Impor Gula Disebut Bisa Rusak Citra Presiden
A
A
A
JAKA - Kebijakan impor gula 400 ribu ton gula mentah (raw sugar) yang menjadi rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun ini mendapatkan kritikan dari kalangan DPR RI. Raw sugar tersebut nantinya bakal diolah menjadi gula kristal putih (GKP) untuk pemenuhan stok kebutuhan gula konsumsi selama 2017
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra Abdul Wachid menilai kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita melakukan impor gula mentah/raw sugar 400 ribu ton bisa merusak citra Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya kebijakan Mendag ini dianggap liberal karena berpotensi merugikan petani tebu.
"Kebijakan Mendag impor 400 ribu ton raw sugar bukan hanya membahayakan dari sisi ekonomi, tapi juga politik. Seperti buah simalakama satu sisi bisa menguntungkan importir tertentu, di sisi lain berpotensi besar menyengsarakan petani tebu," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Lebih lanjut dia mengingatkan, kebijakan impor gula mentah bisa mempengaruhi stabilitas politik. Terlebih, jumlah petani tebu sebagai pemasok bahan baku pembuatan gula ke pabrik di Pulau Jawa jumlah cukup banyak.
"Kasus impor gula ini bisa merusak citra Presiden Jokowi. Terkesan pemerintah Jokowi melakukan liberalisasi industri gula, padahal mungkin bukan presidennya yang liberal, tapi menterinya yang liberal bikin kebijakan tidak melakukan koordinasi," katanya.
Dalam kesempatan ini, Wachid juga mempertanyakan data-data perhitungan produksi, stok, dan kebutuhan gula nasional yang dijadikan pertimbangan untuk melakukan impor gula mentah. Menurut dia selama ini data produksi dan konsumsi gula masih belum jelas.
Jika data yang digunakan tak akurat, kebijakan yang diambil pun pasti tak tepat. Selain itu, ia juga mempertanyakan konsistensi pemerintah soal kebijakan impor pangan, dalam hal ini gula.
"Data belum jelas kok sudah impor 400 ribu ton. Padahal menteri lain bilang produksi gula cukup, nggak perlu impor. Jadi motif impor ini pun menjadi pertanyaan, apakah impor untuk buffer stock saja atau supaya bisa menguntungkan importir atau produsen gula tertentu," ujarnya.
Dia mengkhawatirkan, kebijakan Mendag yang mengimpor gula melebihi kebutuhan pasar membuat kehidupan para petani tebu di berbagai daerah kian terjepit. Pemerintah yang seharusnya melindungi petani, justru menyengsarakan mereka dengan mengeluarkan kebijakan impor.
"Impor 400 ribu ton itu momentumnya tidak tepat, karena pas petani baru saja panen. Apalagi kebijakan ini dikeluarkan Mendag terkesan tak koordinasi dengan Mentan. Impor ini jadi terkesan liar dan tak terkontrol," cetusnya.
Wachid menyarankan Mendag menghentikan impor gula dengan jumlah melampui kebutuhan nasional, agar harga gula bisa kembali naik dan gula petani bisa dijual ke pasar lagi.
Sementara Anggota Komisi VI Fraksi PAN Nasril Bahar juga mengkritik kebijakan impor gula mentah 400 ribu ton yang dilakukan dinilai bisa menggagalkan program swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Jokowi. "Saya melihat tidak adapunya goodwill untuk menyukseskan kebijakan swasembada pangan khususnya gula sebagaimana dicanangkan pemerintah Jokowi," katanya.
"Impor raw sugar itu harusnya hanya diperuntukkan untuk industri makanan minuman, bukan dijadikan gula putih yang dijual langsung. Kebijakan Mendag ini cenderung menguntungkan pihak swasta tertentu," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya Mendag Enggartiasto Lukita mengatakan, kebijakan impor gula mentah 400 ribu ton dilakukan untuk mencukupi kebutuhan gula tahun ini. Dia menuturkan, kuota impor gula tahun ini tidak memiliki batas waktu kapanpun jika terasa produksi di dalam negeri kurang impor bisa dilakukan. Dengan kontrol pemerintah.
"Tahap pertama 400 ribu ton dan dilihat perkembangannya. Paling tidak sekarang Januari tidak mau ada kekurangan konsumsi yang menanggani harga," tegasnya, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (16/1).
