Pembangunan Smelter Freeport Lambat, Baru Mulai Juni 2016
A
A
A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia mengemukakan baru akan memulai pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter) yang ada di Gresik, Jawa Timur pada Juni 2016. Padahal, Freeport diharuskan menyelesaikan pembangunan smelternya pada 2017 yang merupakan bagian kesepakatan dari renegosiasi kontrak karya yang telah disepakatinya dengan pemerintah sejak akhir 2014 lalu
Director and Executive Vice President Freeport Indonesia Clementino Lamury mengungkapkan, saat ini progress rencana pembangunan smelter tersebut baru 11,5%. Pasalnya penandatanganan engineering procurement construction (EPC) baru dilakukan akhir 2015.
"Progress 11,5% yaitu persiapan reward based engineering design. Baru sebagian lahan Petrokimia Gresik yang direklamasi, setengahnya lagi belum. Kita sudah Amdal expose. Akhir Juli tahun ini bisa groundbreaking," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (20/1/2016).
(Baca Juga: Pemerintah Tak Beri Batas Waktu Pembangunan Smelter di Papua)
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot menjelaskan, yang dimaksud kemajuan pembangunan smelter Freeport adalah dengan telah dilaluinya tahapan EPC, konstruksi dan serapan anggaran.
"Berdasarkan hitungan saat itu 11 koma sekian persen. Ada jaminan kesungguhan pemerintah dan ada acuan kemajuan pembangunan tersebut," tandasnya.
Sebagai informasi, kewajiban membangun smelter merupakan implementasi turunan dari UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam beleid tersebut, pemerintah melarang adanya kegiatan ekspor untuk beberapa komoditas termasuk konsentrat tembaga, emas dan perak yang diproduksi Freeport.
Namun, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian, Freeport masih diperbolehkan mengekspor konsentrat dengan memenuhi sejumlah prasyarat.
Selain administratif, perusahaan ini juga harus melaporkan kemajuan proyek smelternya dengan perkembangan paling sedikit 60 persen dari target pembangunan setiap enam bulan sekali.
Director and Executive Vice President Freeport Indonesia Clementino Lamury mengungkapkan, saat ini progress rencana pembangunan smelter tersebut baru 11,5%. Pasalnya penandatanganan engineering procurement construction (EPC) baru dilakukan akhir 2015.
"Progress 11,5% yaitu persiapan reward based engineering design. Baru sebagian lahan Petrokimia Gresik yang direklamasi, setengahnya lagi belum. Kita sudah Amdal expose. Akhir Juli tahun ini bisa groundbreaking," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (20/1/2016).
(Baca Juga: Pemerintah Tak Beri Batas Waktu Pembangunan Smelter di Papua)
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot menjelaskan, yang dimaksud kemajuan pembangunan smelter Freeport adalah dengan telah dilaluinya tahapan EPC, konstruksi dan serapan anggaran.
"Berdasarkan hitungan saat itu 11 koma sekian persen. Ada jaminan kesungguhan pemerintah dan ada acuan kemajuan pembangunan tersebut," tandasnya.
Sebagai informasi, kewajiban membangun smelter merupakan implementasi turunan dari UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam beleid tersebut, pemerintah melarang adanya kegiatan ekspor untuk beberapa komoditas termasuk konsentrat tembaga, emas dan perak yang diproduksi Freeport.
Namun, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian, Freeport masih diperbolehkan mengekspor konsentrat dengan memenuhi sejumlah prasyarat.
Selain administratif, perusahaan ini juga harus melaporkan kemajuan proyek smelternya dengan perkembangan paling sedikit 60 persen dari target pembangunan setiap enam bulan sekali.
(akr)