Indef Sindir Isi Paket Kebijakan Ekonomi XI

Rabu, 30 Maret 2016 - 14:56 WIB
Indef Sindir Isi Paket Kebijakan Ekonomi XI
Indef Sindir Isi Paket Kebijakan Ekonomi XI
A A A
JAKARTA - Paket kebijakan ekonomi jilid XI yang berisikan empat poin dengan tujuan menciptakan iklim usaha semakin kondusif, baik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), industri menengah, ataupun industri besar mendapatkan sindiran dari Institute for Development and Economic Finance (Indef). Menurutnya poin pertama yang berkaitan dengan kredit usaha rakyat (KUR) berorientasi ekspor, dengan bunga sama seperti KUR biasa yakni sekitar 9%. tidak tepat.

(Baca Juga: 4 Poin Paket Kebijakan Jilid XI Diluncurkan Pemerintah)

Ekonom Indef, Dzulfian Syafrian menerangkan alasannya karena saat ini perekonomian dunia sedang dilanda kelesuan dan ketidakpastian. Jepang dan Negara-negara lain sedang mengalami deflasi, ekonomi China sedang turun, recovery Amerika Serikat dinilai berjalan lambat, negara-negara Emerging Markets lain juga mengalami perlambatan.

"Jadi, singkat kata mendorong ekspor di tengah lesunya pasar global itu bak menanam padi di musim kemarau," jelas dia saat dihubungi Rabu (30/3/2016).

Sementara poin kedua terkait dana Investasi Real Estate (DIRE). Dia mempertanyakan alasan kenapa pemerintah begitu ngotot mendorong sektor properti, padahal ekonomi sedang lesu yang berarti daya beli masyarakat untuk membeli atau mencicil properti pasti turun.

"Bahkan, jika kita lihat data lebih mendalam, ketika terjadi pelemahan ekonomi seperti saat ini, kredit macet (NPL) di sektor properti melonjak cukup signfikan, khususnya di KPR subsidi," lanjut dia.

Namun menurutnya hal tersebut wajar karena masyarakat yang mendapat fasilitas KPR subsidi adalah masyarakat berpenghasilan rendah dimana biasanya pekerjaan mereka sangat rentan terhadap gejolak ekonomi. Dia menambahkan ketika ekonomi sedang drop, masyarakat di kelas ini adalah yang paling rentan PHK atau dirumahkan .Alhasil, mereka tidak memiliki pendapatan lagi, minimal pendapatan mereka turun.

Lanjut dia konsekuensinya, mereka tidak mampu untuk membayar cicilan rumah, sehingga akibatnya NPL naik. Oleh karena itu, menurutnya insentif yang berlebihan di sektor properti justru dapat kontraproduktif bagi perekonomian nasional kelak. Dalam konteks Paket Kebijakan XI ini, Pemerintah diminta fokus memberikan insentif dari sisi supply, di tengah melambatnya sisi demand.

"Jika tidak dikelola dengan baik, tidak menutup kemungkinan akan terjadi perekonomian gelembung busa (bubble economy): booming properti di awal, namun kolaps di akhir sebagaimana yang terjadi di AS pada 2008 yaitu krisis properti (subprime morgage crisis) akibat gagal bayar cicilan perumahan," ujar dia.

Sementara terkait pengendalian risiko untuk memperlancar arus barang di pelabuhan (Indonesia Single Risk Management/ISRM) Kebijakan ini mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya dari Indef karena dinilai inefisiensi system logistic Indonedia sangat parah.

"Oleh karena itu, semoga kebijakan ini segera diimplementasikan dan berdampak positif mengingat permasalahan dwelling time khususnya atau logistik pada umumnya adalah salah satu penyebab utama perkeonomian berbiaya tinggi (high cost economy) di Indonesia sehingga kalah bersaing dengan negara lain, bahkan negara tetangga," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5290 seconds (0.1#10.140)