Mendag menegaskan, tahun ini tidak ada impor gula kristal putih langsung. "Yang ada pabrik yang mendapat penugasan mengolah gula jadi gula kristal putih yang nantinya disalurkan melalui distributor ini," ujarnya.
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra Abdul Wachid menilai kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita melakukan impor gula mentah/raw sugar 400 ribu ton bisa merusak citra Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya kebijakan Mendag ini dianggap liberal karena berpotensi merugikan petani tebu.
"Kebijakan Mendag impor 400 ribu ton raw sugar bukan hanya membahayakan dari sisi ekonomi, tapi juga politik. Seperti buah simalakama satu sisi bisa menguntungkan importir tertentu, di sisi lain berpotensi besar menyengsarakan petani tebu," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Lebih lanjut dia mengingatkan, kebijakan impor gula mentah bisa mempengaruhi stabilitas politik. Terlebih, jumlah petani tebu sebagai pemasok bahan baku pembuatan gula ke pabrik di Pulau Jawa jumlah cukup banyak.
"Kasus impor gula ini bisa merusak citra Presiden Jokowi. Terkesan pemerintah Jokowi melakukan liberalisasi industri gula, padahal mungkin bukan presidennya yang liberal, tapi menterinya yang liberal bikin kebijakan tidak melakukan koordinasi," katanya.
Dalam kesempatan ini, Wachid juga mempertanyakan data-data perhitungan produksi, stok, dan kebutuhan gula nasional yang dijadikan pertimbangan untuk melakukan impor gula mentah. Menurut dia selama ini data produksi dan konsumsi gula masih belum jelas.
Jika data yang digunakan tak akurat, kebijakan yang diambil pun pasti tak tepat. Selain itu, ia juga mempertanyakan konsistensi pemerintah soal kebijakan impor pangan, dalam hal ini gula.
"Data belum jelas kok sudah impor 400 ribu ton. Padahal menteri lain bilang produksi gula cukup, nggak perlu impor. Jadi motif impor ini pun menjadi pertanyaan, apakah impor untuk buffer stock saja atau supaya bisa menguntungkan importir atau produsen gula tertentu," ujarnya.
Dia mengkhawatirkan, kebijakan Mendag yang mengimpor gula melebihi kebutuhan pasar membuat kehidupan para petani tebu di berbagai daerah kian terjepit. Pemerintah yang seharusnya melindungi petani, justru menyengsarakan mereka dengan mengeluarkan kebijakan impor.
"Impor 400 ribu ton itu momentumnya tidak tepat, karena pas petani baru saja panen. Apalagi kebijakan ini dikeluarkan Mendag terkesan tak koordinasi dengan Mentan. Impor ini jadi terkesan liar dan tak terkontrol," cetusnya.
Wachid menyarankan Mendag menghentikan impor gula dengan jumlah melampui kebutuhan nasional, agar harga gula bisa kembali naik dan gula petani bisa dijual ke pasar lagi.
Sementara Anggota Komisi VI Fraksi PAN Nasril Bahar juga mengkritik kebijakan impor gula mentah 400 ribu ton yang dilakukan dinilai bisa menggagalkan program swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Jokowi. "Saya melihat tidak adapunya goodwill untuk menyukseskan kebijakan swasembada pangan khususnya gula sebagaimana dicanangkan pemerintah Jokowi," katanya.
"Impor raw sugar itu harusnya hanya diperuntukkan untuk industri makanan minuman, bukan dijadikan gula putih yang dijual langsung. Kebijakan Mendag ini cenderung menguntungkan pihak swasta tertentu," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya Mendag Enggartiasto Lukita mengatakan, kebijakan impor gula mentah 400 ribu ton dilakukan untuk mencukupi kebutuhan gula tahun ini. Dia menuturkan, kuota impor gula tahun ini tidak memiliki batas waktu kapanpun jika terasa produksi di dalam negeri kurang impor bisa dilakukan. Dengan kontrol pemerintah.
"Tahap pertama 400 ribu ton dan dilihat perkembangannya. Paling tidak sekarang Januari tidak mau ada kekurangan konsumsi yang menanggani harga," tegasnya, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (16/1).
Mendag menegaskan, tahun ini tidak ada impor gula kristal putih langsung. "Yang ada pabrik yang mendapat penugasan mengolah gula jadi gula kristal putih yang nantinya disalurkan melalui distributor ini," ujarnya.
(akr)