Peternak Protes Impor Daging Berbasis Zona
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) berencana impor daging dari India, dengan menyiapkan peraturan yang merupakan turunan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 4 tahun 2016 yang mengubah basis impor daging dari negara (country base) menjadi zona (zone base). Namun rencana pemerintah tersebut langsung mendapatkan penolakan dari beberapa kalangan termasuk peternak lokal.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Firman Subagyo mengungkapkan, untuk meminimalkan persoalan daging yang selama ini terjadi di Indonesia, pemerintah diminta untuk fokus menentukan arah kebijakan, apakah rencana swasembada pemerintah fokus terhadap daging atau sapi.
Menurunya pembahasan mengenai perlu tidaknya zona base pemasukan ternak sudah mengemuka, namun hingga akhir tahun lalu belum membuahkan solusi yang kongkrit bagi pemerintah. “Kalau lihat persoalnnya hanya berkisar harga daging kenapa mahal, kedua konsumsi masyarakat naik,” ujar dia dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat, (18/3/2016)
Untuk itu, dirinya meminta pemerintah dapat segera menyiapkan dan menyusun grand desain atau blue print yang mengatur mengenai persoalan daging nasional, sehingga persoalan daging sapi tidak muncul dikemudian hari. “PP ini perlu dikaji jangan sampai ada pasal-pasal yang bertentangan dengan UU kalau ini dilanggar nanti ada persoalan baru," tukasnya.
Sementara itu peternak asal Jogjakarta yang juga CEO and Founder Bhumi Andhini Farm and Education, llham Akhmadi menolak penerapan PP tersebut. "PP ini imbasnya luar biasa, baik psikologis maupun ekonomi. Kita bangun ternak di lapangan itu sulitnya luar biasa, harus hancur gara-gara itu, jelas kami menolak," jelasnya
Menurut Ilham, rencana masuknya daging ternak dari India dan negara lainnya sebagai konsekuensi penerapan PP zona base oleh pemerintah tersebut, dianggap sangat berisiko terhadap nasib peternak lokal. Selain harga yang sangat murah, daging yang mereka jual belum dinyatakan bebas dari penyakit mulut dan kuku yang saat ini tengah marak.
"Arahnya ini mau ke mana, konsistensi kebijakan pemeritah sangat tidak jelas, saya menolak ini (PP zona Base) karena hanya sifatnya pemadam kebakaran sesaat. Saya minta mohon kaji ulang kebijakan itu sebab dampaknya akan terasa langsung buat kami," pungkasnya.
Sebagai informasi Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 4 Tahun 2016 tentang perluasan asal pemasukan daging dan ternak dari negara yang belum bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK) namun memiliki zona bebas tersebut. Dengan begitu, pilihan impor daging ternak baik sapi maupun kerbau bagi Indonesia semakin luas, hingga India.
Pasalnya dengan basis zona, negara yang belum sepenuhnya bebas dari penyakit kuku dan mulut pun bisa mengirim daging ke Indonesia, asal daging tersebut berasal dari kawasan (zona) yang bebas dari penyakit. Tujuan Pemerintah membuka keran impor lebih luas yakni untuk menurunkan harga daging sapi.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Firman Subagyo mengungkapkan, untuk meminimalkan persoalan daging yang selama ini terjadi di Indonesia, pemerintah diminta untuk fokus menentukan arah kebijakan, apakah rencana swasembada pemerintah fokus terhadap daging atau sapi.
Menurunya pembahasan mengenai perlu tidaknya zona base pemasukan ternak sudah mengemuka, namun hingga akhir tahun lalu belum membuahkan solusi yang kongkrit bagi pemerintah. “Kalau lihat persoalnnya hanya berkisar harga daging kenapa mahal, kedua konsumsi masyarakat naik,” ujar dia dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat, (18/3/2016)
Untuk itu, dirinya meminta pemerintah dapat segera menyiapkan dan menyusun grand desain atau blue print yang mengatur mengenai persoalan daging nasional, sehingga persoalan daging sapi tidak muncul dikemudian hari. “PP ini perlu dikaji jangan sampai ada pasal-pasal yang bertentangan dengan UU kalau ini dilanggar nanti ada persoalan baru," tukasnya.
Sementara itu peternak asal Jogjakarta yang juga CEO and Founder Bhumi Andhini Farm and Education, llham Akhmadi menolak penerapan PP tersebut. "PP ini imbasnya luar biasa, baik psikologis maupun ekonomi. Kita bangun ternak di lapangan itu sulitnya luar biasa, harus hancur gara-gara itu, jelas kami menolak," jelasnya
Menurut Ilham, rencana masuknya daging ternak dari India dan negara lainnya sebagai konsekuensi penerapan PP zona base oleh pemerintah tersebut, dianggap sangat berisiko terhadap nasib peternak lokal. Selain harga yang sangat murah, daging yang mereka jual belum dinyatakan bebas dari penyakit mulut dan kuku yang saat ini tengah marak.
"Arahnya ini mau ke mana, konsistensi kebijakan pemeritah sangat tidak jelas, saya menolak ini (PP zona Base) karena hanya sifatnya pemadam kebakaran sesaat. Saya minta mohon kaji ulang kebijakan itu sebab dampaknya akan terasa langsung buat kami," pungkasnya.
Sebagai informasi Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 4 Tahun 2016 tentang perluasan asal pemasukan daging dan ternak dari negara yang belum bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK) namun memiliki zona bebas tersebut. Dengan begitu, pilihan impor daging ternak baik sapi maupun kerbau bagi Indonesia semakin luas, hingga India.
Pasalnya dengan basis zona, negara yang belum sepenuhnya bebas dari penyakit kuku dan mulut pun bisa mengirim daging ke Indonesia, asal daging tersebut berasal dari kawasan (zona) yang bebas dari penyakit. Tujuan Pemerintah membuka keran impor lebih luas yakni untuk menurunkan harga daging sapi.
(akr)