Kemenperin Prioritas Percepatan Pembangunan Industri Petrokimia
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah memprioritaskan percepatan pembangunan industri petrokimia di dalam negeri pada tahun 2017. Sektor strategis ini berperan penting sebagai pemasok bahan baku bagi banyak manufaktur hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetika hingga farmasi.
"Pabrik petrokimia terakhir dibangun pada tahun 1998. Untuk itu, kami mendorong investasi industri petrokimia agar bisa terealisasi tahun ini," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (19/2/2017).
Dia menerangkan saat ini sudah ada dua perusahaan petrokimia yang telah melaporkan kepada dirinya untuk segera menanamkan modalnya di Indonesia dalam upaya menambah kapasitas dan membangun pabrik baru. Pertama, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, selaku industri nasional, akan menggelontorkan dana sebesar USD6 miliar atau sekitar Rp80 triliun sampai tahun 2021 dalam rangka peningkatan kapasitas produksi.
Pada tahun ini, perseroan akan berinvestasi sebesar USD150 juta untuk menambah kapasitas butadiene sebanyak 50.000 ton per tahun dan polietilene 400.000 ton per tahun. Chandra Asri optimistis bisa memasok permintaan pasar lokal. Sebab, fasilitas baru nanti diproyeksikan dapat menghasilkan sebanyak 1,8 juta ton per tahun atau dua kali lipat dari kapasitas produksi saat ini sebesar 900.000 ton per tahun.
Sementara, kebutuhan dalam negeri sekitar 1,6 juta ton per tahun. Perusahaan yang memiliki fasilitas penunjang di Cilegon dan Serang, Banten ini menghasilkan bahan baku plastik dan kimia yang digunakan untuk produk kemasan, pipa, otomotif, elektronik, dan lain-lain.
Kedua, industri petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan juga akan segera merealisasikan investasinya sebesar USD3-4 miliar atau sekitar Rp52-53 triliun untuk memproduksi nafta cracker dengan total kapasitas sebanyak 2 juta ton per tahun. Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lainnya.
Proyek yang akan dibangun di Cilegon, Banten ini akan memakan waktu hingga 4-5 tahun dengan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 9.000 orang, dengan rincian tahap kontruksi sekitar 6.000 orang dan ketika beroperasi di tambah 3.000 orang.
Lotte Chemical Titan akan memproduksi produksi etilen sebanyak 1 juta ton dan propilen 600.000 ton per tahun. Produksi ini diharapkan akan mengurangi impor senilai USD1,5 miliar, yang selama ini Indonesia mengimpor bahan kimia secara keseluruhan senilai USD15 miliar.
"Ekspansi ini bertujuan memenuhi kebutuhan bahan baku kimia berbasis nafta cracker di dalam negeri sehingga nanti kita tidak perlu lagi impor," kata Airlangga.
Lebih lanjut dia menambahkan, saat ini kapasitas nasional untuk menghasilkan nafta cracker hanya 900.000 ton per tahun. Hal ini jauh tertinggal dibandingkan dengan Singapura sebesar 3,8 juta ton dan Thailand sebesar 5 juta ton.
"Dengan kapasitas Lotte Chemical tersebut dan di tambah ekspansi dari Chandra Asri, Indonesia akan mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis nafta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun sekaligus memposisikan sebagai produsen terbesar ke-4 di ASEAN setelah Thailand, Singapura dan Malaysia," ungkapnya.
Selain mempercepat realisasi investasi industri petrokimia, Kemenperin juga telah mengusulkan agar sektor ini mendapatkan penurunan harga gas. Dipastikan, dengan harga gas yang kompetitif, daya saing industri petrokimia nasional makin meningkat.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, optimistis pertumbuhan industri petrokimia dapat naik sebesar 6% pada tahun 2017 dibandingkan capaian tahun lalu sekitar 5,2%. Kenaikan pertumbuhan tersebut ditopang oleh sejumlah investasi di sektor petrokimia yang ditargetkan dapat segera dimulai tahun ini.
"Kami menargetkan investasi di sektor IKTA sepanjang tahun ini dapat mencapai Rp152 triliun. Tahun lalu investasinya sebesar Rp110 triliun. Untuk tahun ini akan didorong oleh industri petrokimia seperti investasi pabrik nafta cracker oleh Lotte Chemical Titan dan Chandra Asri, mereka sudah setuju untuk dimulai tahun ini," tandasnya.
