Pemerintah Tolak Dua Permintaan Inpex di Blok Masela
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menolak dua permintaan Inpex Corporation di Blok Masela, Maluku. Dua permintaan tersebut adalah moratorium masa kontrak dan penambahan kapasitas produksi.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Inpex meminta ada moratorium kontrak selama 10 tahun, dari sebelumnya berakhir pada 2028 menjadi 2038. Moratorium ini sebagai kompensasi dari perubahan skema pengembangan Blok Masela dari kilang di laut (offshore) menjadi kilang di darat (onshore).
Namun, kata Luhut, pemerintah tidak akan mengabulkan permintaan Inpex mengenai moratorium tersebut. Kompensasi memang akan diberikan namun tidak sampai 10 tahun seperti yang diinginkan Inpex. (Baca: Luhut Desak Australia Bayar Kompensasi Pencemaran Minyak Montara)
"Soal kompensasi 10 tahun yang diminta Inpex, kita sudah ada jalan keluarnya. Enggak kita kasih kalau 10 tahun," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (5/12/2016).
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menambahkan, permintaan Inpex mengenai peningkatan produksi menjadi 9,5 juta ton per tahun (mtpa) juga tidak akan dikabulkan. Kapasitas produksi memang akan ditingkatkan namun tidak mencapai 9,5 juta ton per tahun.
Inpex meminta peningkatan kapasitas produksi tersebut agar tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) mencapai 15%. Padahal, dalam proposal rencana pengembangan lapangan (PoD) awal, kapasitas produksinya hanya 2,5 mtpa.
Menurutnya, pemerintah akan meningkatkan produksinya di atas 7,5 juta ton per tahun, namun tidak akan sampai 9,5 juta ton. Peningkatan produksi tersebut dikarenakan ada permintaan dari Kementerian Perindustrian agar produksi Masela bisa dialokasikan ke industri turunan (downstream).
"Plannya (peningkatan kapasitas produksi) itu di atas 7,5 juta ton tapi ada permintaan dari Kemenperin, kalau sebagian itu dialokasikan ke industri downstream, seperti petrokimia dan sebagainya. Ini lagi dihitung butuhnya berapa tambahnya. Kira-kira akan lebih dari itu, tapi enggak banyak. Enggak mungkin sampai 9,5 juta ton," tandasnya.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Inpex meminta ada moratorium kontrak selama 10 tahun, dari sebelumnya berakhir pada 2028 menjadi 2038. Moratorium ini sebagai kompensasi dari perubahan skema pengembangan Blok Masela dari kilang di laut (offshore) menjadi kilang di darat (onshore).
Namun, kata Luhut, pemerintah tidak akan mengabulkan permintaan Inpex mengenai moratorium tersebut. Kompensasi memang akan diberikan namun tidak sampai 10 tahun seperti yang diinginkan Inpex. (Baca: Luhut Desak Australia Bayar Kompensasi Pencemaran Minyak Montara)
"Soal kompensasi 10 tahun yang diminta Inpex, kita sudah ada jalan keluarnya. Enggak kita kasih kalau 10 tahun," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (5/12/2016).
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menambahkan, permintaan Inpex mengenai peningkatan produksi menjadi 9,5 juta ton per tahun (mtpa) juga tidak akan dikabulkan. Kapasitas produksi memang akan ditingkatkan namun tidak mencapai 9,5 juta ton per tahun.
Inpex meminta peningkatan kapasitas produksi tersebut agar tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) mencapai 15%. Padahal, dalam proposal rencana pengembangan lapangan (PoD) awal, kapasitas produksinya hanya 2,5 mtpa.
Menurutnya, pemerintah akan meningkatkan produksinya di atas 7,5 juta ton per tahun, namun tidak akan sampai 9,5 juta ton. Peningkatan produksi tersebut dikarenakan ada permintaan dari Kementerian Perindustrian agar produksi Masela bisa dialokasikan ke industri turunan (downstream).
"Plannya (peningkatan kapasitas produksi) itu di atas 7,5 juta ton tapi ada permintaan dari Kemenperin, kalau sebagian itu dialokasikan ke industri downstream, seperti petrokimia dan sebagainya. Ini lagi dihitung butuhnya berapa tambahnya. Kira-kira akan lebih dari itu, tapi enggak banyak. Enggak mungkin sampai 9,5 juta ton," tandasnya.
(ven)