Bahan Baku UMKM DIY Mayoritas dari Luar Negeri
A
A
A
YOGYAKARTA - Sebagian besar bahan baku untuk kegiatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih didatangkan dari luar negeri. Harga bersaing serta kualitas yang dipandang mumpuni masih menjadi alasan banyaknya bahan baku UMKM yang diimpor.
Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan (HIMKI) DIY Timbul Raharja mengakui jika bahan-bahan untuk industri kecil di DIY memang banyak berasal dari luar negeri. Sebab, untuk menghasilkan barang yang berkualitas memang belum ada barang dari dalam negeri yang kualitasnya seperti diharapkan. "Harganya juga masih terjangkau," ucapnya di Yogyakarta, Minggu (16/4/2017).
Bahkan tahun ini terjadi lonjakan impor komoditas bahan baku UMKM. Lonjakan impor terjadi pada produk kain tenunan khusus. Kepala BPS DIY JB Priyono mengatakan, Kain tenunan khusus ini mencatatkan kontribusi terbesar dari kesuluruhan impor yaitu sebesar 30,12% dengan nilai sebesar USD 86.920. Empat komoditas lainnya seperti kulit sama menyumbang impor sebesar 22,74% atau sebesar USD65.630.
Kontribusi impor ketiga Filamen buatan yang nilainya sebesar USD50.066 atau sebesar 17,35%. Kain tenun berlapis menyumbang impor sebesar USD 30.551 atau sebesar 10,59%.
Sementara kain rajutan senilai USD19.115 atau senilai 6,62%. Lima komoditas tersebut selama ini dikenal sebagai bahan dasar untuk kegiatan usaha kecil mikro (UKM). "Banyak bahan UMK yang memang diimpor dari negara lain," ujarnya.
Distribusi nilai impor menurut lima komoditas utama menunjukkan bawah asal barang impor terbesar berasal dari Hong Kong dan Korea Selatan, masing-masing dua komoditas.
Komoditas utama diimpor dari negara Hong Kong adalah Kain tenunan sebanyak 36,45% dan Filamen buatan sebesar 59,96%. Dua komoditas diimpor dari Korea Selatan adalah kain ditenun berlapis sebesar 70,48% dan kain rajutan sebesar 33,35%.
Satu komoditas yang lain diimpor dari negara Tiongkok adalah komoditas Kulit Samak sebesar 58,82%. Sisanya berasal dari Jepang dan negara lainnya yang selama ini menyumbang impor. "Impor-impor tersebut yang masuk melalui pintu Bandara Adisutjipto," ungkap dia.
Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan (HIMKI) DIY Timbul Raharja mengakui jika bahan-bahan untuk industri kecil di DIY memang banyak berasal dari luar negeri. Sebab, untuk menghasilkan barang yang berkualitas memang belum ada barang dari dalam negeri yang kualitasnya seperti diharapkan. "Harganya juga masih terjangkau," ucapnya di Yogyakarta, Minggu (16/4/2017).
Bahkan tahun ini terjadi lonjakan impor komoditas bahan baku UMKM. Lonjakan impor terjadi pada produk kain tenunan khusus. Kepala BPS DIY JB Priyono mengatakan, Kain tenunan khusus ini mencatatkan kontribusi terbesar dari kesuluruhan impor yaitu sebesar 30,12% dengan nilai sebesar USD 86.920. Empat komoditas lainnya seperti kulit sama menyumbang impor sebesar 22,74% atau sebesar USD65.630.
Kontribusi impor ketiga Filamen buatan yang nilainya sebesar USD50.066 atau sebesar 17,35%. Kain tenun berlapis menyumbang impor sebesar USD 30.551 atau sebesar 10,59%.
Sementara kain rajutan senilai USD19.115 atau senilai 6,62%. Lima komoditas tersebut selama ini dikenal sebagai bahan dasar untuk kegiatan usaha kecil mikro (UKM). "Banyak bahan UMK yang memang diimpor dari negara lain," ujarnya.
Distribusi nilai impor menurut lima komoditas utama menunjukkan bawah asal barang impor terbesar berasal dari Hong Kong dan Korea Selatan, masing-masing dua komoditas.
Komoditas utama diimpor dari negara Hong Kong adalah Kain tenunan sebanyak 36,45% dan Filamen buatan sebesar 59,96%. Dua komoditas diimpor dari Korea Selatan adalah kain ditenun berlapis sebesar 70,48% dan kain rajutan sebesar 33,35%.
Satu komoditas yang lain diimpor dari negara Tiongkok adalah komoditas Kulit Samak sebesar 58,82%. Sisanya berasal dari Jepang dan negara lainnya yang selama ini menyumbang impor. "Impor-impor tersebut yang masuk melalui pintu Bandara Adisutjipto," ungkap dia.
(izz)