Ini Alasan Sektor Pertanian Sulit Dapat KUR
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) mengungkap alasan di balik sulitnya sektor pertanian mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Letak sektor pertanian yang hampir seluruhnya berada di pinggiran desa menjadi penyebab, sehingga akses masyarakat untuk memperoleh pembiayaan jadi sangat terbatas.
Sekretaris Kemenkop UKM Agus Muharram mengatakan, penyaluran KUR didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa. Kedua sektor ini lebih bisa dijangkau oleh perbankan penyalur KUR yang saat ini baru hanya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) saja.
Data per 31 Agustus 2016 lalu, kata dia, penyaluran KUR untuk sektor perdagangan mencapai 68%. Sementara sektor jasa sebesar 10,86% dan untuk sektor pertanian 15,51%.
"Itu masalah akses saja, KUR itu banyak di kota karena sektor perdagangan dan jasa, adanya di kota baik kota kecil menengah atau besar. Sehingga akses mudah dicapai," ujarnya di Jakarta.
Lebih lanjut dia plafon KUR sektor pertanian skala besar dan menengah yang hanya maksimal Rp25 juta tahun dinilai belum memenuhi kebutuhan. Akibatnya, petani akan mencari sumber pendanaan lain selain KUR.
Dia menambahkan plafon senilai itu bagi petani kecil juga belum bisa dimaksimalkan. Apalagi program pemerintah seperti bantuan untuk petani skala kecil telah banyak diluncurkan.
Karena itu, Agus menyampaikan, plafon KUR akan dinaikkan menjadi maksimal Rp50 juta dengan bunga hanya 7% pada tahun depan. Langkah ini dilakukan agar petani besar dan menengah bisa mengakses dana KUR.
"Belum cukup kalau hanya Rp25 juta, maka tahun depan diupayakan menjadi Rp50 juta. Padahal, untuk bertani seluas 1 hektare itu butuh sekitar Rp13,4 juta. Jadi petani skala besar dan menengah, ya tentu tidak bisa dipakai untuk beli traktor dan lain-lainya," pungkasnya.
Sekretaris Kemenkop UKM Agus Muharram mengatakan, penyaluran KUR didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa. Kedua sektor ini lebih bisa dijangkau oleh perbankan penyalur KUR yang saat ini baru hanya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) saja.
Data per 31 Agustus 2016 lalu, kata dia, penyaluran KUR untuk sektor perdagangan mencapai 68%. Sementara sektor jasa sebesar 10,86% dan untuk sektor pertanian 15,51%.
"Itu masalah akses saja, KUR itu banyak di kota karena sektor perdagangan dan jasa, adanya di kota baik kota kecil menengah atau besar. Sehingga akses mudah dicapai," ujarnya di Jakarta.
Lebih lanjut dia plafon KUR sektor pertanian skala besar dan menengah yang hanya maksimal Rp25 juta tahun dinilai belum memenuhi kebutuhan. Akibatnya, petani akan mencari sumber pendanaan lain selain KUR.
Dia menambahkan plafon senilai itu bagi petani kecil juga belum bisa dimaksimalkan. Apalagi program pemerintah seperti bantuan untuk petani skala kecil telah banyak diluncurkan.
Karena itu, Agus menyampaikan, plafon KUR akan dinaikkan menjadi maksimal Rp50 juta dengan bunga hanya 7% pada tahun depan. Langkah ini dilakukan agar petani besar dan menengah bisa mengakses dana KUR.
"Belum cukup kalau hanya Rp25 juta, maka tahun depan diupayakan menjadi Rp50 juta. Padahal, untuk bertani seluas 1 hektare itu butuh sekitar Rp13,4 juta. Jadi petani skala besar dan menengah, ya tentu tidak bisa dipakai untuk beli traktor dan lain-lainya," pungkasnya.
(akr)