GWM Averaging Berikan Fleksibilitas Perbankan Kelola Likuiditas
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai rencana Bank Indonesia (BI) yang akan memberlakukan Giro Wajib Minimum (GWM) secara rata-rata atau GWM Averaging akan membantu perbankan lebih fleksibel dalam mengelola likuiditasnya. Dia memberikan contoh, dalam akhir periode tax amnesty beberapa waktu lalu, banyak perbankan yang kesulitan likuiditas karena pendeklarasian aset dari pajak.
"Jadi ini lebih kepada BI memberikan fleksibilitas untuk perbankan mengelola likuiditasnya. Karena kita tahu sendiri kemarin akhir periode tax amnesty sendiri banyak bank yang kesulitan likuiditas karena ada deklarasi dari pajak," ujar Josua kepada Sindonews di Jakarta.
(Baca Juga: BI Siapkan Aturan GWM Averaging dan Hapus SBI Tahun Depan)
Lanjut dia menerangkan melalui kebijakan pihak bank akan lebih leluasa mengelola likuiditasnya dibandingkan dengan yang saat ini berlaku di mana bank harus membayarkan GWM setiap hari yang jatuh pada akhir hari.
"Saya pikir ke depannya GWM Averaging sebenarnya perbankan ini diberikan kemudahan, jadi tidak harus satu hari itu dia memenuhi GWM-nya. Jadi dalam periode tertentu satu minggu, dua minggu itulah yang saya pikir yang harus dimanage dari perbankan sehingga bisa lebih optimal lagi ya operasi placement misalkan di surat berharga ataupun di instrumen BI lainya," jelasnya.
Senada dengan Josua, beberapa waktu lalu Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo pernah menuturkan bahwa, kebijakan ini akan memberikan ketenangan perbankan dalam mengelola likuiditas yang selalu naik turun setiap waktu.
"Itu bagus, karena memang kita selama ini managing short-term liquiditynya harus ngepasin supaya pas. Dengan GWM Averaging kan kita bisa menjaga supaya kita nggak harus top up," kata Kartika.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja juga merespon hal yang sama, bahwa, untuk ke depannya, kebijakan ini memang diperlukan guna menjaga likuditas di pasar dan mengantisipasi berbagai kemungkinan pengetatan likuiditas. "Ke depan kalau proyek infrastruktur semua bekerja kan likuiditas akan lebih ketat," ujar Jahja.
Jahja memandang kebijakan ini juga akan memberikan efisiensi bagi perbankan dalam mengelola likuiditas, pasalnya nanti ada kemungkinan bank bisa menarik likuiditas dari cadangan (GWM) BI.
"Ya harusnya dong itu kan pake duit sendiri. Untuk bank yang likuditas ketat, kita bisa pake cadangan GWM sendiri daripada dia minjam di pasar. Kalau di pasar kan bunganya lebih mahal dari itu," ungkapnya.
"Jadi ini lebih kepada BI memberikan fleksibilitas untuk perbankan mengelola likuiditasnya. Karena kita tahu sendiri kemarin akhir periode tax amnesty sendiri banyak bank yang kesulitan likuiditas karena ada deklarasi dari pajak," ujar Josua kepada Sindonews di Jakarta.
(Baca Juga: BI Siapkan Aturan GWM Averaging dan Hapus SBI Tahun Depan)
Lanjut dia menerangkan melalui kebijakan pihak bank akan lebih leluasa mengelola likuiditasnya dibandingkan dengan yang saat ini berlaku di mana bank harus membayarkan GWM setiap hari yang jatuh pada akhir hari.
"Saya pikir ke depannya GWM Averaging sebenarnya perbankan ini diberikan kemudahan, jadi tidak harus satu hari itu dia memenuhi GWM-nya. Jadi dalam periode tertentu satu minggu, dua minggu itulah yang saya pikir yang harus dimanage dari perbankan sehingga bisa lebih optimal lagi ya operasi placement misalkan di surat berharga ataupun di instrumen BI lainya," jelasnya.
Senada dengan Josua, beberapa waktu lalu Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo pernah menuturkan bahwa, kebijakan ini akan memberikan ketenangan perbankan dalam mengelola likuiditas yang selalu naik turun setiap waktu.
"Itu bagus, karena memang kita selama ini managing short-term liquiditynya harus ngepasin supaya pas. Dengan GWM Averaging kan kita bisa menjaga supaya kita nggak harus top up," kata Kartika.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja juga merespon hal yang sama, bahwa, untuk ke depannya, kebijakan ini memang diperlukan guna menjaga likuditas di pasar dan mengantisipasi berbagai kemungkinan pengetatan likuiditas. "Ke depan kalau proyek infrastruktur semua bekerja kan likuiditas akan lebih ketat," ujar Jahja.
Jahja memandang kebijakan ini juga akan memberikan efisiensi bagi perbankan dalam mengelola likuiditas, pasalnya nanti ada kemungkinan bank bisa menarik likuiditas dari cadangan (GWM) BI.
"Ya harusnya dong itu kan pake duit sendiri. Untuk bank yang likuditas ketat, kita bisa pake cadangan GWM sendiri daripada dia minjam di pasar. Kalau di pasar kan bunganya lebih mahal dari itu," ungkapnya.
(akr)