Kinerja Berkilau, Pencopotan Dirut Pertamina Dipertanyakan DPR
A
A
A
JAKARTA - Pencopotan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang dari pucuk kepemimpinan PT Pertamina (Persero) dipertanyakan Wakil Komisi VII DPR Satya W Yudha. Pasalnya menurut dia kinerja Pertamina selama dua tahun terakhir cukup bagus di tengah penurunan harga minyak dunia.
“Kalau kita lihat performance keuangan Pertamina cukup bagus di tengah turunnya harga minyak dunia. Berarti adanya dualisme kelompok di Pertamina memang benar, sehingga fungsi komunikasi antar direksi menjadi terganggu,” ujar dia, kepada SINDO, di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
(Baca Juga: Pencopotan Dirut dan Wadirut Pertamina Atas Persetujuan Jokowi)
Dia berharap pemilihan dirut Pertamina yang baru harus mampu mempertahankan kinerja yang sudah baik saat ini. Pemegang saham dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga diminta mampu menjaga hubungan harmonis dengan direksi Pertamina.
Politisi dari Parta Golkar ini juga meminta kepada pemegang saham supaya penunjukan dirut Pertamina dilakukan secara profesional, berpengalaman di industri migas, diutamakan dari internal Pertamina dan bebas dari segala kepentingan. “Dengan mengutamakan internal dan mengerti industri migas supaya bisa melanjutkan kinerja sebelumnya,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Pakar ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta Fahmy Radhi menilai pencopotan pucuk pimpinan di tubuh Pertamina merupakan skenario Menteri BUMN Rini Soemarno. Ditaruhnya Ahmad Bambang sebagai wadirut saat itu disengaja supaya terjadi tumpang tindih mengambil keputusan, sehingga tercipta hubungan yang tidak harmonis antar dewan direksi.
“Saya melihat matahari kembar sengaja diciptakan supaya terjadi tumpang tindih pengendali keputusan di Pertamina yang akhirnya membuat Dwi Sotjipto tidak nyaman. Pencopotan ini merupakan puncak dari upaya yang sudah dilakukan sistemik oleh Menteri BUMN supaya lebih leluasa mengendalikan Pertamina sesuai kemaunnya sendiri,” paparnya.
(Baca Juga: Kekompakan Jadi Alasan Pencopotan Dirut dan Wadirut Pertamina)
Mantan anggota tim anti mafia migas ini menyayangkan keputusan pemegang saham mencopot Dwi Soetjipto dari pucuk kepemimpinan. Di tengah kinerja yang baik seharusnya mendapat dukungan penuh, bukan sebaliknya didramatisir lalu jabatannya dicopot seolah-olah terjadi pertengkaran ditingkat direksi.
“Saya menyayangkan keputusan ini diamini presiden. Padahal manuver-manuver Rini Soemarno sering merugikan Jokowi,” tandasnya.
Dia menjelaskan, di bawah kepemimpinan Dwi Soetjipto kinerja keuangan perusahaan sangat bagus di tengah merosotnya harga minyak dunia. Hal itu dibuktikan dengan pencapaian laba Pertamina pada 2016 mencapai USD1,8 miliar. Bahkan ketika perusahaan migas lain melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), Dwi Soetjipto memilih melakukan efisiensi di segala lini sehingga tidak mengorbankan karyawan Pertamina.
“Mungkin kebijakan ini tidak disukai oleh mereka para pemburu rente yang selama ini menggunakan kepentingan Pertamina sebagai sapi perah kemudian memanfaatkan kondisi ini untuk menurunkan Dwi Soetjipto,” ujarnya.
Lebih lanjut dia pun beranggapan, keseriusan program pembangunan kilang juga menjadi alasan dilengserkannya Dwi Soetjipto. Pasalnya jika kilang terbangun jatah pemburu rente akan berkurang dalam impor BBM. Mantan bos Semen Indonesia itu dianggap tidak main-main akan mewujudkan pembangunan kilang BBM di dalam negeri untuk menghimpit celah para mafia.
“Hasil kajian tim anti mafia migas menemukan bahwa mafia migas bermain mark up impor BBM. Semakin besar impor maka pemburu rente semakin besar. Sebab itu, mafia migas di dalam Pertamina berusaha agar pembangunan kilang sebisa mungkin tidak dilakukan,” tandasnya.
Bahkan untuk menjatuhkan pucuk pimpinan Pertamina, imbuh Fahmi, belum lama ini telah dihembuskan isu rusaknya sejumlah kilang Pertamina sehingga direksi harus memutuskan impor solar sebanyak 1,2 juta barel sehingga rugi hingga triliunan rupiah.
Oleh sebab itu pihaknya berharap pemegang saham menunjuk dirut Pertamina yang baru dari kalangan profesional, berintegritas tinggi punya komitmen menutup celah mafia, independen dan tidak terkait partai atau kelompok tertentu. Jangan sampai mengangkat dirut sebagai pion saja kemudian semaunya bisa dikendalikan.
