Efek Hasil Pilpres AS, Ekspor Bakal Naik Tapi Investasi Bisa Terhambat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat Negeri Paman Sam tengah menanti pemimpin baru melalui pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) . Siapakah yang terpilih di antara Donald Trump dari Partai Republik atau Joe Biden dari Partai Demokrat? Hasilnya bukan hanya akan memengaruhi kehidupan masyarakat AS, tapi juga dunia karena keberadaannya sebagai negara adi daya, termasuk Indonesia .
(Baca Juga: Ekonomi AS Bangkit dari Resesi, Apa Pengaruhnya ke Indonesia? )
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dari sisi kebijakan manufaktur, baik Biden maupun Trump akan cenderung menerapkan kebijakan yang inward-looking, meskipun dengan derajat yang berbeda. Hal ini tercermin dari beberapa slogan mereka, seperti “American First” dari sisi Trump, sementara dari sisi Biden, “Made in All of America”, yang keduanya menekankan tentang prioritas pemerintah AS terhadap manufaktur domestik.
"Kesamaan keduanya juga terlihat dari sentimen yang disajikan terkait invasi produk dari Tiongkok. Keduanya menganggap bahwa produk dari Tiongkok mengganggu aktivitas manufaktur di AS. Khusus Biden, akan cenderung menekan Tiongkok melalui protokol multilateral, dan tidak menekankan pada kebijakan tarif, meskipun tidak disebutkan pula bahwa ia akan menunda kebijakan tarif AS," kata Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Ia juga menekankan, bahwa kerjasama dengan negara dekat AS harus diperkuat, sehingga selain Tiongkok, sangat mungkin kerjasama dagang antara AS dan negara lainnya dapat membaik.
"Dengan kebijakan dagang keduanya yang masih cenderung menganggap Tiongkok sebagai kompetitor, maka diperkirakan pengenaan kebijakan dagang kepada Tiongkok tidak banyak berubah, meskipun mungkin bila Biden yang terpilih, maka pendekatannya akan cenderung lebih lunak," katanya.
(Baca Juga: Trump Vs Biden, Lebih Untung Mana Buat Indonesia? )
Dari sisi tersebut, diperkirakan ketika Biden menang, maka tensi dagang akan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kepemimpinan Trump. Rendahnya tensi dagang ini kemudian akan menolong nilai komoditas global secara umum dan juga menopang stabilitas pasar keungan global.
"Kedua hal ini akan menguntungkan ekspor dan nilai tukar Indonesia," katanya.
Sementara itu di sisi lain, rendahnya tensi dagang tersebut akan membuat para investor di China tidak terinsentif untuk memindahkan pabriknya ke negara lain. "Hal ini kemudian berpotensi menghambat arus aliran FDI di Indonesia," tandasnya.
(Baca Juga: Ekonomi AS Bangkit dari Resesi, Apa Pengaruhnya ke Indonesia? )
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dari sisi kebijakan manufaktur, baik Biden maupun Trump akan cenderung menerapkan kebijakan yang inward-looking, meskipun dengan derajat yang berbeda. Hal ini tercermin dari beberapa slogan mereka, seperti “American First” dari sisi Trump, sementara dari sisi Biden, “Made in All of America”, yang keduanya menekankan tentang prioritas pemerintah AS terhadap manufaktur domestik.
"Kesamaan keduanya juga terlihat dari sentimen yang disajikan terkait invasi produk dari Tiongkok. Keduanya menganggap bahwa produk dari Tiongkok mengganggu aktivitas manufaktur di AS. Khusus Biden, akan cenderung menekan Tiongkok melalui protokol multilateral, dan tidak menekankan pada kebijakan tarif, meskipun tidak disebutkan pula bahwa ia akan menunda kebijakan tarif AS," kata Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Ia juga menekankan, bahwa kerjasama dengan negara dekat AS harus diperkuat, sehingga selain Tiongkok, sangat mungkin kerjasama dagang antara AS dan negara lainnya dapat membaik.
"Dengan kebijakan dagang keduanya yang masih cenderung menganggap Tiongkok sebagai kompetitor, maka diperkirakan pengenaan kebijakan dagang kepada Tiongkok tidak banyak berubah, meskipun mungkin bila Biden yang terpilih, maka pendekatannya akan cenderung lebih lunak," katanya.
(Baca Juga: Trump Vs Biden, Lebih Untung Mana Buat Indonesia? )
Dari sisi tersebut, diperkirakan ketika Biden menang, maka tensi dagang akan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kepemimpinan Trump. Rendahnya tensi dagang ini kemudian akan menolong nilai komoditas global secara umum dan juga menopang stabilitas pasar keungan global.
"Kedua hal ini akan menguntungkan ekspor dan nilai tukar Indonesia," katanya.
Sementara itu di sisi lain, rendahnya tensi dagang tersebut akan membuat para investor di China tidak terinsentif untuk memindahkan pabriknya ke negara lain. "Hal ini kemudian berpotensi menghambat arus aliran FDI di Indonesia," tandasnya.
(akr)