Reformasi Perpajakan, Sri Mulyani Blokir Ribuan Importir Nakal
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melakukan pemblokiran terhadap 9.568 importir nakal yang tidak melakukan kegiatan impor selama 12 bulan. Hal ini dilakukan dalam upaya reformasi di sektor perpajakan, yakni subsektor pajak dan bea cukai.
Dia menjelaskan, pihaknya telah menutup beberapa perusahaan yang berisiko tinggi dan memiliki tingkat kepatuhan rendah. Termasuk di antaranya importir bandel yang selama satu tahun belakangan tidak ada kegiatan operasional apapun.
"Kita sudah memblokir 9.568 perusahaan yang tidak melakukan kegiatan impor selama 12 bulan. Ada nama perusahaannya, tapi dia tidak melakukan kegiatan dan juga mencabut izin," ujarnya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Pemblokiran juga dilakukan terhadap 50 perusahaan penerima fasilitas gudang berikat dan 88 perusahaan yang menerima fasilitas kawasan berikat. Tak hanya itu, bagi eksportir dan importir yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun langsung membekukan izinnya.
"Mereka yang tidak aktif juga kita akan bekukan. Dan, bagi yang masih aktif kita juga akan melakukan berbagai macam pemeriksaan untuk memperbaiki compliance mereka," tegasnya.
Pada dasarnya, lanjut wanita yang akrab disapa Ani ini, pihaknya ingin agar kepatuhan pelaku usaha terhadap aturan yang berlaku di Indonesia dapat lebih ditingkatkan. Sehingga, mereka akan mendapatkan fasilitas pelayanan yang lebih baik.
"Kita juga melihat kepada daerah gudang berikat, kawasan berikat, yang selama ini dianggap memiliki tingkat kerawanan dari sisi penyelewengan kepabeanan itu juga diperbaiki," tandas Sri Mulyani.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi menyatakan, pihaknya telah melakukan pemblokiran terhadap 674 importir pada kuartal 1/2017. Ratusan importir tersebut yang dianggap berisiko tinggi dan nakal.
"Ternyata betul kita konsolidasikan data PIB (Pemberitahuan Importir Barang) dengan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan) itu dua di antara tiga importir yang kita curigai nakal itu memang betul tidak patuh pajak karena SPT-nya tidak menyerahkan," terangnya.
Sementara untuk gudang berikat, jelas Haru, pihaknya telah mencabut izin untuk 50 perusahaan penerima fasilitas gudang berikat. Keputusan pemblokiran tersebut didapat setelah merekonsiliasi data transaksi kepabeanan di gudang berikat dengan data perpajakan.
"Berikutnya, nanti kita akan perdalam lagi dengan faktur. Dan, berikutnya lagi terus seperti itu sehingga akan kita pastikan bahwa yang nakal bisa kita awasi bersama," tandas Heru.
Dia menjelaskan, pihaknya telah menutup beberapa perusahaan yang berisiko tinggi dan memiliki tingkat kepatuhan rendah. Termasuk di antaranya importir bandel yang selama satu tahun belakangan tidak ada kegiatan operasional apapun.
"Kita sudah memblokir 9.568 perusahaan yang tidak melakukan kegiatan impor selama 12 bulan. Ada nama perusahaannya, tapi dia tidak melakukan kegiatan dan juga mencabut izin," ujarnya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Pemblokiran juga dilakukan terhadap 50 perusahaan penerima fasilitas gudang berikat dan 88 perusahaan yang menerima fasilitas kawasan berikat. Tak hanya itu, bagi eksportir dan importir yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun langsung membekukan izinnya.
"Mereka yang tidak aktif juga kita akan bekukan. Dan, bagi yang masih aktif kita juga akan melakukan berbagai macam pemeriksaan untuk memperbaiki compliance mereka," tegasnya.
Pada dasarnya, lanjut wanita yang akrab disapa Ani ini, pihaknya ingin agar kepatuhan pelaku usaha terhadap aturan yang berlaku di Indonesia dapat lebih ditingkatkan. Sehingga, mereka akan mendapatkan fasilitas pelayanan yang lebih baik.
"Kita juga melihat kepada daerah gudang berikat, kawasan berikat, yang selama ini dianggap memiliki tingkat kerawanan dari sisi penyelewengan kepabeanan itu juga diperbaiki," tandas Sri Mulyani.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi menyatakan, pihaknya telah melakukan pemblokiran terhadap 674 importir pada kuartal 1/2017. Ratusan importir tersebut yang dianggap berisiko tinggi dan nakal.
"Ternyata betul kita konsolidasikan data PIB (Pemberitahuan Importir Barang) dengan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan) itu dua di antara tiga importir yang kita curigai nakal itu memang betul tidak patuh pajak karena SPT-nya tidak menyerahkan," terangnya.
Sementara untuk gudang berikat, jelas Haru, pihaknya telah mencabut izin untuk 50 perusahaan penerima fasilitas gudang berikat. Keputusan pemblokiran tersebut didapat setelah merekonsiliasi data transaksi kepabeanan di gudang berikat dengan data perpajakan.
"Berikutnya, nanti kita akan perdalam lagi dengan faktur. Dan, berikutnya lagi terus seperti itu sehingga akan kita pastikan bahwa yang nakal bisa kita awasi bersama," tandas Heru.
(dmd)