Petani Garam Terdesak Garam Impor Australia
A
A
A
CIREBON - Sebanyak 25.800 ton garam impor asal Australia masuk ke Cirebon, Jawa Barat. Garam impor tersebut masuk melalui Pelabuhan Cirebon. Ketua Asosiasi Petani Garam Kabupaten Cirebon, Insyaf Supriyadi mengaku, telah mengetahui adanya garam impor yang masuk ke Kabupaten Cirebon.
Menurutnya, impor tersebut sudah rutin dilakukan perusahaan garam sejak lima tahun terakhir, sejumlah 25.000-30.000 ton/tahun. “Tahun ini jumlah garam yang diimpor mencapai 25.800 ton,” katanya, Kamis (4/8/2016).
Semula, pihaknya memang menolak masuknya garam impor ke Kabupaten Cirebon. Namun, pihaknya terpaksa menerima karena impor garam tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan garam konsumsi kualitas satu.
Sementara garam yang dihasilkan petani garam di Kabupaten Cirebon selama ini hanya bisa mencapai kualitas dua. Untuk mengatasinya, dia berharap pemerintah mengatasi masalah di seputar produksi garam. Caranya dengan memperbaiki tata kelola garam untuk meningkatkan kualitas garam lokal.
“Di Kabupaten Cirebon khususnya, masalah yang selama ini dialami petani garam terutama menyangkut rendahnya kualitas garam,” cetusnya.
Rendahnya kualitas garam itu di antaranya tampak dari segi warna maupun tingkat kekeringan kristalisasinya. Dari segi warna, kualitas garam petani di Kabupaten Cirebon kurang putih yang diakibatkan kotornya air laut.
Selain itu, tingkat kekeringan kristalisasinya pun kurang. Dia menyatakan, kondisi itu karena petani langsung memanen garamnya saat baru jadi akibat terdesak kebutuhan ekonomi sehari-hari.
Untuk memperbaiki kualitas garam, dia berharap agar pantai sepanjang 4-6 kilometer atau mulai dari Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, segera dibangun breakwater. Langkah itu dipandang dapat mencegah abrasi yang membuat air laut kotor masuk ke areal tambak garam.
“Sebenarnya sudah lama kami sampaikan ke instansi terkait tapi sampai sekarang belum direalisasikan,” tuturnya.
Tak hanya membantu mengatasi masalah garam, pemerintah pun diharapkan memperbaiki program bantuan kepada petani garam. Selama ini, bantuan peralatan untuk peningkatan produksi dan kualitas garam yang dikucurkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tak bisa dimanfaatkan petani garam di Kabupaten Cirebon
Hal itu karena bantuan baru diberikan kala petani sudah tak membutuhkannya. Bantuan itu di antaranya berupa geo isolator membran. Alat tersebut berupa lembaran semacam plastik yang dipasang pada tambak garam.
Berdasarkan analisa, geo isolator membran bisa meningkatkan produksi dan kualitas garam. Namun, bantuan geo isolator membran baru datang pada September. Padahal, proses penggarapan garam sudah dimulai sejak Juni.
Selain geo isolator membran, sambungnya, bantuan lain dari pemerintah pusat yang terlambat datang berupa program pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR). Menurutnya, program itu pun baru dikucurkan setelah masa produksi dimulai.
Akibatnya, program PUGAR yang semestinya bisa meningkatkan produksi dan kualitas garam hingga berdampak pada meningkatnya kesejahteraan petani garam pun menjadi tak efektif. Akibat tak tepat waktu, tingkat keberhasilan program itu hanya sekitar 10%.
Selain tak tepat waktu, bantuan dari pemerintah pusat bagi petani garam pun banyak yang tak tepat sasaran. Dia mencontohkan, petani penggarap yang menggarap lahan tahun lalu namun tidak tahun ini, ternyata tetap memperoleh bantuan karena sebelumnya sudah terdata.
“Makanya pemerintah harus membenahi agar semua bantuan tepat sasaran,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Cirebon, Revolindo, membenarkan kapal tongkang yang bersandar di Pelabuhan Cirebon mengangkut garam impor dari Australia. Namun, menurutnya, pengiriman garam impor tidaklah rutin.
