Holding BUMN Energi Butuh Penguatan Payung Hukum
A
A
A
JAKARTA - Rencana holding BUMN energi yang diusung Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dinilai harus mempunyai landasan hukum yang jelas. Menurut Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (KAHMI) pembentukan perusahaan induk seharusnya diatur Undang-undang (UU) tidak hanya sebatas Peraturan Pemerintah (PP).
“Holding BUMN energi haruslah mempunyai payung hukum yang kuat dan jelas di bawah UU BUMN. Tidak cukup hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah saja tanpa adanya referensi yang kuat terhadap UU di atasnya,” ujar Ketua Dewan Penasehat Majelis Nasional KAHMI Akbar Tanjung di Jakarta Jumat (4/11/2016).
(Baca Juga: Bentuk Holding, Rini Pastikan Tak PHK Pegawai BUMN)
Menurutnya saat ini Komisi VI DPR RI sedang membahas perubahan UU BUMN yang merupakan Prolegnas Prioritas tahun 2016. Lanjut dia sebaiknya pembentukan holding BUMN energi tidak terburu-buru menunggu hingga selesainya pembahasan perubahan UU BUMN di Komisi VI DPR.
“Tantangan sektor energi di Tanah Air sangat kompleks, dimana ketergantungan terhadap energi fosil terutama minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi. Sebab itu kebijakan holding harus diperhatikan secara cermat sehingga berkontribusi jelas terhadap perekonomian nasional,” katanya.
Sementara Ketua Departemen Ristek dan Sumber Daya Mineral, Majelis Nasional KAHMI Lukman Malanuang menambahkan rencana pembentukan holding BUMN seharusnya dikaji secara matang dan bertujuan luas tidak sebatas konsolidasi aset sehingga hanya meningkatkan utang korporasi. Holding BUMN yang nantinya membawahi perusahaan BUMN di sektor energi ini harus mampu memastikan tercapainya target bauran energi yang tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional.
“Total konsumsi dan upaya memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan belum berjalan sebagaimana mestinya. Ketergantungan terhadap energi fosil terutama minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi yaitu sebesar 96% masih mencakup minyak bumi 48%, gas 18% dan batubara 30%,” katanya.
Lukman menambahkan oleh sebab itu rencana pembentukan holding BUMN energi diperlukan pengkajian secara mendalam supaya tidak hanya sebatas konsolidasi aset tapi harus memperhatikan tata kelola energi dimasa mendatang. Menurut dia holding energi jangan sampai hanya menyuburkan perilaku pemburu rente, penumpang gelap, serta hanya menguntungkan pihak tertentu dengan tujuan menguntungkan segilintir orang atau golongan tertentu.
“Untuk itu prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas harus pula dikedepankan sehingga holding BUMN energi nantinya bisa diawasi dan dikontrol oleh seluruh pemangku kepentingan,” pungkasnya.
“Holding BUMN energi haruslah mempunyai payung hukum yang kuat dan jelas di bawah UU BUMN. Tidak cukup hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah saja tanpa adanya referensi yang kuat terhadap UU di atasnya,” ujar Ketua Dewan Penasehat Majelis Nasional KAHMI Akbar Tanjung di Jakarta Jumat (4/11/2016).
(Baca Juga: Bentuk Holding, Rini Pastikan Tak PHK Pegawai BUMN)
Menurutnya saat ini Komisi VI DPR RI sedang membahas perubahan UU BUMN yang merupakan Prolegnas Prioritas tahun 2016. Lanjut dia sebaiknya pembentukan holding BUMN energi tidak terburu-buru menunggu hingga selesainya pembahasan perubahan UU BUMN di Komisi VI DPR.
“Tantangan sektor energi di Tanah Air sangat kompleks, dimana ketergantungan terhadap energi fosil terutama minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi. Sebab itu kebijakan holding harus diperhatikan secara cermat sehingga berkontribusi jelas terhadap perekonomian nasional,” katanya.
Sementara Ketua Departemen Ristek dan Sumber Daya Mineral, Majelis Nasional KAHMI Lukman Malanuang menambahkan rencana pembentukan holding BUMN seharusnya dikaji secara matang dan bertujuan luas tidak sebatas konsolidasi aset sehingga hanya meningkatkan utang korporasi. Holding BUMN yang nantinya membawahi perusahaan BUMN di sektor energi ini harus mampu memastikan tercapainya target bauran energi yang tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional.
“Total konsumsi dan upaya memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan belum berjalan sebagaimana mestinya. Ketergantungan terhadap energi fosil terutama minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi yaitu sebesar 96% masih mencakup minyak bumi 48%, gas 18% dan batubara 30%,” katanya.
Lukman menambahkan oleh sebab itu rencana pembentukan holding BUMN energi diperlukan pengkajian secara mendalam supaya tidak hanya sebatas konsolidasi aset tapi harus memperhatikan tata kelola energi dimasa mendatang. Menurut dia holding energi jangan sampai hanya menyuburkan perilaku pemburu rente, penumpang gelap, serta hanya menguntungkan pihak tertentu dengan tujuan menguntungkan segilintir orang atau golongan tertentu.
“Untuk itu prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas harus pula dikedepankan sehingga holding BUMN energi nantinya bisa diawasi dan dikontrol oleh seluruh pemangku kepentingan,” pungkasnya.
(akr)