Tax Amnesty Dinilai Instrumen Efektif Repatriasi Modal

Selasa, 10 Mei 2016 - 10:41 WIB
Tax Amnesty Dinilai...
Tax Amnesty Dinilai Instrumen Efektif Repatriasi Modal
A A A
JAKARTA - Pengamat pajak dari Universitas Indonesia (UI), Darussalam menilai pengampunan pajak (tax amnesty) menjadi instrumen efektif terjadinya repatriasi modal dan memperkuat basis pajak baru. Maka, tax amnesty harus menjadi pendahuluan sebelum dilakukan penegakan hukum.

Menurutnya, efektivitas tax amnesty dalam menarik modal (repatriasi) sudah dilakukan di negara lain, seperti Italia, Portugal, Argentina, Yunani, dan Belgia.

"Jadi, sebagai suatu kebijakan tidak ada yang salah. Karena niatnya memang ingin repatriasi modal dan memperkuat basis pajak baru," katanya dalam pesan singkat yang diterima Sindonews di Jakarta, Selasa (10/5/2016).

Tax amnesty dinilai lebih efektif dilakukan dengan cara voluntary (sukarela) ketimbang penegakan hukum. Alasannya, tax amnesty bisa sebagai suatu masa transisi sebelum dilakukannya penegakan hukum yang tegas. "Jadi tax amnesty dulu baru penegakan hukum yang tegas bisa dilakukan," ujarnya.

Pengampunan pajak harus diberikan terlebih dahulu ketimbang penegakan hukum, karena jumlah wajib pajak yang tidak patuh sangat besar. Ketidakpatuhan ini disebabkan banyak hal, misalnya karena ketidaktahuan mengenai kewajiban membayar pajak, kurangnya sosialisasi, sistem admisnistrasi pajak belum sempurna, hukum pajak belum sepenuhnya mencerminkan kepastian dan keadilan.

"Nah, kalau penegakan hukum yang dikedepankan, maka seberapa efektif yang dapat dilakukan, lantas seberapa cepat penegakan hukum yang akan dilakukan, seberapa valid data yang dimiliki, kan belum ketahuan," jelasnya.

Dia menuturkan, dengan hanya 22 juta penduduk Indonesia yang memiliki NPWP dan 9 juta yang melaporkan SPT Tahunan, maka jika tidak ada tax amnesty, jutaan rakyat Indonesia terancam tarif pajak hingga 30% dan denda maksimal 48%.‎

Darussalam juga lebih menekankan bahwa pentingnya tax amnesty sebagai bagian dari reformasi pajak secara keseluruhan bersamaan dengan reformasi atau amandemen UU KUP, PPh, PPN, dan Bea Materai. Nantinya, tarif PPh akan diturunkan di kisaran 17%-20% pasca dilakukannya tax amnesty.

Atasa dasar itu, tax amnesty merupakan starting point dari reformasi pajak keseluruhan, yaitu suatu masa transisi untuk menuju sistem pajak yang lebih baik lagi.

"Fungsi Tax Amnesty ini untuk membawa subjek pajak dan objek pajak yang selama ini belum dikenakan pajak untuk masuk ke dalam sistem administrasi pajak sebagai data. Bukan yang penting jumlah potensi dananya," kata Darussalam.

Hal yang terpenting dalam UU Tax Amnesty adalah adanya satu pasal tertentu yang mengatur tentang manajemen informasi data. Dia mencontohkan Tax Amnesty Filipina, yang di dalamnya ada suatu pasal yang memungkinkan untuk menggunakan hasil dari uang tebusan dari tax amnesty yang dipergunakan untuk mengelola manajemen data tersebut.

"Di FiIipina sebesar 400 juta peso diperuntukkan untuk manajemen informasi tersebut," imbuhnya.

Potensi yang bisa ditarik dari repatriasi, sulit dihitung secara kasar. "Sulit dihitung secara kasaran saya bisa pastikan tidak dapat dihitung dengan tepat berapa besarnya. Yang penting justru seberapa banyak dan menariknya fitur-fitur tax amnesty membuat pemilik dana mau merepatriasi ke Indonesia, misalnya fitur persentase uang tebusan," pungkas Darussalam.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0680 seconds (0.1#10.140)