Revisi UU Migas Perlu Dikawal Agar Tuntas
A
A
A
JAKARTA - Langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyusun draft revisi Undang-undang (UU) Minyak dan Gas Bumi (Migas). mendapatkan apresiasi dari Direktur Eksekutif ReforMiners Institute Komaidi Notonegoro. Pasalnya sejak 2008 sampai 2017 hak angket terkait UU Migas terus berulang sehingga revisi yang diharapkan mampu menjamin stabilitas industri migas tidak pernah tuntas sampai sekarang.
“Sebenarnya agak miris karena bertahun-tahun sektor migas sebagai sektor strategis menggunakan 30% pasal yang di dalamnya telah dibatalkan oleh MK (Mahkamah Konsitusi),” terang Komaidi di Jakarta.
(Baca Juga: Pertamina-PGN Bakal Melebur di bawah Badan Usaha Khusus
Lebih lanjut dirinya berharap kali ini draft rancangan UU Migas baru benar-benar dapat diparipurnakan di DPR. Berbagai macam perbaikan tata kelola migas, jaminan kepastian investasi, usulan petroleum fund dan perbaikan struktur kelembagaan berada pada revisi UU Migas baru.
“Saya kira perlu dikawal supaya tuntas, karena sektor ini merupakan sektor prioritas. Saya kira apa yang sudah tertuang dalam revisi UU Migas sudah bagus tinggal diimplementasikan,” sambungnya.
Senada Pakar energi dari Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi meminta revisi ini harus segera dituntaskan karena ditunggu oleh investor. Jika tidak segera dituntaskan maka selama ini kontrak-kontrak hulu migas yang dilakukan pemerintah dengan SKK Migas ilegal karena bertentangan dengan keputusan MK.
“Sesuai keputusan MK, SKK Migas ini ilegal maka itu urgensinya UU Migas harus disegerakan. Jika tidak kalau kontrak-kontrak itu di bawa ke arbitrase akan berbahaya,” paparnya.
Mantan Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini mengindikasikan molornya pengesahan revisi UU Migas karena terdapat pihak-pihak yang berkepentingan untuk menghentikan revisi UU Migas itu. Tujuannya adalah supaya mempertahankan status quo UU Migas 22/2001 sehingga kepentingannya tidak terusik dengan perubahan UU Migas. Mengingat proses revisi UU Migas berlangung sudah terlalu lama, tidak ada alasan lagi bagi DPR untuk menunda lebih lama penyelesaian revisi UU Migas.
“DPR sudah seharusnya melakukan percepatan untuk menyelesaikan revisi UU Migas dalam waktu dekat ini. Kalau DPR nanti ujungnya menunda lagi Presiden Joko Widodo seharusnya mengeluarkan Perpu Migas yang selaras dengan UUD 1945,” ujarnya.
Dia pun berharap substansi revisi UU Migas No 22/2001 paling tidak harus mampu merubah sejumlah pasal yang dinilai telah melanggar kontitusi yaitu UUD 1945. Revisi harus menempatkan Pertamina sebagai penguasaan dan pengelolaan ladang migas di dalam negeri dan menyerahkan fungsi SKK Migas kepada Pertamina.
“Untuk meminimilasir konfilk perlu ada pemisahan fungsi. Regulator dan pengawasan dilakukan Pertamina sebagai induk. Sedangkan fungsi operator hulu dan hilir dilakukan anak usaha dibawah holding,” pungkasnya.
“Sebenarnya agak miris karena bertahun-tahun sektor migas sebagai sektor strategis menggunakan 30% pasal yang di dalamnya telah dibatalkan oleh MK (Mahkamah Konsitusi),” terang Komaidi di Jakarta.
(Baca Juga: Pertamina-PGN Bakal Melebur di bawah Badan Usaha Khusus
Lebih lanjut dirinya berharap kali ini draft rancangan UU Migas baru benar-benar dapat diparipurnakan di DPR. Berbagai macam perbaikan tata kelola migas, jaminan kepastian investasi, usulan petroleum fund dan perbaikan struktur kelembagaan berada pada revisi UU Migas baru.
“Saya kira perlu dikawal supaya tuntas, karena sektor ini merupakan sektor prioritas. Saya kira apa yang sudah tertuang dalam revisi UU Migas sudah bagus tinggal diimplementasikan,” sambungnya.
Senada Pakar energi dari Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi meminta revisi ini harus segera dituntaskan karena ditunggu oleh investor. Jika tidak segera dituntaskan maka selama ini kontrak-kontrak hulu migas yang dilakukan pemerintah dengan SKK Migas ilegal karena bertentangan dengan keputusan MK.
“Sesuai keputusan MK, SKK Migas ini ilegal maka itu urgensinya UU Migas harus disegerakan. Jika tidak kalau kontrak-kontrak itu di bawa ke arbitrase akan berbahaya,” paparnya.
Mantan Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini mengindikasikan molornya pengesahan revisi UU Migas karena terdapat pihak-pihak yang berkepentingan untuk menghentikan revisi UU Migas itu. Tujuannya adalah supaya mempertahankan status quo UU Migas 22/2001 sehingga kepentingannya tidak terusik dengan perubahan UU Migas. Mengingat proses revisi UU Migas berlangung sudah terlalu lama, tidak ada alasan lagi bagi DPR untuk menunda lebih lama penyelesaian revisi UU Migas.
“DPR sudah seharusnya melakukan percepatan untuk menyelesaikan revisi UU Migas dalam waktu dekat ini. Kalau DPR nanti ujungnya menunda lagi Presiden Joko Widodo seharusnya mengeluarkan Perpu Migas yang selaras dengan UUD 1945,” ujarnya.
Dia pun berharap substansi revisi UU Migas No 22/2001 paling tidak harus mampu merubah sejumlah pasal yang dinilai telah melanggar kontitusi yaitu UUD 1945. Revisi harus menempatkan Pertamina sebagai penguasaan dan pengelolaan ladang migas di dalam negeri dan menyerahkan fungsi SKK Migas kepada Pertamina.
“Untuk meminimilasir konfilk perlu ada pemisahan fungsi. Regulator dan pengawasan dilakukan Pertamina sebagai induk. Sedangkan fungsi operator hulu dan hilir dilakukan anak usaha dibawah holding,” pungkasnya.
(akr)