa Tom Lembong ini menilai kesepakatan soal penghapusan subsidi produk ekspor pertanian ini merupakan suatu kemajuan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Diharapkan, penghapusan ini juga akan mengurangi adanya distorsi di sektor perdagangan antar negara.
"Saya kira itu kemajuan cukup besar karena kurangi destorsi perdagangan dan pertanian di seluruh dunia dengan semua negara meletakkan senjata terkuat dan kaya dengan kurangi subisidi ekspor," jelas Mendag.
Seperti diberitakan sebelumnya, Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah sepakat untuk menghapus subsidi ekspor pertanian. Negara-negara maju anggota WTO berniat menghentikan subsidi secepatnya, sementara negara-negara berkembang melakukannya pada akhir 2018.
WTO yang beranggotakan 162 negara menyebut kesepakatan ini sebagai hasil yang paling penting dalam bidang pertanian sejak badan ini didirikan 1995. Pencabutan subsidi ekspor ini untuk membantu para petani di negara-negara miskin agar bisa bersaing secara adil.
"Keputusan yang Anda ambil hari ini dalam persaingan ekspor benar-benar luar biasa," kata Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo dalam sidang penutupan di ibukota Kenya, Nairobi, seperti dilansir BBC, Senin (21/12/2015).
Sementara itu, perundingan soal hambatan perdagangan lainnya masih belum berhasil dipecahkan pada akhir pertemuan puncak WTO di Kenya, pekan lalu. Keputusan WTO yang diklaim sebagai langkah bersejarah, juga disambut baik Komite Perdagangan Uni Eropa.
"Bagi mereka yang pernah meragukannya, ini membuktikan relevansi WTO dan kapasitasnya untuk membawa hasil," jelas Cecilia Malmstrom, Komisioner Perdagangan Uni Eropa.
Pasalnya, subsidi pertanian selama ini hanya sanggup dilakukan negara-negara maju. Sementara negara berkembang harus gigit jari lantaran tidak mampu memberikannya.
"Secara umum kami menilai (penghapusan subsidi) itu baik. Terus terang yang cenderung menyubsidi ekspor adalah negara kaya yang punya banyak uang, punya banyak senjata dan kasihan bagi negara negara berkembang yang tidak menyubsidi ekspor pangan," ujarnya di KPPU, Jakarta, Senin (21/12/2015).
Menurut dia, kebijakan subsidi tersebut justru membuat persaingan usaha antar produk pertanian menjadi tidak sehat. Sebab, subsidi tersebut menjadikan produk pertanian dari negara maju bisa lebih murah ketimbang negara berkembang.
"Jadi, itu salah satu contoh persaingan tidak sehat di mana pelaku yang kaya raya menyubsidi ekspor melawan negara berkembang yang sulit menyubsidi," imbuh dia.
Pria yang akrab disapa Tom Lembong ini menilai kesepakatan soal penghapusan subsidi produk ekspor pertanian ini merupakan suatu kemajuan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Diharapkan, penghapusan ini juga akan mengurangi adanya distorsi di sektor perdagangan antar negara.
"Saya kira itu kemajuan cukup besar karena kurangi destorsi perdagangan dan pertanian di seluruh dunia dengan semua negara meletakkan senjata terkuat dan kaya dengan kurangi subisidi ekspor," jelas Mendag.
Seperti diberitakan sebelumnya, Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah sepakat untuk menghapus subsidi ekspor pertanian. Negara-negara maju anggota WTO berniat menghentikan subsidi secepatnya, sementara negara-negara berkembang melakukannya pada akhir 2018.
WTO yang beranggotakan 162 negara menyebut kesepakatan ini sebagai hasil yang paling penting dalam bidang pertanian sejak badan ini didirikan 1995. Pencabutan subsidi ekspor ini untuk membantu para petani di negara-negara miskin agar bisa bersaing secara adil.
"Keputusan yang Anda ambil hari ini dalam persaingan ekspor benar-benar luar biasa," kata Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo dalam sidang penutupan di ibukota Kenya, Nairobi, seperti dilansir BBC, Senin (21/12/2015).
Sementara itu, perundingan soal hambatan perdagangan lainnya masih belum berhasil dipecahkan pada akhir pertemuan puncak WTO di Kenya, pekan lalu. Keputusan WTO yang diklaim sebagai langkah bersejarah, juga disambut baik Komite Perdagangan Uni Eropa.
"Bagi mereka yang pernah meragukannya, ini membuktikan relevansi WTO dan kapasitasnya untuk membawa hasil," jelas Cecilia Malmstrom, Komisioner Perdagangan Uni Eropa.
(izz)