Pengusaha Khawatir Industri Perhotelan Lokal Tergerus Asing

Minggu, 17 Januari 2016 - 11:32 WIB
Pengusaha Khawatir Industri...
Pengusaha Khawatir Industri Perhotelan Lokal Tergerus Asing
A A A
Langkah pemerintah untuk merevisi daftar negatif investasi (DNI) dengan membuka peluang asing memiliki saham mayoritas di industri pariwisata dan perhotelan di Tanah Air ditanggapi dingin para pengusaha lokal di bidang perhotelan.

Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) merasa khawatir jika revisi DNI tersebut justru akan membuat industri perhotelan lokal tergerus oleh industri serupa dari luar negeri. Apalagi, jika asing diizinkan memiliki 100% saham di industri perhotelan Tanah Air.

"Kita sarankan pemerintah juga berpikir tentang hotel-hotel non bintang yang ada di daerah. Kan sarananya belum memungkinkan (untuk bersaing dengan asing)," kata Direktur Eksekutif PHRI Cyprianus Aoer saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Minggu (17/1/2016).

(Baca juga: Revisi DNI, Pemerintah Persilakan Asing Kuasai Industri Ini)

Cyprianus mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui sektor pariwisata. Karena pariwisata merupakan industri padat karya yang melibatkan banyak pelaku usaha di berbagai sektor.

"Jual pisang ke hotel, hiduplah petani pisang. Nelayan yang menjual ikannya ke hotel. Pariwisata itu menghidupkan. Belum lagi adat istiadat, tempat unik, destinasi, menghidupkan sebanyak mungkin," imbuh dia.

Namun, pemerintah tetap perlu memberikan ruang gerak bagi para pengusaha perhotelan lokal, terutama untuk mereka yang hanya memiliki hotel non bintang atau bintang 1 dan bintang 2. "Hotel bintang 1 dan 2 sebaiknya tetap dipertahankan kepemilikan kepada pengusaha lokal," tuturnya.

Jika pemerintah tetap ngotot untuk membuka pintu lebar bagi asing masuk ke industri pariwisata di Indonesia, maka pemerintah perlu memberikan keringanan bagi pengusaha perhotelan lokal untuk meminjam modal di perbankan. Khususnya, bagi mereka yang bergelut pada industri perhotelan non bintang.

"Kalau yang bintang 2 sampai bintag 5 itu kan untuk orang punya duit. Kalau yang menengah kebawah, ya sesuai dengan pendapatan dia itu non bintang kan tentu beda," tandasnya. (lly)
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2954 seconds (0.1#10.140)