Tax Amnesty Jadi Andalan Baru Bank Isi Kekurangan Likuiditas
A
A
A
PASURUAN - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa hingga Juni 2016 dana pihak ketiga (DPK) perbankan baru terkumpul sebesar Rp4.574 triliun atau hanya tumbuh 5,90 persen (YoY). Angka ini jauh lebih rendah bila dibandingkan pertumbuhan DPK pada periode yang sama di tahun lalu yang sebesar 12,65 persen (YoY).
Seretnya arus DPK ini pada gilirannya akan berdampak pada kekeringan likuiditas sehingga mengharuskan perbankan memutar otak mencari sumber pendanaan lain. Sementara fungsi intermediasi pun mulai mendekati batas atas toleransi (92 persen) dengan rasio LDR (loan to deposit ratio) saat ini sebesar 91,19 persen.
"Pertumbuhan DPK ini juga diluar kebiasaan. Pertumbuhan DPK perbankan nasional pada tahun-tahun sebelumnya selalu tumbuh dua digit," ujar Deputi Direktur Pengembangan dan Pengawasan Manajemen Krisis OJK Aslan Lubis saat Training dan Gathering Wartawan Jasa Keuangan di Bromo Cottages, Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu (27/8).
Penurunan itu ujar aslan, bukanlah disebabkan adanya kebijakan pembatasan bunga deposito pada Bank BUKU III dan BUKU IV dan mulai beralihnya investor ke instrumen investasi pasar modal.
Untuk diketahui, secara month to month (mtm) pertumbuhan deposito perbankan menurun sebesar 0,84%. Kendati begitu porsi deposito masih mendominasi dalam DPK perbankan yakni 45,54%, diikuti tabungan 31,02% dan giro 23,44%.
Sementara untuk menutupi kekurangan likuiditas akibat DPK yang seret, Aslan menilai, perbankan tinggal bergantung pada keberhasilan program pengampunan pajak atau amnesti pajak. Tercatat, hingga 26 Agustus 2016 dana repatriasi dari program tersebut baru mencapai Rp7,66 triliun.
Jika program andalan pemerintah tersebut tak berhasil, kata dia, likuditas perbankan akan tetap tertolong asalkan tidak terjadi pulang dana asing ke negera asal atau capital outflow.
"Kita tertolong dengan pertumbuhan ekonomi dengan arus modal masuk sehingga inflow deras masuk dan membantu ketersediaan likuditas," tuturnya.
Seretnya arus DPK ini pada gilirannya akan berdampak pada kekeringan likuiditas sehingga mengharuskan perbankan memutar otak mencari sumber pendanaan lain. Sementara fungsi intermediasi pun mulai mendekati batas atas toleransi (92 persen) dengan rasio LDR (loan to deposit ratio) saat ini sebesar 91,19 persen.
"Pertumbuhan DPK ini juga diluar kebiasaan. Pertumbuhan DPK perbankan nasional pada tahun-tahun sebelumnya selalu tumbuh dua digit," ujar Deputi Direktur Pengembangan dan Pengawasan Manajemen Krisis OJK Aslan Lubis saat Training dan Gathering Wartawan Jasa Keuangan di Bromo Cottages, Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu (27/8).
Penurunan itu ujar aslan, bukanlah disebabkan adanya kebijakan pembatasan bunga deposito pada Bank BUKU III dan BUKU IV dan mulai beralihnya investor ke instrumen investasi pasar modal.
Untuk diketahui, secara month to month (mtm) pertumbuhan deposito perbankan menurun sebesar 0,84%. Kendati begitu porsi deposito masih mendominasi dalam DPK perbankan yakni 45,54%, diikuti tabungan 31,02% dan giro 23,44%.
Sementara untuk menutupi kekurangan likuiditas akibat DPK yang seret, Aslan menilai, perbankan tinggal bergantung pada keberhasilan program pengampunan pajak atau amnesti pajak. Tercatat, hingga 26 Agustus 2016 dana repatriasi dari program tersebut baru mencapai Rp7,66 triliun.
Jika program andalan pemerintah tersebut tak berhasil, kata dia, likuditas perbankan akan tetap tertolong asalkan tidak terjadi pulang dana asing ke negera asal atau capital outflow.
"Kita tertolong dengan pertumbuhan ekonomi dengan arus modal masuk sehingga inflow deras masuk dan membantu ketersediaan likuditas," tuturnya.
(dol)