Solusi Meningkatkan Penerimaan Negara

Selasa, 17 Mei 2016 - 03:25 WIB
Solusi Meningkatkan Penerimaan Negara
Solusi Meningkatkan Penerimaan Negara
A A A
JAKARTA - Penurunan harga minyak menjadi salah satu penyebab penerimaan negara (APBN) menjadi lebih sulit. Pos penerimaan dari migas turun secara signifikan.

Sebab itu, pemerintah harus mencari alternatif penerimaan, salah satunya adalah dengan terus menggenjot dan mengoptimalisasi penerimaan perpajakan. "Ini karena tax ratio kita masih sangat rendah. Apalagi jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga," ujar ekonom Indef Dzulfian Syafrian, Senin (16/5/2016).

Dia mengatakan, kekhawatiran pemerintah akan terjadinya shortfall penerimaan negara terlihat dari ngototnya mereka menggolkan RUU Tax Amnesty. Selain itu, penurunan harga minyak juga akan menghambat berkembangnya energi-energi alternatif dan terbaharukan (alternative and renewable energies), seperti biofuel, biodiesel, dan sebagainya. Energi alternatif akan kalah bersaing selama harga minyak masih terjangkau.

"Tidak seperti bulan-bulan sebelumnya, secara month-to-month kinerja ekspor Indonesia pada April 2016 justru mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya. Secara YoY juga kumulatif ekspor Indonesia pada Januari-April 2016 juga lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Nilai ekspor Indonesia April 2016 mencapai USD11,45 miliar atau turun 3,07" dibanding ekspor bulan sebelumnya," papar Dzulfian.

Secara kumulatif, lanjut dia, nilai ekspor Indonesia Januari-April 2016 mencapai USD45,05 miliar atau menurun 13,63% dibanding periode yang sama tahun lalu, demikian juga ekspor nonmigas mencapai USD40,70 miliar atau menurun hampir 10% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Melihat data ekspor tersebut, kata dia, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih atas turunnya ekspor nonmigas. Hal ini menjadi lampu kuning bagi pemerintah karena permintaan ekspor barang-barang masih lemah karena perekonomian dunia belum pulih. Bahkan, berbagai negara sekarang sedang fokus bagaimana menyelamatkan perekomian mereka masing-masing yang terancam resesi.

Dzulfian mengatakan, jika pelemahan terus terjadi dan recovery tak kunjung datang, neraca perdagangan Indonesia akan semakin terpukul. "Karena itu, strategi terbaik saat ini adalah berbenah rumah kita sendiri, perkuat struktur ekonomi domestik, karena perekonomian global sedang limbung dan sulit diharapkan untuk mendongkrak perekonomian," terangnya.

Ironisnya, kata dia, nilai impor golongan bahan baku/penolong dan barang modal (impor produktif) selama Januari–April 2016 masih mengalami tren penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, masing-masing sebesar hampir 15,38% dan 17,02%.

"Di sisi lain, impor golongan barang konsumsi (impor konsumtif) justru terus mengalami tren peningkatan sebesar 16,42%," imbuhnya.

Data-data tersebut terus mengindikasikan pelemahan secara perlahan tapi pasti produksi industri nasional yang ditunjukkan oleh penurunan impor bahan baku, penolong serta barang modal karena Industri Indonesia sangat bergantung barang-barang impor dalam proses produksinya. Namun, Indonesia terus menjadi negara yang konsumtif atas barang-barang impor yang ditunjukkan oleh naiknya impor barang konsumsi.

"Tren ini sungguh sangat mengkhawatirkan bagi perekonomian nasional dan wajib mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk sesegera mungkin membenahi struktur perekonomian kita," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5190 seconds (0.1#10.140)