Antara Keuangan Negara, Tsunami dan Kepercayaan Luar Negeri
A
A
A
JAKARTA - Tsunami yang menimpa Aceh pada Desember 2004 silam merupakan hal pedih yang tidak terlupakan bagi Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menceritakan kondisi keuangan negara dan tsunami.
Untuk menanggulangi dan memulihkan bencana tsunami, Indonesia memerlukan bantuan dari luar negeri. Namun cerita Sri Mulyani, saat itu Indonesia sempat tidak mendapat kepercayaan dunia untuk membenahi Aceh. Alasannya pihak luar negeri tidak percaya jika Indonesia tidak korupsi.
Agar dapat memperoleh kepercayaan luar negeri di saat keuangan negara belum sebaik sekarang, dan membenahi bencana di Serambi Mekkah, Sri Mulyani mengatakan pemerintah melakukan strategi.
"Saat itu, orang dari manapun tidak percaya Indonesia tidak korupsi. Maka kita buat setting agar mereka menjadi percaya, Caranya dengan memasukkan uang itu ke APBN dalam pembukuan terpisah. Jadi masuk ke akun pemerintah namun jangan sampai disentuh oleh orang yang tidak berhak," jelasnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Secara teknis sudah, masalah lain adalah di lapangan. Tsunami yang menyapu Aceh membuat 30% Pemda Aceh menjadi korban. Sehingga membutuhkan penanganan dan dana yang segera untuk membenahi.
"Pemdanya banyak yang meninggal dan kotanya habis. Sehingga kami menurunkan orang-orang pusat ke sana. Saat kami utarakan kepada dunia, mereka mau membantu sekitar USD13 miliar hingga USD15 miliar. Karena kita sungguh-sungguh membutuhkan, mereka lantas ingin membuktikan bahwa bantuan untuk Indonesia tidak di korupsi. Sehingga kita buat sistem dengan nama trust fund yang bisa dimonitor," katanya.
Dan hasilnya positif. Sri Mulyani mengisahkan Tsunami Aceh mendapat perhatian dunia, baik dalam penanganannya, rehabilitasi dan rekonstruksi. Termasuk penanganan akuntabilitas keuangannya yang menurut Sri Mulyani, termasuk suatu langkah yang sukses di dunia.
"Karena waktu itu, di semua negara maju atau berkembang begitu terjadi bencana alam, itu menjadi lahan korupsi. Itu banyak sekali yang menyumbang tapi jadi lahan korupsi," katanya.
Namun yang dilakukan Indonesia menjadi bahan prestasi sekaligus renungan dan contoh. Indonesia bisa mengelola keuangan untuk bencana dengan kredibilitas yang baik. Rehabilitasi, rekonstruksi dan akuntabilitas dilaksanakan dengan baik.
Sri Mulyani menyebut pencapaian itu, yakni Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) bisa menjadi contoh. Meski saat menutup BBR sempat struggle dalam laporan keuangannya karena aset-aset masih belum komplet, namun berakhir mulus.
Untuk menanggulangi dan memulihkan bencana tsunami, Indonesia memerlukan bantuan dari luar negeri. Namun cerita Sri Mulyani, saat itu Indonesia sempat tidak mendapat kepercayaan dunia untuk membenahi Aceh. Alasannya pihak luar negeri tidak percaya jika Indonesia tidak korupsi.
Agar dapat memperoleh kepercayaan luar negeri di saat keuangan negara belum sebaik sekarang, dan membenahi bencana di Serambi Mekkah, Sri Mulyani mengatakan pemerintah melakukan strategi.
"Saat itu, orang dari manapun tidak percaya Indonesia tidak korupsi. Maka kita buat setting agar mereka menjadi percaya, Caranya dengan memasukkan uang itu ke APBN dalam pembukuan terpisah. Jadi masuk ke akun pemerintah namun jangan sampai disentuh oleh orang yang tidak berhak," jelasnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Secara teknis sudah, masalah lain adalah di lapangan. Tsunami yang menyapu Aceh membuat 30% Pemda Aceh menjadi korban. Sehingga membutuhkan penanganan dan dana yang segera untuk membenahi.
"Pemdanya banyak yang meninggal dan kotanya habis. Sehingga kami menurunkan orang-orang pusat ke sana. Saat kami utarakan kepada dunia, mereka mau membantu sekitar USD13 miliar hingga USD15 miliar. Karena kita sungguh-sungguh membutuhkan, mereka lantas ingin membuktikan bahwa bantuan untuk Indonesia tidak di korupsi. Sehingga kita buat sistem dengan nama trust fund yang bisa dimonitor," katanya.
Dan hasilnya positif. Sri Mulyani mengisahkan Tsunami Aceh mendapat perhatian dunia, baik dalam penanganannya, rehabilitasi dan rekonstruksi. Termasuk penanganan akuntabilitas keuangannya yang menurut Sri Mulyani, termasuk suatu langkah yang sukses di dunia.
"Karena waktu itu, di semua negara maju atau berkembang begitu terjadi bencana alam, itu menjadi lahan korupsi. Itu banyak sekali yang menyumbang tapi jadi lahan korupsi," katanya.
Namun yang dilakukan Indonesia menjadi bahan prestasi sekaligus renungan dan contoh. Indonesia bisa mengelola keuangan untuk bencana dengan kredibilitas yang baik. Rehabilitasi, rekonstruksi dan akuntabilitas dilaksanakan dengan baik.
Sri Mulyani menyebut pencapaian itu, yakni Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) bisa menjadi contoh. Meski saat menutup BBR sempat struggle dalam laporan keuangannya karena aset-aset masih belum komplet, namun berakhir mulus.
(ven)