AS Resmi Keluar dari Perjanjian Dagang TPP
A
A
A
NEW YORK - Amerika Serikat (AS) secara resmi mengumumkan secara resmi keluar dari perjanjian dagang Trans Pacific Partnership (TPP), sebagai strategi untuk melindungi tenaga kerja AS. Pernyataan ini disampaikan oleh Gedung Putih tidak lama setelah pelantihan Donald Trump sebagai Presiden AS pada Jumat (20/1) waktu setempat.
Dilansir ABC, Sabtu (21/1/2017) pihak pemerintah Trump menuturkan bahwa mundurnya AS dalam kesepakatan 12 negara dalam TPP untuk mencegah kerugian yang lebih besar dialami negara dengan ekonomi terbesar dunia tersbut. "Kami membatalkan semua rencana kerja sama yang bisa merugikan dan membahayakan pekerja AS," bunyi pernyataan Gedung Putih.
Lebih lanjut mereka mengatakan Trump berkomitmen untuk melakukan negosiasi ulang kesepakatan perdagangan lain, North American Free Trade Agreement (NAFTA), yang ditandatangani pada tahun 1994 oleh Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. "Sudah terlalu lama, Amerika telah dipaksa untuk menerima transaksi perdagangan yang menempatkan kepentingan orang dalam dan elit Washington atas kerja keras para pria dan wanita dari negara ini," katanya.
"Akibatnya, banyak warga AS yang menyaksikan penutupan pabrik di kotanya dan perusahaan yang memberikan bayaran tinggi juga pindah ke luar negeri. Akibatnya, warga AS menghadapi kesulitan keuangan ketika Amerika menghadapi defisit perdagangan dan hancurnya basis sektor manufaktur,” kata Gedung Putih.
Karena hal tersebut, NAFTA akan dijadikan Pemerintahan Trump sebagai dorongan untuk menumbuhkan ekonomi AS dan mengembalikan jutaan pekerjaan ke Amerika. Pihak Trump menegaskan NAFTA juga harus berdasarkan kesepakatan yang adil yang kini sedang dalam tahap negosiasi.
Sebelumnya TPP merupakan pilar ekonomi utama dari pemerintahan Obama yang dijadikan poros untuk wilayah Asia-Pasifik dalam menghadapi China. Keputusan ini AS ini disesalkan oleh beberapa pihak ketika sebelumnya Trump sempat mengkritik praktik dagang China dan bakal memaksakan tarif tinggi untuk impor dari China. Hal ini dikhawatirkan bakal menimbulkan perang dagang antara China dan AS.
Dilansir ABC, Sabtu (21/1/2017) pihak pemerintah Trump menuturkan bahwa mundurnya AS dalam kesepakatan 12 negara dalam TPP untuk mencegah kerugian yang lebih besar dialami negara dengan ekonomi terbesar dunia tersbut. "Kami membatalkan semua rencana kerja sama yang bisa merugikan dan membahayakan pekerja AS," bunyi pernyataan Gedung Putih.
Lebih lanjut mereka mengatakan Trump berkomitmen untuk melakukan negosiasi ulang kesepakatan perdagangan lain, North American Free Trade Agreement (NAFTA), yang ditandatangani pada tahun 1994 oleh Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. "Sudah terlalu lama, Amerika telah dipaksa untuk menerima transaksi perdagangan yang menempatkan kepentingan orang dalam dan elit Washington atas kerja keras para pria dan wanita dari negara ini," katanya.
"Akibatnya, banyak warga AS yang menyaksikan penutupan pabrik di kotanya dan perusahaan yang memberikan bayaran tinggi juga pindah ke luar negeri. Akibatnya, warga AS menghadapi kesulitan keuangan ketika Amerika menghadapi defisit perdagangan dan hancurnya basis sektor manufaktur,” kata Gedung Putih.
Karena hal tersebut, NAFTA akan dijadikan Pemerintahan Trump sebagai dorongan untuk menumbuhkan ekonomi AS dan mengembalikan jutaan pekerjaan ke Amerika. Pihak Trump menegaskan NAFTA juga harus berdasarkan kesepakatan yang adil yang kini sedang dalam tahap negosiasi.
Sebelumnya TPP merupakan pilar ekonomi utama dari pemerintahan Obama yang dijadikan poros untuk wilayah Asia-Pasifik dalam menghadapi China. Keputusan ini AS ini disesalkan oleh beberapa pihak ketika sebelumnya Trump sempat mengkritik praktik dagang China dan bakal memaksakan tarif tinggi untuk impor dari China. Hal ini dikhawatirkan bakal menimbulkan perang dagang antara China dan AS.
(akr)