"Pabrik petrokimia terakhir dibangun pada tahun 1998. Untuk itu, kami mendorong investasi industri petrokimia agar bisa terealisasi tahun ini," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (19/2/2017).
Dia menerangkan saat ini sudah ada dua perusahaan petrokimia yang telah melaporkan kepada dirinya untuk segera menanamkan modalnya di Indonesia dalam upaya menambah kapasitas dan membangun pabrik baru. Pertama, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, selaku industri nasional, akan menggelontorkan dana sebesar USD6 miliar atau sekitar Rp80 triliun sampai tahun 2021 dalam rangka peningkatan kapasitas produksi.
Pada tahun ini, perseroan akan berinvestasi sebesar USD150 juta untuk menambah kapasitas butadiene sebanyak 50.000 ton per tahun dan polietilene 400.000 ton per tahun. Chandra Asri optimistis bisa memasok permintaan pasar lokal. Sebab, fasilitas baru nanti diproyeksikan dapat menghasilkan sebanyak 1,8 juta ton per tahun atau dua kali lipat dari kapasitas produksi saat ini sebesar 900.000 ton per tahun.
Sementara, kebutuhan dalam negeri sekitar 1,6 juta ton per tahun. Perusahaan yang memiliki fasilitas penunjang di Cilegon dan Serang, Banten ini menghasilkan bahan baku plastik dan kimia yang digunakan untuk produk kemasan, pipa, otomotif, elektronik, dan lain-lain.
Kedua, industri petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan juga akan segera merealisasikan investasinya sebesar USD3-4 miliar atau sekitar Rp52-53 triliun untuk memproduksi nafta cracker dengan total kapasitas sebanyak 2 juta ton per tahun. Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lainnya.
Proyek yang akan dibangun di Cilegon, Banten ini akan memakan waktu hingga 4-5 tahun dengan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 9.000 orang, dengan rincian tahap kontruksi sekitar 6.000 orang dan ketika beroperasi di tambah 3.000 orang.
Lotte Chemical Titan akan memproduksi produksi etilen sebanyak 1 juta ton dan propilen 600.000 ton per tahun. Produksi ini diharapkan akan mengurangi impor senilai USD1,5 miliar, yang selama ini Indonesia mengimpor bahan kimia secara keseluruhan senilai USD15 miliar.
"Ekspansi ini bertujuan memenuhi kebutuhan bahan baku kimia berbasis nafta cracker di dalam negeri sehingga nanti kita tidak perlu lagi impor," kata Airlangga.
Lebih lanjut dia menambahkan, saat ini kapasitas nasional untuk menghasilkan nafta cracker hanya 900.000 ton per tahun. Hal ini jauh tertinggal dibandingkan dengan Singapura sebesar 3,8 juta ton dan Thailand sebesar 5 juta ton.
"Dengan kapasitas Lotte Chemical tersebut dan di tambah ekspansi dari Chandra Asri, Indonesia akan mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis nafta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun sekaligus memposisikan sebagai produsen terbesar ke-4 di ASEAN setelah Thailand, Singapura dan Malaysia," ungkapnya.
Selain mempercepat realisasi investasi industri petrokimia, Kemenperin juga telah mengusulkan agar sektor ini mendapatkan penurunan harga gas. Dipastikan, dengan harga gas yang kompetitif, daya saing industri petrokimia nasional makin meningkat.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, optimistis pertumbuhan industri petrokimia dapat naik sebesar 6% pada tahun 2017 dibandingkan capaian tahun lalu sekitar 5,2%. Kenaikan pertumbuhan tersebut ditopang oleh sejumlah investasi di sektor petrokimia yang ditargetkan dapat segera dimulai tahun ini.
"Kami menargetkan investasi di sektor IKTA sepanjang tahun ini dapat mencapai Rp152 triliun. Tahun lalu investasinya sebesar Rp110 triliun. Untuk tahun ini akan didorong oleh industri petrokimia seperti investasi pabrik nafta cracker oleh Lotte Chemical Titan dan Chandra Asri, mereka sudah setuju untuk dimulai tahun ini," tandasnya.
(akr)