OJK Sebut Risiko Kredit Bermasalah Sudah Menurun

Senin, 07 November 2016 - 23:10 WIB
OJK Sebut Risiko Kredit Bermasalah Sudah Menurun
OJK Sebut Risiko Kredit Bermasalah Sudah Menurun
A A A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, risiko kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) sudah mulai menurun. Tercatat, per September 2016, NPL sudah berada di posisi 3,1% (gross). Pertumbuhan kredit juga sudah mulai membaik seiring dengan perbaikan resiko kredit bermasalah.

"Mudah-mudahan sudah menyusut risiko kredit karena NPL turun kan per September jadi 3,1 persen. Pertumbuhan kredit sudah menggeliat lagi. Istilahnya ini sudah mantul ke atas. Tapi kita lihat lagi deh, karena kan pertumbuhan ekonomi belum terlalu fantastis, meski tren positifnya sudah kelihatan. NPL turun, kredit naik," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad di Jakarta, Senin (7/11/2016).

Dia melanjutkan, sudah mulai turunnya rasio kredit bermasalah, maka kekhawatiran perbankan terhadap adanya risiko juga berkurang. Sehingga perbankan dirasa perlu meningkatkan alokasi biaya pencadangan.

OJK memprediksi pertumbuhan kredit perbankan hingga akhir tahun akan berkisar di 6-8%. Sementara sektor yang membaik bersumber dari segmen ritel. Namum demikian, meski masih banyak tantangan pada kinerja bisnis perbankan di tahun ini, namun OJK sudah meminta perbankan untuk memitigasi risiko, jika terdapat potensi kenaikan NPL.

Dia masih melihat di kuartal IV-2016 ini, masih ada tantangan dari proses pemulihan ekonomi domestik dan dari dinamika ekonomi global seperti sentimen dari Pemilihan Presiden Amerika Serikat dan ekspetasi kenaikan suku bunga Federal Reserve di Desember 2016. "Ekonomi China dan Jepang juga mengalami persoalan, nah bagaimana caranya menghadapi itu di ekonomi kita," ujar Muliaman.

Maka dari itu, lanjutnya, OJK mendorong industri jasa keuangan agar berperan penting dalam membangun perekonomian Indonesia. Sementara itu, di tengah masih melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik dan ketidakpastian ekonomi global, regulator berharap industri keuangan dapat menjadi aset bagi pembangunan ekonomi nasional.

Menurut dia, tugas membangun pertumbuhan ekonomi domestik tidaklah ringan dan bukan tugas pemerintah semata. "Saya mengajak semua membangun langkah-langkah bersama di industri keuangan agar kita kredibel dan membangun kepercayaan bersama-sama. Industri keuangan harus menjadi aset dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi," jelasnya.

Meski kondisi perekonomian global masih menjadi tantangan bagi industri keuangan nasional, namun dirinya meyakini, bahwa industri jasa keuangan masih mampu memberikan kontribusi terbesar bagi pertumbuhan ekonomi, yaitu mencapai 6% di 2018. Karena itu, OJK mengajak masyarakat agar industri keuangan bisa tumbuh sehat, dengan meluncurkan Masterplan Industri Jasa Keuangan pada beberapa waktu lalu.

Dia memaparkan, terdapat tiga pilar dalam masterplan industri keuangan. Pertama, pelaku usaha menjaga stabilitas industri keuangan melalui penanganan yang profesional dan berpegang pada prinsip good corporate governance (GCG). "Yang bergerak di bidang keuangan jika tidak dikelola dengan baik, saya kira bukan itu yang kita inginkan, saya kita industri keuangan menjadi liability. Terutama pengelolaannya dikelola profesional kemudian didukung tata keuangan yang baik. Dan ini harus kita upayakan secara kesinambungan," paparnya.

Kedua, industri keuangan harus memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian nasional. Perbankan, asuransi, pasar modal harus bisa memiliki peran untuk membangun perekonomian nasional. Jika ini bisa dilakukan, maka peran keuangan nasional akan menjadi kenyataan.

Menurut dia, perlu diciptakan produk-produk kebutuhan lapisan masyarakat, misalkan untuk petani di bidang pembiayaan. "Pasar keuangan kita harus lebih dalam, banyak produk-produk yang harus dipasarkan dalam membangun industri keuangan nasional," imbuh dia.

Ketiga, industri keuangan harus mudah diakses dimana saja, seperti di pulau-pulau, kemudian di desa-desa terpencil dan lainnya. "Industri keuangan harus mudah diakses. Industri keuangan harus inklusif, bukan ekslusif," katanya.

Dia mengaku, semakin meningkatkan per kapita masyarakat, maka semakin banyak keinginan untuk dekat dengan industri keuangan. Permintaan kepada jasa keuangan juga semakin besar. "Permintaan jasa keuangan akan sejalan dengan pendapatan masyarakat. Kita harus mampu membuka akses bagi middle income grup," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6888 seconds (0.1#10.140)