Kenaikan Harga Rokok Bakal Picu Peningkatan Inflasi
A
A
A
YOGYAKARTA - Wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp50.000 per bungkus yang kemungkinan besar akan segera dilakukan pemerintah dipastikan memicu angka inflasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pasalnya selama ini rokok merupakan salah satu pemicu dari inflasi meskipun sebenarnya di wilayah ini rokok tidak begitu diperhitungkan.
(Baca Juga: Industri Rokok Diramal CITA Mati Total Imbas Kenaikan Harga)
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta Arif Budi Santosa mengaku, sampai saat ini pihaknya belum mendapat kepastian terkait dengan rencana kenaikan harga rokok tersebut. Dia menerangkan baru mendapatkan kabar kenaikan tersebut dari media sosial yang selama beredar di wilayahnya. Dan untuk memastikannya memang harus menunggu keterangan resmi dari pemerintah.
"Saya itu baru melihat di media sosial. Kalau resmi belum ada,"tuturnya, Selasa (23/8/2016).
Meski begitu lanjut dia, jika harga rokok dinaikkan maka diyakini menyebabkan inflasi lebih besar daripada sebelumnya. Dijelaskan rokok selama ini menjadi penyumbang inflasi di daerah. Apalagi rokok seperti diketahui menjadi konsumsi berbagai kalangan. Bahkan, warga-warga miskin selama ini pengeluaran rokok masih selalu ada dalam item konsumsi mereka.
(Baca Juga: Cukai Naik, Negara Bisa Rugi Triliunan Rupiah Akibat Rokok Ilegal)
Karena konsumsi rokok masih tinggi, maka dipastikan akan memicu angka inflasi. Namun berapa besaran berapa kenaikan penyumbang inflasi tersebut, dia belum bisa memastikannya. Sebab, besaran kenaikan harga rokok tersebut juga belum ada kepastian. Dia berharap dengan kenaikan rokok ini nanti akan mengurangi pengeluaran masyarakat.
Hanya saja lanjutnya, kenaikan harga rokok tersebut memicu angka inflasi pada bulan ketika rokok dinaikkan. Dan inflasi tersebut akan kembali normal atau turun kembali seperti sebelum ada kenaikan harga rokok. Oleh karena itu dia tidak terlalu khawatir kenaikan harga rokok akan mengakibatkan harga-harga komoditas lain juga naik.
"Naiknya (Inflasi) itu sesaat saja, pada saat kenaikan diberlakukan. Setelah itu normal kembali," tuturnya.
(Baca Juga: Industri Rokok Diramal CITA Mati Total Imbas Kenaikan Harga)
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta Arif Budi Santosa mengaku, sampai saat ini pihaknya belum mendapat kepastian terkait dengan rencana kenaikan harga rokok tersebut. Dia menerangkan baru mendapatkan kabar kenaikan tersebut dari media sosial yang selama beredar di wilayahnya. Dan untuk memastikannya memang harus menunggu keterangan resmi dari pemerintah.
"Saya itu baru melihat di media sosial. Kalau resmi belum ada,"tuturnya, Selasa (23/8/2016).
Meski begitu lanjut dia, jika harga rokok dinaikkan maka diyakini menyebabkan inflasi lebih besar daripada sebelumnya. Dijelaskan rokok selama ini menjadi penyumbang inflasi di daerah. Apalagi rokok seperti diketahui menjadi konsumsi berbagai kalangan. Bahkan, warga-warga miskin selama ini pengeluaran rokok masih selalu ada dalam item konsumsi mereka.
(Baca Juga: Cukai Naik, Negara Bisa Rugi Triliunan Rupiah Akibat Rokok Ilegal)
Karena konsumsi rokok masih tinggi, maka dipastikan akan memicu angka inflasi. Namun berapa besaran berapa kenaikan penyumbang inflasi tersebut, dia belum bisa memastikannya. Sebab, besaran kenaikan harga rokok tersebut juga belum ada kepastian. Dia berharap dengan kenaikan rokok ini nanti akan mengurangi pengeluaran masyarakat.
Hanya saja lanjutnya, kenaikan harga rokok tersebut memicu angka inflasi pada bulan ketika rokok dinaikkan. Dan inflasi tersebut akan kembali normal atau turun kembali seperti sebelum ada kenaikan harga rokok. Oleh karena itu dia tidak terlalu khawatir kenaikan harga rokok akan mengakibatkan harga-harga komoditas lain juga naik.
"Naiknya (Inflasi) itu sesaat saja, pada saat kenaikan diberlakukan. Setelah itu normal kembali," tuturnya.
(akr)