Teknologi Tak Mumpuni, Blok Migas Terbesar di RI Tak Terjamah
A
A
A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan, Indonesia belum memiliki teknologi mumpuni untuk mengembangkan ladang gas Blok East Natuna. Padahal, potensi cadangan migas di lokasi tersebut sangat besar, bahkan lebih besar dari Blok Masela, Maluku.
Wakil Kepala SKK Migas Zikrullah mengatakan, Blok Natuna memiliki potensi cadangan gas mencapai 46 trillion cubic feet (TCF). Sementara, Blok Masela hanya memiliki cadangan gas sebesar 10,7 TCF.
Menurutnya, kandugan CO2 di Blok Natuna terlalu tinggi. Bahkan, kandungannya lebih tinggi daripada gas itu sendiri. Sehingga, diperlukan teknologi lebih canggih untuk mengembangkan blok tersebut.
"Ini sebenarnya cerita lama, artinya, kandungan co2-nya itu tinggi bahkan lebih tinggi dari gas metane-nya itu yang dapat dimanfaatkan. Sehingga memerlukan teknologi yang dapat mengolah CO2 yang tinggi, dan itu teknologinya belum kita temukan, yang cocok (belum ditemukan)," katanya di Gedung City Plaza, Jakarta, Kamis (19/5/2016).
Menurutnya, saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum menemukan teknologi tepat untuk mengeksplorasi potensi tersebut. PT Pertamina (Persero) sedianya berminat untuk mengelola blok tersebut, sayangnya belum ada partner yang dapat diajak kerja sama mengelola Blok Natuna.
"Makanya, partner yang ada natuna D-Alpha, itu kan sama pertamina. Tapi PIC-nya kan belum ditunjuk. Saya sulit kasih komen ini karena ranahnya masih di (Ditjen) Migas belum di SKK," pungkasnya.
Wakil Kepala SKK Migas Zikrullah mengatakan, Blok Natuna memiliki potensi cadangan gas mencapai 46 trillion cubic feet (TCF). Sementara, Blok Masela hanya memiliki cadangan gas sebesar 10,7 TCF.
Menurutnya, kandugan CO2 di Blok Natuna terlalu tinggi. Bahkan, kandungannya lebih tinggi daripada gas itu sendiri. Sehingga, diperlukan teknologi lebih canggih untuk mengembangkan blok tersebut.
"Ini sebenarnya cerita lama, artinya, kandungan co2-nya itu tinggi bahkan lebih tinggi dari gas metane-nya itu yang dapat dimanfaatkan. Sehingga memerlukan teknologi yang dapat mengolah CO2 yang tinggi, dan itu teknologinya belum kita temukan, yang cocok (belum ditemukan)," katanya di Gedung City Plaza, Jakarta, Kamis (19/5/2016).
Menurutnya, saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum menemukan teknologi tepat untuk mengeksplorasi potensi tersebut. PT Pertamina (Persero) sedianya berminat untuk mengelola blok tersebut, sayangnya belum ada partner yang dapat diajak kerja sama mengelola Blok Natuna.
"Makanya, partner yang ada natuna D-Alpha, itu kan sama pertamina. Tapi PIC-nya kan belum ditunjuk. Saya sulit kasih komen ini karena ranahnya masih di (Ditjen) Migas belum di SKK," pungkasnya.
(izz)