Pengusaha Desak Tunda Asing Masuk 100% di Industri Ritel
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyambut baik langkah pemerintah untuk merevisi daftar negatif investasi (DNI) yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Hanya saja, hal tersebut tidak berlaku untuk kepemilikan asing pada minimarket di Indonesia.
(Baca Juga: Kemendag Tolak Pihak Asing Masuk Industri Ritel)
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, saat ini minimarket lokal belum ada di wilayah Indonesia Timur. Dia menjelaskan ada baiknya keterbukaan tersebut dilakukan setelah minimarket lokal telah tersebar secara merata di seluruh Indonesia.
"Kita menyambut baik apapun itu, tapi ada catatan baiknya sebelum dibuka untuk asing kita harus ada observasi sejauh mana market yang convenience store masuk dan menguasai pasar Indonesia," ujarnya di Menara Bidakara, Jakarta, Kamis (21/1/2016).
Menurutnya, pasar ritel modern yang ada di Indonesia Timur hanyalah sekelas hypermarket ataupun supermarket. Sementara minimarket belum bisa dibuka di wilayah tersebut lantaran mahalnya ongkos distribusi ke wilayah itu. (Baca Juga: Ramayana hingga Alfamart Diusulkan Terbuka Asing di Revisi DNI)
Apalagi Dia menambahkan untuk hypermarket dan supermarket juga masih belum menyebar rata di wilayah bagian Timur Indonesia. Disarankan seharusnya hal ini menjadi pertimbangan pemerintah sebelum memutuskan membuka peluang asing masuk dalam ritel modern, khususnya minimarket.
"Seperti sekarang minimarket yang ada di Indonesia timur belum banyak karena distribution center-nya pun baru dibangun. Kalau bicara Indonesia timur masih kelasnya hypermarket, supermarket sedangkan minimarket belum. Sayang kalau sudah dibuka kerannya tapi kita belum mendominasi seluruh wilayah Indonesia," sambungnya.
Pemerintah, menurutnya juga perlu mempertimbangkan peran pengusaha ritel lokal yang selama ini menjadi agen penjual bagi produk-produk dalam negeri. Dengan masuknya pihak asing pada skala minimarket, maka dijelaskan akan mengurangi jumlah minimarket yang menjual produk-produk lokal.
"Ini bukan mematikan (ritel lokal), tetapi mengurangi porsinya. Ini sangat disayangkan karena semangat convenience store lokal itu menjual produk lokal. Nah semangat yang asing?," tandasnya.
(Baca Juga: Kemendag Tolak Pihak Asing Masuk Industri Ritel)
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, saat ini minimarket lokal belum ada di wilayah Indonesia Timur. Dia menjelaskan ada baiknya keterbukaan tersebut dilakukan setelah minimarket lokal telah tersebar secara merata di seluruh Indonesia.
"Kita menyambut baik apapun itu, tapi ada catatan baiknya sebelum dibuka untuk asing kita harus ada observasi sejauh mana market yang convenience store masuk dan menguasai pasar Indonesia," ujarnya di Menara Bidakara, Jakarta, Kamis (21/1/2016).
Menurutnya, pasar ritel modern yang ada di Indonesia Timur hanyalah sekelas hypermarket ataupun supermarket. Sementara minimarket belum bisa dibuka di wilayah tersebut lantaran mahalnya ongkos distribusi ke wilayah itu. (Baca Juga: Ramayana hingga Alfamart Diusulkan Terbuka Asing di Revisi DNI)
Apalagi Dia menambahkan untuk hypermarket dan supermarket juga masih belum menyebar rata di wilayah bagian Timur Indonesia. Disarankan seharusnya hal ini menjadi pertimbangan pemerintah sebelum memutuskan membuka peluang asing masuk dalam ritel modern, khususnya minimarket.
"Seperti sekarang minimarket yang ada di Indonesia timur belum banyak karena distribution center-nya pun baru dibangun. Kalau bicara Indonesia timur masih kelasnya hypermarket, supermarket sedangkan minimarket belum. Sayang kalau sudah dibuka kerannya tapi kita belum mendominasi seluruh wilayah Indonesia," sambungnya.
Pemerintah, menurutnya juga perlu mempertimbangkan peran pengusaha ritel lokal yang selama ini menjadi agen penjual bagi produk-produk dalam negeri. Dengan masuknya pihak asing pada skala minimarket, maka dijelaskan akan mengurangi jumlah minimarket yang menjual produk-produk lokal.
"Ini bukan mematikan (ritel lokal), tetapi mengurangi porsinya. Ini sangat disayangkan karena semangat convenience store lokal itu menjual produk lokal. Nah semangat yang asing?," tandasnya.
(akr)