Kinerja BPR di Jawa Tengah Meningkat
A
A
A
SEMARANG - Perkembangan kinerja BPR dan BPR Syariah pada semester I tahun 2016 di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai masih cukup baik, dibandingkan daerah lain di Indonesia.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jateng dan Yogyakarta, Panca Hadi Suryatno mengatakan secara umum kinerja BPR di Jateng cukup baik. Potensi pasar Jateng juga sangat besar.
OJK mencatat, hingga semester satu tahun ini, jumlah BPR di Jawa Tengah mencapai 252 unit sedangkan BPR Syariah (BPRS) sebanyak 26 unit dengan jumlah aset sebesar Rp23,9 triliun, dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp17,8 triliun, dan kredit sebesar Rp18,9 triliun.
“Secara year on year (y-o-y) atau tahunan ada pertumbuhan kinerja. Secara rincian, untuk aset tumbuh 16,14%, DPK tumbuh 18,94 %, dan kredit tumbuh 9,54 %,” katanya disela-sela kegiatan Evaluasi Kinerja BPR/S Semester I tahun 2016 dan sharing session dengan tema “Membangun BPR/S yang Unggul” di Hotel Crown Semarang, Kamis (25/8/2016).
Panca mengatakan, dengan digulirkannya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 9% dan kredit dari Bank BPD Jateng dengan bunga 7%, perkembangan BPR kedepan semakin berat.
Namun Panca melihat, dengan adanya program pemerintah tersebut, mau tidak mau BPR harus mulai melakukan sejumlah efisiensi dan mencari sumber dana yang relatif lebih murah. “Memang yang jelas jika mengacu pada LPS bunga kredit BPR adalah sekitar 9,25 %, namun bisa lebih kecil,” ucapnya.
Meski secara umum kinerja BPR mengalami peningkatan, namun dari sisi Noan Performance Loan (NPL) BPR juga mengalami peningkatan dari sebelumnya 6,58% menjadi 6,85 di atas Nasional sebenar sebesar 6,53%. “Ini juga menjadi perhatian khusus bagi OJK,” imbuhnya.
Dijelaskannya, sampai saat ini ada tiga BPR yang dinilai tidak sehat dan lima BPR yang kurang sehat dan menjadi perhatian serius bagi OJK dan akan intens melakukan pengawasan.
“Setelah dari hasil pengawasan offside kami, bisa melihat perkembangan NPL, kemudian akan didalami untuk mengetahui penyebab kondisi BPR tidak sehat dan jika ditemukan permasalahan akan masuk ke pengawasan khusus OJK,” katanya.
Bagi BPR yang masuk dalam pengawasan khusus OJK, maka akan diberikan waktu 180 hari untuk mengembalikan batas modal minimun atau CAR. Jika dalam waktu yang ditentukan kondisinya belum membaik, maka OJK akan diusulkan pada LPS apakah akan diselamatkan atau tidak.
”Jika tidak maka kita akan cabut izin usahanya. Biasanya yang terjadi selama ini kondisi BPR yang tidak sehat akibat fraud alias kecurangan,” tandasnya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jateng dan Yogyakarta, Panca Hadi Suryatno mengatakan secara umum kinerja BPR di Jateng cukup baik. Potensi pasar Jateng juga sangat besar.
OJK mencatat, hingga semester satu tahun ini, jumlah BPR di Jawa Tengah mencapai 252 unit sedangkan BPR Syariah (BPRS) sebanyak 26 unit dengan jumlah aset sebesar Rp23,9 triliun, dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp17,8 triliun, dan kredit sebesar Rp18,9 triliun.
“Secara year on year (y-o-y) atau tahunan ada pertumbuhan kinerja. Secara rincian, untuk aset tumbuh 16,14%, DPK tumbuh 18,94 %, dan kredit tumbuh 9,54 %,” katanya disela-sela kegiatan Evaluasi Kinerja BPR/S Semester I tahun 2016 dan sharing session dengan tema “Membangun BPR/S yang Unggul” di Hotel Crown Semarang, Kamis (25/8/2016).
Panca mengatakan, dengan digulirkannya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 9% dan kredit dari Bank BPD Jateng dengan bunga 7%, perkembangan BPR kedepan semakin berat.
Namun Panca melihat, dengan adanya program pemerintah tersebut, mau tidak mau BPR harus mulai melakukan sejumlah efisiensi dan mencari sumber dana yang relatif lebih murah. “Memang yang jelas jika mengacu pada LPS bunga kredit BPR adalah sekitar 9,25 %, namun bisa lebih kecil,” ucapnya.
Meski secara umum kinerja BPR mengalami peningkatan, namun dari sisi Noan Performance Loan (NPL) BPR juga mengalami peningkatan dari sebelumnya 6,58% menjadi 6,85 di atas Nasional sebenar sebesar 6,53%. “Ini juga menjadi perhatian khusus bagi OJK,” imbuhnya.
Dijelaskannya, sampai saat ini ada tiga BPR yang dinilai tidak sehat dan lima BPR yang kurang sehat dan menjadi perhatian serius bagi OJK dan akan intens melakukan pengawasan.
“Setelah dari hasil pengawasan offside kami, bisa melihat perkembangan NPL, kemudian akan didalami untuk mengetahui penyebab kondisi BPR tidak sehat dan jika ditemukan permasalahan akan masuk ke pengawasan khusus OJK,” katanya.
Bagi BPR yang masuk dalam pengawasan khusus OJK, maka akan diberikan waktu 180 hari untuk mengembalikan batas modal minimun atau CAR. Jika dalam waktu yang ditentukan kondisinya belum membaik, maka OJK akan diusulkan pada LPS apakah akan diselamatkan atau tidak.
”Jika tidak maka kita akan cabut izin usahanya. Biasanya yang terjadi selama ini kondisi BPR yang tidak sehat akibat fraud alias kecurangan,” tandasnya.
(ven)