Dorong Reformasi Investasi, ADB Kucuri RI Pinjaman Rp6,58 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) menyetujui penyaluran pinjaman sebesar USD500 juta atau setara Rp6,58 triliun (kurs Rp13.100/USD) kepada Indonesia, setelah pemerintah menjalankan berbagai reformasi kebijakan untuk mengurangi hambatan investasi. Selain itu upaya mendorong kerjasama publik-swasta (public-private partnership), yang diperlukan guna merangsang pengembangan sektor swasta dan meningkatkan partisipasi swasta dalam proyek infrastruktur.
Pinjaman tersebut, yang merupakan pinjaman kedua ADB di bawah Program Peningkatan Investasi untuk Percepatan Pertumbuhan (Stepping up Investments for Growth Acceleration Program), akan dilengkapi dengan pembiayaan bersama yang nilainya setara USD224,6 juta dari KfW Bankengruppe, Jerman.
"Di tahap pertama program, KfW telah memberikan pembiayaan paralel senilai USD245 juta," ujar Direktur ADB untuk Indonesia Steven Tabor dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Dia menambahkan, Indonesia sudah mengambil sejumlah langkah penting dalam meningkatkan iklim investasi, termasuk mencabut penghambat Kerjasama Publik-Swasta dan memangkas kerumitan peraturan. Sementara terkait terbitnya dua belas paket reformasi ekonomi sejak September 2015, menurutnya, sudah menunjukkan tekad pemerintah untuk melakukan perbaikan besar-besaran terhadap iklim investasi.
Peraturan yang memberatkan, serta biaya tinggi untuk mendirikan dan menjalankan usaha, lanjut dia telah menghambat investasi baru dan mengakibatkan Indonesia hanya berada di peringkat 109 dari 189 negara dalam laporan Bank Dunia tahun 2016 tentang kemudahan menjalankan usaha. "Peringkat ini jauh di bawah negara-negara tetangga di kawasan yang sama," katanya.
Menurut dia Indonesia perlu menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru, agar bisa kembali ke jalur pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih inklusif. Apalagi, investasi swasta berperan sangat penting untuk mendorong perekonomian yang kuat dan lebih terdiversifikasi.
Steven mengungkapkan, tahap pertama program reformasi pemerintah mencakup penetapan batas kepemilikan asing yang lebih tinggi di bidang transportasi darat, perkapalan dan pengelolaan pelabuhan; pembentukan kantor khusus untuk merumuskan kebijakan pengadaan lahan; dan pengembangan kerangka untuk sistem pengadaan secara elektronik (e-procurement).
Di tahap kedua reformasi, berbagai langkah diambil untuk mengurangi pembatasan investasi, merampingkan proses memulai dan menjalankan usaha, serta memperluas jenis kerjasama publik-swasta.
"Sedangkan tahap ketiga program ini, yang akan dilaksanakan mulai Juli 2016 hingga Juni 2018, akan mencakup langkah-langkah lanjutan guna memperluas reformasi berbasis bukti, meningkatkan kemudahan menjalankan usaha, menguatkan kerjasama publik-swasta, dan meningkatkan sistem pemerintah untuk pengadaan secara elektronik," tambah Ekonom di Departemen Asia Tenggara ADB Rabin Hattari.
Pinjaman tersebut, yang merupakan pinjaman kedua ADB di bawah Program Peningkatan Investasi untuk Percepatan Pertumbuhan (Stepping up Investments for Growth Acceleration Program), akan dilengkapi dengan pembiayaan bersama yang nilainya setara USD224,6 juta dari KfW Bankengruppe, Jerman.
"Di tahap pertama program, KfW telah memberikan pembiayaan paralel senilai USD245 juta," ujar Direktur ADB untuk Indonesia Steven Tabor dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Dia menambahkan, Indonesia sudah mengambil sejumlah langkah penting dalam meningkatkan iklim investasi, termasuk mencabut penghambat Kerjasama Publik-Swasta dan memangkas kerumitan peraturan. Sementara terkait terbitnya dua belas paket reformasi ekonomi sejak September 2015, menurutnya, sudah menunjukkan tekad pemerintah untuk melakukan perbaikan besar-besaran terhadap iklim investasi.
Peraturan yang memberatkan, serta biaya tinggi untuk mendirikan dan menjalankan usaha, lanjut dia telah menghambat investasi baru dan mengakibatkan Indonesia hanya berada di peringkat 109 dari 189 negara dalam laporan Bank Dunia tahun 2016 tentang kemudahan menjalankan usaha. "Peringkat ini jauh di bawah negara-negara tetangga di kawasan yang sama," katanya.
Menurut dia Indonesia perlu menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru, agar bisa kembali ke jalur pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih inklusif. Apalagi, investasi swasta berperan sangat penting untuk mendorong perekonomian yang kuat dan lebih terdiversifikasi.
Steven mengungkapkan, tahap pertama program reformasi pemerintah mencakup penetapan batas kepemilikan asing yang lebih tinggi di bidang transportasi darat, perkapalan dan pengelolaan pelabuhan; pembentukan kantor khusus untuk merumuskan kebijakan pengadaan lahan; dan pengembangan kerangka untuk sistem pengadaan secara elektronik (e-procurement).
Di tahap kedua reformasi, berbagai langkah diambil untuk mengurangi pembatasan investasi, merampingkan proses memulai dan menjalankan usaha, serta memperluas jenis kerjasama publik-swasta.
"Sedangkan tahap ketiga program ini, yang akan dilaksanakan mulai Juli 2016 hingga Juni 2018, akan mencakup langkah-langkah lanjutan guna memperluas reformasi berbasis bukti, meningkatkan kemudahan menjalankan usaha, menguatkan kerjasama publik-swasta, dan meningkatkan sistem pemerintah untuk pengadaan secara elektronik," tambah Ekonom di Departemen Asia Tenggara ADB Rabin Hattari.
(akr)