3 Juta Cangkul Lokal Siap Memenuhi Kebutuhan Pertanian
A
A
A
JAKARTA - Masalah cangkul impor dari China beberapa waktu yang lalu sempat menjadi kontroversi. Kini, Indonesia ingin memenuhi kekurangan cangkul di dalam negeri dengan produksi secara mandiri. Sebanyak tiga juta cangkul untuk sektor pertanian siap dipenuhi oleh industi kecil menengah (IKM) lokal.
Pemenuhan ini kelanjutan dari Nota Kesepahaman mengenai Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku untuk Pembuatan Alat Perkakas Pertanian yang dilakukan PT Krakatau Steel, PT Boma Bisma Indra (BBI), PT Sarinah, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) beberapa waktu lalu.
"Hasil evaluasi semua berjalan dengan baik. Kekurangan cangkul di dalam negeri sudah tidak ada karena semua sudah bisa disupalai di dalam negeri," ujar Direktur Jenderal IKM Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih di Jakarta, Selasa (21/3/2017).
PT Krakatau Steel sendiri telah memproduksi medium carbon steel lembaran SS400 sebagai bahan baku cangkul sebanyak 110 ton dan 43 ton untuk bahan karah cangkul yang sudah dikirimkan ke PT Boma Bisma Indra di Pasuruan, Jawa Timur.
Bahan tersebut kemudian diproses hingga menjadi barang 75% jadi di PT Boma Bisma Indra. Sesuai konsep bisnis yang telah disepakati bersama, cangkul 75% jadi akan didistribusikan kepada sentra-sentra IKM alat pekakas pertanian dan industri besar yang membutuhkan bahan baku cangkul yang tersebar di 12.609 unit usaha dari Sabang hingga Merauke.
"Dari Krakatau Steel diberikan kepada PT BBI untuk dilakukan pembuatan cangkul 75% namun belum dicat dan ditajamkan. Sisanya 25% akan dilakukan para IKM seperti pemasangan gagang kayu dan pengecatan. Setelah itu, PT BBI akan diberikan kepada PT PPI dan PT Sarinah untuk didistribusikan," jelas Gati.
Gati melanjutkan, kapasitas produksi PT BBI saat ini mencapai 100.000 unit per bulan. Menurut dia, tidak menjadi masalah karena PT BBI akan menambah pekerja agar mencukupi kebutuhan cangkul tiga juta unit per tahun. "Kalau harus mengejar kebutuhan tiga juta cangkul per tahun maka akan menambah line production untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," ungkapnya.
Gati memastikan dengan adanya kesiapan pelaku usaha dan jalannya skema bisnis ini, tidak perlu ada kekhawatirkan kurangnya cagkul di pasar dalam negeri karena sudah bisa dipasok oleh para IKM lokal. "Karena PPI dan Sarinah mampu menjadi material center bagi IKM," imbuhnya.
Dalam hal peningkatan kualitas produk, Ditjen IKM juga mendorong diberlakukannya Standar Nasional Indonesia (SNI), dimana pada tahun 2017 ini akan dilakukan amandemen SNI cangkul dan penyusunan SNI egrek.
"Direktorat Jenderal IKM akan mempersiapkan sosialisasi material center guna pemenuhan baku alat perkakas pertanian dan program pembinaan peningkatan keahlian SDM IKM pelaku industri alat perkakas pertanian," kata Gati.
Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Agus Andiyani mengatakan, pihaknya bersama dengan PT Sarinah siap mendistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan cabang PPI dan Sarinah berada. "Yang perlu menjadi perhatian kita bahwa cangkul ini tidak boleh mahal. Kedua, IKM juga harus tumbuh. Dua hal itu harus menjadi perhatian kita bersama," tuturnya.
Menurut dia, proses pendistribusian cangkul ke petani tidak akan terlalu terkendala biaya logistik karena bisa dikolaborasikan dengan barang-barang lain yang dimiliki oleh PPI. "Rencananya kami membuat stock point di beberapa daerah seperti di Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk memenuhi kebutuhan," jelasnya.
Direktur Utama Sarinah, GNP Sugiarta Yasa menambahkan, selain melalui gudang penyimpanan, pendistribusian juga akan disinergikan dengan PT Pos Indonesia yang mempunyai jaringan luas di Indonesia. Tujuannya agar petani dapat menjangkau dengan mudah mendapatkan produk cangkul tersebut.