“Setahu saya, pengirimannya hanya ketika dibutuhkan saja, tidak rutin,” katanya meyakinkan.
Menurutnya, impor tersebut sudah rutin dilakukan perusahaan garam sejak lima tahun terakhir, sejumlah 25.000-30.000 ton/tahun. “Tahun ini jumlah garam yang diimpor mencapai 25.800 ton,” katanya, Kamis (4/8/2016).
Semula, pihaknya memang menolak masuknya garam impor ke Kabupaten Cirebon. Namun, pihaknya terpaksa menerima karena impor garam tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan garam konsumsi kualitas satu.
Sementara garam yang dihasilkan petani garam di Kabupaten Cirebon selama ini hanya bisa mencapai kualitas dua. Untuk mengatasinya, dia berharap pemerintah mengatasi masalah di seputar produksi garam. Caranya dengan memperbaiki tata kelola garam untuk meningkatkan kualitas garam lokal.
“Di Kabupaten Cirebon khususnya, masalah yang selama ini dialami petani garam terutama menyangkut rendahnya kualitas garam,” cetusnya.
Rendahnya kualitas garam itu di antaranya tampak dari segi warna maupun tingkat kekeringan kristalisasinya. Dari segi warna, kualitas garam petani di Kabupaten Cirebon kurang putih yang diakibatkan kotornya air laut.
Selain itu, tingkat kekeringan kristalisasinya pun kurang. Dia menyatakan, kondisi itu karena petani langsung memanen garamnya saat baru jadi akibat terdesak kebutuhan ekonomi sehari-hari.
Untuk memperbaiki kualitas garam, dia berharap agar pantai sepanjang 4-6 kilometer atau mulai dari Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, segera dibangun breakwater. Langkah itu dipandang dapat mencegah abrasi yang membuat air laut kotor masuk ke areal tambak garam.
“Sebenarnya sudah lama kami sampaikan ke instansi terkait tapi sampai sekarang belum direalisasikan,” tuturnya.
Tak hanya membantu mengatasi masalah garam, pemerintah pun diharapkan memperbaiki program bantuan kepada petani garam. Selama ini, bantuan peralatan untuk peningkatan produksi dan kualitas garam yang dikucurkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tak bisa dimanfaatkan petani garam di Kabupaten Cirebon
Hal itu karena bantuan baru diberikan kala petani sudah tak membutuhkannya. Bantuan itu di antaranya berupa geo isolator membran. Alat tersebut berupa lembaran semacam plastik yang dipasang pada tambak garam.
Berdasarkan analisa, geo isolator membran bisa meningkatkan produksi dan kualitas garam. Namun, bantuan geo isolator membran baru datang pada September. Padahal, proses penggarapan garam sudah dimulai sejak Juni.
Selain geo isolator membran, sambungnya, bantuan lain dari pemerintah pusat yang terlambat datang berupa program pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR). Menurutnya, program itu pun baru dikucurkan setelah masa produksi dimulai.
Akibatnya, program PUGAR yang semestinya bisa meningkatkan produksi dan kualitas garam hingga berdampak pada meningkatnya kesejahteraan petani garam pun menjadi tak efektif. Akibat tak tepat waktu, tingkat keberhasilan program itu hanya sekitar 10%.
Selain tak tepat waktu, bantuan dari pemerintah pusat bagi petani garam pun banyak yang tak tepat sasaran. Dia mencontohkan, petani penggarap yang menggarap lahan tahun lalu namun tidak tahun ini, ternyata tetap memperoleh bantuan karena sebelumnya sudah terdata.
“Makanya pemerintah harus membenahi agar semua bantuan tepat sasaran,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Cirebon, Revolindo, membenarkan kapal tongkang yang bersandar di Pelabuhan Cirebon mengangkut garam impor dari Australia. Namun, menurutnya, pengiriman garam impor tidaklah rutin.
“Setahu saya, pengirimannya hanya ketika dibutuhkan saja, tidak rutin,” katanya meyakinkan.
(ven)