4 Poin Paket Kebijakan Jilid XI Diluncurkan Pemerintah

Selasa, 29 Maret 2016 - 15:38 WIB
4 Poin Paket Kebijakan Jilid XI Diluncurkan Pemerintah
4 Poin Paket Kebijakan Jilid XI Diluncurkan Pemerintah
A A A
JAKARTA - Pemerintah hari ini kembali meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid XI yang disusun untuk menciptakan iklim dunia usaha semakin kondusif, baik untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), industri menengah, ataupun industri besar. Setidaknya terdapat empat poin dalam paket kebijakan yang diluncurkan tersebut.

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung mengemukakan, ‎dengan paket ini diharapkan masyarakat bisa semakin kompetitif dan pemerintah akan lebih memberikan kemudahan bagi dunia usaha untuk bergerak lebih lincah dan sehat.

"‎Diharapkan dengan paket ini akan membuat dunia usaha baik itu UMKM atau menengah besar, dan masyarakat bisa semakin kompetitif dan pemerintah akan lebih memberikan kemudahan agar dunia usaha lebih lincah, sehat, efisien, dan harapannya paket benar-benar bermanfaat bagi dunia usaha dan UMKM," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/3/2016).

Sementara itu Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, poin pertama berkaitan dengan kredit usaha rakyat (KUR) berorientasi ekspor, dengan bunga sama seperti KUR biasa yakni sekitar 9%.‎ KUR tersebut menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor yang terpadu bagi UMKM.

KUR tersebut, sambung dia akan diberikan kepada UMKM yang mengekspor sendiri ataupun bekerja sama dengan perusahaan besar yang berorientasi ekspor.‎ "Jadi dia bisa ekspor sendiri atau menjual ke perusahan lebih besar. Kita tidak akan meminta pembuktian ekspornya, sepanjang perusahaan besar itu orientasi ekspor," imbuh dia.

Poin kedua, berkenaan dengan Dana Investasi Real Estate (DIRE) atau Real Estate Investment Trust (REIT) yang pada dasarnya telah masuk dalam paket kebijakan yang pernah diumumkan sebelumnya. Namun, lantaran DIRE yang lama dianggap belum cukup kompetitif maka pemerintah sedikit mengubahnya.

Dalam paket kebijakan sebelumnya, pengalihan tanah atau properti real estate (DIRE) dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5%‎. Sementara untuk saat ini, PPh akan dikurangi hanya menjadi 0,5%.

‎"BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan) juga sudah ada komitmen dari beberapa pemda, tapi itu perlu perda sehingga belum diumumkan. Hanya saja setelah digabung PPh final 1/2% dengan BPHTB, kita sudah bisa lebih kompetitif dengan negara tetangga. Dan saat perda terbit baru kita umumkan persis tarifnya," tuturnya.

Poin ketiga, sambung mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini, menyangkut prosedur yang memengaruhi waktu tunggu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time). Untuk memperlancar arus barang di pelabuhan, pemerintah membentuk Indonesia Single Risk Management yang dapat memberikan kepastian usaha, efisiensi waktu, biaya perizinan dan menurunkan dwelling time.

Dia menambahkan ‎di pelabuhan ada barang yang masuk jalur hijau dan jalur merah. Namun yang menjadi persoalan, terdapat 18 kementerian dan lembaga (K/L) yang berwenang memberikan status jalur hijau atau jalur merah.

Masing-masing K/L tersebut, kata dia, memiliki standar dan penilaian sendiri sehingga jika hanya 10 K/L yang mengatakan barang tersebut masuk jalur hijau‎ maka kemungkinan besar barang tersebut akan masuk jalur merah.

"Nah ini harus disatukan menjadi satu standar dan penilaian. Sehingga disamakan standar dan penilaian di semua K/L sehingga menjadi apa yang disebut single risk management. Dengan demikian, ke depan apabila penilaian yang sudah disatukan itu menyatukan hijau ya hijau. Apabila dikatakan masih jalur merah, maka jalur merah," terangnya.

Dengan Indonesia Single Risk Management tersebut, diyakini dwelling time akan berkurang 1 hari. "Data yang ada sampai akhir 2015 dwelling time kita 4,7 hari.‎ Dengan berlakunya Indonesia single risk management, kita perkirakan dwell akan 3,7 hari atau bahkan kurang," ungkapnya.

Poin keempat, mengenai pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan. Sebab, saat ini terdapat 216 industri farmasi yang mendominasi pangsa pasar obat nasional sekitar 76%. Namun, bahan baku obatnya masih 95% dihasilkan dari impor. Begitupun industri alat kesehatan, yang 90% nya masih dari impor.

‎Menurut Darmin, nantinya akan diterbitkan instruksi presiden (inpres) ke berbagai K/L untuk mempercepat kemandirian dan daya saing industri farmasi serta alat kesehatan.

"‎Pemerintah ingin supaya semua itu bukan hanya produknya tapi bahan baku obatnya, alat kesehatannya itu dihasilkan di dalam negeri dan kemudian kita mengusulkan SOP sedemikian rupa sehingga BPJS menggunakan produk obat tsb. Apalagi setelah bahan baku dihasilkan, pasti harga obatnya akan turun lebih rendah lagi," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7713 seconds (0.1#10.140)