“Harus diingat bahwa Pertamina tidak hanya setor deviden tapi juga menjalankan BBM satu harga, program pembangunan kilang, akuisisi sektor hulu dan ekspansi ke luar negeri. Kalau yang dipasang hanya pion kemudian jadi sapi perah, maka yang dikorbankan Pertamina dan negara juga yang dirugikan,” pungkas dia.
“Kalau kita lihat performance keuangan Pertamina cukup bagus di tengah turunnya harga minyak dunia. Berarti adanya dualisme kelompok di Pertamina memang benar, sehingga fungsi komunikasi antar direksi menjadi terganggu,” ujar dia, kepada SINDO, di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
(Baca Juga: Pencopotan Dirut dan Wadirut Pertamina Atas Persetujuan Jokowi)
Dia berharap pemilihan dirut Pertamina yang baru harus mampu mempertahankan kinerja yang sudah baik saat ini. Pemegang saham dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga diminta mampu menjaga hubungan harmonis dengan direksi Pertamina.
Politisi dari Parta Golkar ini juga meminta kepada pemegang saham supaya penunjukan dirut Pertamina dilakukan secara profesional, berpengalaman di industri migas, diutamakan dari internal Pertamina dan bebas dari segala kepentingan. “Dengan mengutamakan internal dan mengerti industri migas supaya bisa melanjutkan kinerja sebelumnya,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Pakar ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta Fahmy Radhi menilai pencopotan pucuk pimpinan di tubuh Pertamina merupakan skenario Menteri BUMN Rini Soemarno. Ditaruhnya Ahmad Bambang sebagai wadirut saat itu disengaja supaya terjadi tumpang tindih mengambil keputusan, sehingga tercipta hubungan yang tidak harmonis antar dewan direksi.
“Saya melihat matahari kembar sengaja diciptakan supaya terjadi tumpang tindih pengendali keputusan di Pertamina yang akhirnya membuat Dwi Sotjipto tidak nyaman. Pencopotan ini merupakan puncak dari upaya yang sudah dilakukan sistemik oleh Menteri BUMN supaya lebih leluasa mengendalikan Pertamina sesuai kemaunnya sendiri,” paparnya.
(Baca Juga: Kekompakan Jadi Alasan Pencopotan Dirut dan Wadirut Pertamina)
Mantan anggota tim anti mafia migas ini menyayangkan keputusan pemegang saham mencopot Dwi Soetjipto dari pucuk kepemimpinan. Di tengah kinerja yang baik seharusnya mendapat dukungan penuh, bukan sebaliknya didramatisir lalu jabatannya dicopot seolah-olah terjadi pertengkaran ditingkat direksi.
“Saya menyayangkan keputusan ini diamini presiden. Padahal manuver-manuver Rini Soemarno sering merugikan Jokowi,” tandasnya.
Dia menjelaskan, di bawah kepemimpinan Dwi Soetjipto kinerja keuangan perusahaan sangat bagus di tengah merosotnya harga minyak dunia. Hal itu dibuktikan dengan pencapaian laba Pertamina pada 2016 mencapai USD1,8 miliar. Bahkan ketika perusahaan migas lain melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), Dwi Soetjipto memilih melakukan efisiensi di segala lini sehingga tidak mengorbankan karyawan Pertamina.
“Mungkin kebijakan ini tidak disukai oleh mereka para pemburu rente yang selama ini menggunakan kepentingan Pertamina sebagai sapi perah kemudian memanfaatkan kondisi ini untuk menurunkan Dwi Soetjipto,” ujarnya.
Lebih lanjut dia pun beranggapan, keseriusan program pembangunan kilang juga menjadi alasan dilengserkannya Dwi Soetjipto. Pasalnya jika kilang terbangun jatah pemburu rente akan berkurang dalam impor BBM. Mantan bos Semen Indonesia itu dianggap tidak main-main akan mewujudkan pembangunan kilang BBM di dalam negeri untuk menghimpit celah para mafia.
“Hasil kajian tim anti mafia migas menemukan bahwa mafia migas bermain mark up impor BBM. Semakin besar impor maka pemburu rente semakin besar. Sebab itu, mafia migas di dalam Pertamina berusaha agar pembangunan kilang sebisa mungkin tidak dilakukan,” tandasnya.
Bahkan untuk menjatuhkan pucuk pimpinan Pertamina, imbuh Fahmi, belum lama ini telah dihembuskan isu rusaknya sejumlah kilang Pertamina sehingga direksi harus memutuskan impor solar sebanyak 1,2 juta barel sehingga rugi hingga triliunan rupiah.
Oleh sebab itu pihaknya berharap pemegang saham menunjuk dirut Pertamina yang baru dari kalangan profesional, berintegritas tinggi punya komitmen menutup celah mafia, independen dan tidak terkait partai atau kelompok tertentu. Jangan sampai mengangkat dirut sebagai pion saja kemudian semaunya bisa dikendalikan.
“Harus diingat bahwa Pertamina tidak hanya setor deviden tapi juga menjalankan BBM satu harga, program pembangunan kilang, akuisisi sektor hulu dan ekspansi ke luar negeri. Kalau yang dipasang hanya pion kemudian jadi sapi perah, maka yang dikorbankan Pertamina dan negara juga yang dirugikan,” pungkas dia.
(akr)