Direktur Utama PT BBI (Persero) Rahman Sadikin mengatakan, saat ini perusahaan sudah bisa memproduksi 40.000 unit yang disalurkan ke PT PPI dan PT Sarinah. "Sesuai dengan order yang kita dapatkan. Intinya kami siap mendukung IKM supaya tumbuh di Indonesia dan kita menolak importasi alat-alat pertanian sederhana," tandasnya.
Pemenuhan ini kelanjutan dari Nota Kesepahaman mengenai Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku untuk Pembuatan Alat Perkakas Pertanian yang dilakukan PT Krakatau Steel, PT Boma Bisma Indra (BBI), PT Sarinah, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) beberapa waktu lalu.
"Hasil evaluasi semua berjalan dengan baik. Kekurangan cangkul di dalam negeri sudah tidak ada karena semua sudah bisa disupalai di dalam negeri," ujar Direktur Jenderal IKM Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih di Jakarta, Selasa (21/3/2017).
PT Krakatau Steel sendiri telah memproduksi medium carbon steel lembaran SS400 sebagai bahan baku cangkul sebanyak 110 ton dan 43 ton untuk bahan karah cangkul yang sudah dikirimkan ke PT Boma Bisma Indra di Pasuruan, Jawa Timur.
Bahan tersebut kemudian diproses hingga menjadi barang 75% jadi di PT Boma Bisma Indra. Sesuai konsep bisnis yang telah disepakati bersama, cangkul 75% jadi akan didistribusikan kepada sentra-sentra IKM alat pekakas pertanian dan industri besar yang membutuhkan bahan baku cangkul yang tersebar di 12.609 unit usaha dari Sabang hingga Merauke.
"Dari Krakatau Steel diberikan kepada PT BBI untuk dilakukan pembuatan cangkul 75% namun belum dicat dan ditajamkan. Sisanya 25% akan dilakukan para IKM seperti pemasangan gagang kayu dan pengecatan. Setelah itu, PT BBI akan diberikan kepada PT PPI dan PT Sarinah untuk didistribusikan," jelas Gati.
Gati melanjutkan, kapasitas produksi PT BBI saat ini mencapai 100.000 unit per bulan. Menurut dia, tidak menjadi masalah karena PT BBI akan menambah pekerja agar mencukupi kebutuhan cangkul tiga juta unit per tahun. "Kalau harus mengejar kebutuhan tiga juta cangkul per tahun maka akan menambah line production untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," ungkapnya.
Gati memastikan dengan adanya kesiapan pelaku usaha dan jalannya skema bisnis ini, tidak perlu ada kekhawatirkan kurangnya cagkul di pasar dalam negeri karena sudah bisa dipasok oleh para IKM lokal. "Karena PPI dan Sarinah mampu menjadi material center bagi IKM," imbuhnya.
Dalam hal peningkatan kualitas produk, Ditjen IKM juga mendorong diberlakukannya Standar Nasional Indonesia (SNI), dimana pada tahun 2017 ini akan dilakukan amandemen SNI cangkul dan penyusunan SNI egrek.
"Direktorat Jenderal IKM akan mempersiapkan sosialisasi material center guna pemenuhan baku alat perkakas pertanian dan program pembinaan peningkatan keahlian SDM IKM pelaku industri alat perkakas pertanian," kata Gati.
Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Agus Andiyani mengatakan, pihaknya bersama dengan PT Sarinah siap mendistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan cabang PPI dan Sarinah berada. "Yang perlu menjadi perhatian kita bahwa cangkul ini tidak boleh mahal. Kedua, IKM juga harus tumbuh. Dua hal itu harus menjadi perhatian kita bersama," tuturnya.
Menurut dia, proses pendistribusian cangkul ke petani tidak akan terlalu terkendala biaya logistik karena bisa dikolaborasikan dengan barang-barang lain yang dimiliki oleh PPI. "Rencananya kami membuat stock point di beberapa daerah seperti di Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk memenuhi kebutuhan," jelasnya.
Direktur Utama Sarinah, GNP Sugiarta Yasa menambahkan, selain melalui gudang penyimpanan, pendistribusian juga akan disinergikan dengan PT Pos Indonesia yang mempunyai jaringan luas di Indonesia. Tujuannya agar petani dapat menjangkau dengan mudah mendapatkan produk cangkul tersebut.
Direktur Utama PT BBI (Persero) Rahman Sadikin mengatakan, saat ini perusahaan sudah bisa memproduksi 40.000 unit yang disalurkan ke PT PPI dan PT Sarinah. "Sesuai dengan order yang kita dapatkan. Intinya kami siap mendukung IKM supaya tumbuh di Indonesia dan kita menolak importasi alat-alat pertanian sederhana," tandasnya.
(ven)