Ewindo-Salim Group Bentuk Perusahaan Penghasil Benih Kentang
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan benih sayuran berbasis teknologi PT East West Seed Indonesia (Ewindo) hari ini menandatangani perjanjian pembentukan perusahaan patungan (joint venture) antara PT Benih Anugrah Sempurna (Ewindo Group) dengan PT Indo Hortikultura Sejahtera (Salim Group).
Kegiatan ini implementasi dari Nota Kesepakatan (MOU) antara kedua belah pihak yang ditandatangani pada 22 April 2016 di Den Haag, Belanda. Penandatanganan perjanjian ini dilaksanakan di sela acara seminar 'Horticulture Next Level and Green Vocational Education' dalam rangka kunjungan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte ke Indonesia.
Managing Director Ewindo Glenn Pardede mengatakan, perusahaan patungan ini bentuk kemitraan strategis yang akan memproduksi benih kentang berkualitas berbasis riset dan teknologi.
"Total investasi pendirian perusahaan ini diperkirakan Rp100 miliar. Benih yang diproduksi diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor benih kentang dan petani dapat memperoleh benih kentang berkualitas agar mendorong kesejahteraan petani kentang di Indonesia," kata dia dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Perusahaan baru ini akan mencapai produksi jangka panjang hingga memenuhi 30% dari total kebutuhan benih kentang nasional. Glenn mengakui ketersediaan benih berkualitas masih menjadi persoalan utama petani kentang di Indonesia saat ini.
Atas dasar itu, dengan adanya pemanfaatan teknologi tinggi, riset dan pengembangan diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani kentang.
"Bukan hanya riset dan teknologi, perusahan ini juga melakukan pengembangan produksi sampai ke pemasaran benih kentang," ujar Glenn.
Perwakilan dari Salim Group Koh Boon Hock mengatakan, kerja sama ini untuk menciptakan rantai pasokan yang berkelanjutan agar tercipta lingkungan, tanaman dan sumber pangan yang lebih baik guna meningkatkan kesejahteraan petani, masyarakat dan pihak berkepentingan lainnya.
"Benih kentang merupakan sarana produksi utama dalam budidaya tanaman, dalam arti penggunaan bibit berkualitas mempunyai peranan sangat menentukan dalam usaha meningkatkan produksi dan mutu hasil. Saat ini, kebutuhan benih kentang nasional mencapai 300.000 ton per tahun dengan nilai sekitar Rp3 triliun," terang dia.
Sebagai informasi, kebutuhan tersebut sebagian besar masih disuplai benih berkualitas rendah. Hal ini menyebabkan produktivitas petani kentang di Indonesia masih rendah yakni hanya 15-17 ton per hektare (ha).
Diharapkan kerja sama ini dapat meningkatkan produktivitas petani kentang menjadi 25 ton per ha. Sebagai pembanding, di Eropa bisa mencapai 50 ton per ha.
Sebagai alternatif sumber pangan, tingkat konsumsi kentang di Indonesia masih rendah yakni 4,7 kg/kapita per tahun, jauh tertinggal dibanding negara lain seperti China sebesar 10 kg/kapita per tahun, Jepang 17 kg/kapita, Amerika 64 kg/kapita, Perancis sebesar 73 kg/kapita dan Inggris 109 kg/kapita.
Pada 2021, pemerintah Indonesia menargetkan konsumsi kentang meningkat menjadi 10 kg/kapita per tahun. "Dengan membaiknya produktivitas petani kentang diharapkan harga kentang segar menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat dan akan menjadi alternatif sumber pangan nasional Indonesia yang lebih baik," tandas Glenn.
Kegiatan ini implementasi dari Nota Kesepakatan (MOU) antara kedua belah pihak yang ditandatangani pada 22 April 2016 di Den Haag, Belanda. Penandatanganan perjanjian ini dilaksanakan di sela acara seminar 'Horticulture Next Level and Green Vocational Education' dalam rangka kunjungan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte ke Indonesia.
Managing Director Ewindo Glenn Pardede mengatakan, perusahaan patungan ini bentuk kemitraan strategis yang akan memproduksi benih kentang berkualitas berbasis riset dan teknologi.
"Total investasi pendirian perusahaan ini diperkirakan Rp100 miliar. Benih yang diproduksi diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor benih kentang dan petani dapat memperoleh benih kentang berkualitas agar mendorong kesejahteraan petani kentang di Indonesia," kata dia dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Perusahaan baru ini akan mencapai produksi jangka panjang hingga memenuhi 30% dari total kebutuhan benih kentang nasional. Glenn mengakui ketersediaan benih berkualitas masih menjadi persoalan utama petani kentang di Indonesia saat ini.
Atas dasar itu, dengan adanya pemanfaatan teknologi tinggi, riset dan pengembangan diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani kentang.
"Bukan hanya riset dan teknologi, perusahan ini juga melakukan pengembangan produksi sampai ke pemasaran benih kentang," ujar Glenn.
Perwakilan dari Salim Group Koh Boon Hock mengatakan, kerja sama ini untuk menciptakan rantai pasokan yang berkelanjutan agar tercipta lingkungan, tanaman dan sumber pangan yang lebih baik guna meningkatkan kesejahteraan petani, masyarakat dan pihak berkepentingan lainnya.
"Benih kentang merupakan sarana produksi utama dalam budidaya tanaman, dalam arti penggunaan bibit berkualitas mempunyai peranan sangat menentukan dalam usaha meningkatkan produksi dan mutu hasil. Saat ini, kebutuhan benih kentang nasional mencapai 300.000 ton per tahun dengan nilai sekitar Rp3 triliun," terang dia.
Sebagai informasi, kebutuhan tersebut sebagian besar masih disuplai benih berkualitas rendah. Hal ini menyebabkan produktivitas petani kentang di Indonesia masih rendah yakni hanya 15-17 ton per hektare (ha).
Diharapkan kerja sama ini dapat meningkatkan produktivitas petani kentang menjadi 25 ton per ha. Sebagai pembanding, di Eropa bisa mencapai 50 ton per ha.
Sebagai alternatif sumber pangan, tingkat konsumsi kentang di Indonesia masih rendah yakni 4,7 kg/kapita per tahun, jauh tertinggal dibanding negara lain seperti China sebesar 10 kg/kapita per tahun, Jepang 17 kg/kapita, Amerika 64 kg/kapita, Perancis sebesar 73 kg/kapita dan Inggris 109 kg/kapita.
Pada 2021, pemerintah Indonesia menargetkan konsumsi kentang meningkat menjadi 10 kg/kapita per tahun. "Dengan membaiknya produktivitas petani kentang diharapkan harga kentang segar menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat dan akan menjadi alternatif sumber pangan nasional Indonesia yang lebih baik," tandas Glenn.
(izz)