Alasan Pemerintah Naikkan PPN Rokok di Awal Tahun
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerangkan alasan, di balik keputusan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPn) rokok dari 8,7% menjadi 9,1% yang berlaku per 1 Januari 2017. Tarif tersebut lebih tinggi dibanding 2016 yang dipatok 8,7% dan 2015 sebesar 8,4%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan, kenaikan ini semata untuk menyetarakan besarannya dengan produk lain seperti makanan dan minuman. Lanjut dia selama ini tarif PPN rokok berada di bawah tarif PPN produk makanan dan minuman yang sebesar 10%.
Namun penetapan tarif PPN pada rokok tidak menggunakan mekanisme pajak masukan dan keluaran seperti produk lain. "Loh kan biasanya PPN itu 10%, dengan cara pajak masukan dan pajak keluaran. Tapi untuk rokok dikenakan secara final di produsen," jelas Kepala BKF Suahasil di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Menurutnya, jika pengenaan PPN pada rokok menggunakan mekanisme pajak masukan dan pajak keluaran, maka tarifnya bisa mencapai 10%. Namun karena PPN rokok hanya dikenakan pada produsen, maka dikenakan pajak final yang besarannya dinaikkan menjadi 9,1% atau setara dengan 10%.
"Kalau dia tidak mengikuti sistem pajak masukan dan keluaran, hanya diambil di ujung, di produsen, tidak pajak masukan dan keluaran lagi itu ratenya yang setara dengan 10% di sistem pajak masukan dan keluaran ratenya itu 9,1%," paparnya.
Suahasil meyakini, kenaikan PPN untuk produk rokok ini tidak akan mengerek inflasi nasional. "Tidak (berdampak ke inflasi), kecil ah. Itu kan dari 8,7% ke 9,1%, naik 0,4%," ungkap dia.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan, kenaikan ini semata untuk menyetarakan besarannya dengan produk lain seperti makanan dan minuman. Lanjut dia selama ini tarif PPN rokok berada di bawah tarif PPN produk makanan dan minuman yang sebesar 10%.
Namun penetapan tarif PPN pada rokok tidak menggunakan mekanisme pajak masukan dan keluaran seperti produk lain. "Loh kan biasanya PPN itu 10%, dengan cara pajak masukan dan pajak keluaran. Tapi untuk rokok dikenakan secara final di produsen," jelas Kepala BKF Suahasil di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Menurutnya, jika pengenaan PPN pada rokok menggunakan mekanisme pajak masukan dan pajak keluaran, maka tarifnya bisa mencapai 10%. Namun karena PPN rokok hanya dikenakan pada produsen, maka dikenakan pajak final yang besarannya dinaikkan menjadi 9,1% atau setara dengan 10%.
"Kalau dia tidak mengikuti sistem pajak masukan dan keluaran, hanya diambil di ujung, di produsen, tidak pajak masukan dan keluaran lagi itu ratenya yang setara dengan 10% di sistem pajak masukan dan keluaran ratenya itu 9,1%," paparnya.
Suahasil meyakini, kenaikan PPN untuk produk rokok ini tidak akan mengerek inflasi nasional. "Tidak (berdampak ke inflasi), kecil ah. Itu kan dari 8,7% ke 9,1%, naik 0,4%," ungkap dia.
(akr)