Pemerintah Akan Selesaikan Masalah Kilang TWU
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan menyelesaikan masalah berhentinya kegiatan operasional kilang pengolahan bahan bakar minyak (BBM) yang dioperasikan PT Tri Wahana Universal (TWU) di Bojonegoro, Jawa Timur.
“Kami akan selesaikan,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said usai menyaksikan penandatanganan kontrak APBN 2016 di kantornya, Jakarta, Senin (29/2/2016).
Sementara Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja menjelaskan, pihaknya kini sedang mencari jalan keluar soal harga minyak mentah untuk kilang TWU ini. “Padahal, kalau di dekat blok migas dikurangi biaya transportasi,” jelasnya.
Kilang TWU di Bojonegoro, Jawa Timur tidak lagi beroperasi lantaran pemilik kilang diminta membeli minyak mentah dari Blok Cepu sesuai dengan harga minyak mentah Indonesia di titik ekspor FSO Gagak Rimang. Operator kilang hanya diizinkan mengambil minyak mentah dari lokasi dermaga kapal tanker di Tuban.
Kilang mini swasta pertama di Indonesia dengan kapasitas sebesar 16.000 barel per hari tersebut telah terhenti produksinya karena tidak adanya pasokan minyak mentah sejak 16 Januari 2016. Kilang tersebut tidak beroperasi karena pemerintah belum memutuskan formula harga mulut sumur dan volume minyak mentah yang seharusnya dialokasikan ke kilang mini TWU.
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keberadaan kilang mini lebih efisien dibandingkan kilang konvensional. Selain tidak memerlukan cost recovery, kilang mini juga tidak memerlukan biaya transportasi yang tinggi. “Saya tidak mengerti kenapa sampai terjadi penghentian. Tetapi intinya adalah dulu pernah ada kajian bahwa kilang-kilang mini itu lebih efisien,” kata Luhut.
Dia mengatakan, masalah itu secepatnya akan dibahas dengan pihak-pihak terkait. “Kilang mini memang lebih bermanfaat. Crude oil di bawah, tidak akan dicuri orang. Siapa yang akan mencuri crude oil. Tidak ada. Itu pertama. Kedua, dari sumur di tap langsung, jadi cost lebih rendah. Nanti akan kami bicarakan dengan Kementerian ESDM," tegasnya.
Dijelaskan saat ini sedang diupayakan untuk dihidupkan lagi. "Soalnya mereka complaint kepada kami. Nanti kami akan bahas, sebab itu komplain dari private sector. Mereka mengadu kepada kami karena merasa sudah berinvestasi, belum apa-apa sudah dihentikan,” tutur Luhut.
Dari hasil kajian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada (LPPM UGM), dampak keberadaan kilang mini TWU tak hanya dirasakan di tingkat lokal, namun juga ke tingkat nasional. Melalui konsep kilang mini, alokasi crude dengan harga di mulut sumur akan menciptakan efisiensi dalam hal memangkas biaya transportasi (seperti pada konsep mine-mouth power plant).
Apalagi pembangunan kilang mini pada lokasi-lokasi sumur minyak yang tersebar di berbagai daerah dapat menciptakan nilai tambah ekonomi untuk masyarakat sekitar. Oleh karena manfaatnya lebih besar, pemerintah akan mengembangkan kilang-kilang mini, termasuk mengembalikan produksi kilang TWU.
“Kami akan selesaikan,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said usai menyaksikan penandatanganan kontrak APBN 2016 di kantornya, Jakarta, Senin (29/2/2016).
Sementara Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja menjelaskan, pihaknya kini sedang mencari jalan keluar soal harga minyak mentah untuk kilang TWU ini. “Padahal, kalau di dekat blok migas dikurangi biaya transportasi,” jelasnya.
Kilang TWU di Bojonegoro, Jawa Timur tidak lagi beroperasi lantaran pemilik kilang diminta membeli minyak mentah dari Blok Cepu sesuai dengan harga minyak mentah Indonesia di titik ekspor FSO Gagak Rimang. Operator kilang hanya diizinkan mengambil minyak mentah dari lokasi dermaga kapal tanker di Tuban.
Kilang mini swasta pertama di Indonesia dengan kapasitas sebesar 16.000 barel per hari tersebut telah terhenti produksinya karena tidak adanya pasokan minyak mentah sejak 16 Januari 2016. Kilang tersebut tidak beroperasi karena pemerintah belum memutuskan formula harga mulut sumur dan volume minyak mentah yang seharusnya dialokasikan ke kilang mini TWU.
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keberadaan kilang mini lebih efisien dibandingkan kilang konvensional. Selain tidak memerlukan cost recovery, kilang mini juga tidak memerlukan biaya transportasi yang tinggi. “Saya tidak mengerti kenapa sampai terjadi penghentian. Tetapi intinya adalah dulu pernah ada kajian bahwa kilang-kilang mini itu lebih efisien,” kata Luhut.
Dia mengatakan, masalah itu secepatnya akan dibahas dengan pihak-pihak terkait. “Kilang mini memang lebih bermanfaat. Crude oil di bawah, tidak akan dicuri orang. Siapa yang akan mencuri crude oil. Tidak ada. Itu pertama. Kedua, dari sumur di tap langsung, jadi cost lebih rendah. Nanti akan kami bicarakan dengan Kementerian ESDM," tegasnya.
Dijelaskan saat ini sedang diupayakan untuk dihidupkan lagi. "Soalnya mereka complaint kepada kami. Nanti kami akan bahas, sebab itu komplain dari private sector. Mereka mengadu kepada kami karena merasa sudah berinvestasi, belum apa-apa sudah dihentikan,” tutur Luhut.
Dari hasil kajian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada (LPPM UGM), dampak keberadaan kilang mini TWU tak hanya dirasakan di tingkat lokal, namun juga ke tingkat nasional. Melalui konsep kilang mini, alokasi crude dengan harga di mulut sumur akan menciptakan efisiensi dalam hal memangkas biaya transportasi (seperti pada konsep mine-mouth power plant).
Apalagi pembangunan kilang mini pada lokasi-lokasi sumur minyak yang tersebar di berbagai daerah dapat menciptakan nilai tambah ekonomi untuk masyarakat sekitar. Oleh karena manfaatnya lebih besar, pemerintah akan mengembangkan kilang-kilang mini, termasuk mengembalikan produksi kilang TWU.
(dmd)