Pertumbuhan Harga Properti di Yogyakarta Melambat

Kamis, 01 September 2016 - 02:11 WIB
Pertumbuhan Harga Properti di Yogyakarta Melambat
Pertumbuhan Harga Properti di Yogyakarta Melambat
A A A
YOGYAKARTA - Pertumbuhan harga properti di Yogyakarta mengalami perlambatan. Dalam survei yang dilakukan Bank Indonesia (BI), pertumbuhan harga properti di Yogyakarta pada triwulan kedua ini lebih lambat dibanding dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan tersebut juga terjadi jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Deputi Kepala Perwakilan BI Daerah Istimewa Yogyakarta, Hilman Tisnawan mengungkapkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan kedua 2016 hanya 0,18% dan IHPR tahunan 1,60%. Hal ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya.

Untuk triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun lalu, kata Hilman, mencapai 0,28% dan 2,03%.

Berdasarkan tipe rumah, kenaikan harga rumah terendah terjadi pada rumah tipe besar 1,49%, sementara tipe rumah menengah mengalamikenaikan harga paling tinggi yaitu sebesar 1,69%.

Kendati demikian, ia memperkirakan pada triwulan ketiga 2016 ini, peningkatan harga properti resindensial akan lebih tinggi dibanding dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, penggunaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih menjadi sumber pembiayaan dominan bagi konsumen dalam pembelian properti resindesial.

Dengan suku bunga rata-rata 9% hingga 11,75%, KPR kini masih diminati oleh masyarakat Yogyakarta. Sementara dari sisi pengembang, dana internal masih menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti residensial.

Dalam survei ini, BI melakukan survei kepada 40 orang pengembang. Beberapa hal yang ditanyakan di antaranya mencakup data harga jual rumah, jumlah unit rumah yang dibangun dan rumah yang terjual pada triwulan tersebut, serta perkiraan harga jual rumah dalam triwulan berikutnya.

Adapun beberapa klasifikasi bangunan rumah untuk tipe kecil mencakup luas bangunan sampai dengan 36 meter persegi. “Kalau menengah di atas 36 meter persegi hingga 70 meter, sementara tipe besar adalah luas bangunan di atas 70 meter persegi,” paparnya, Rabu (31/8/2016).

Hilman mengatakan, perlambatan pertumbuhan tersebut tidak lepas dari kondisi ekonomi yang tengah mengalami kelesuan. Melemahnya kondisi perekonomian Indonesia belakangan ini memang berpengaruh terhadap iklim bisnis properti di Yogyakarta. Akibat penurunan ekonomi ini, penjualan unit perumahan dari para pengembang yang tergabung dalam organisasi Realestate Indonesia (REI) juga mengalami penurunan.

Salah satu pengurus REI Yogyakarta, Ilham Muhammad Nur mengakui jika pada triwulan kedua tahun ini tren penjualan perumahan mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Ia mencatat, akibat perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini, transaksi penjualan properti anggota REI Yogyakarta mengalami penurunan setidaknya hingga 50%. Kondisi ini jelas memperburuk kinerja mereka yang juga bergantung pada suplai dana dari pihak ketiga. "Kami sebagian besar membiaya proyek perumahan menggunakan modal pinjaman,” tuturnya.

Meski permintaan melambat, tetapi harga properti di Yogyakarta terus mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut tidak lepas dari harga lahan yang juga selalu mengalami peningkatan setiap saat.

Karena itu, bisnis perumahan di Yogyakarta memang masih memiliki prospek yang cukup bagus hingga beberapa tahun ke depan. Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata terkemuka di Indonesia menjadi magnet tersendiri untuk bisnis properti.

“Dalam beberapa dekade terakhir bisnis properti terkonsentrasi pada hunian tapak atau perumahan horizontal, kini perlahan-lahan terjadi pergeseran dari market properti. Saat ini, salah satu penunjang pertumbuhan kredit perumahan adalah kredit hunian vertikal. Beberapa tahun terakhir, Yogyakarta mulai tumbuh apartemen,” papar Hilman.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4302 seconds (0.1#10.140)