BPR Harus Jadi Ujung Tombak Entaskan Kemiskinan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berharap keberadaan Bank Perkereditan Rakyat (BPR) di daerah bisa menjadi ujung tombak yang mampu menekan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, berdasarkan Sensus Ekonomi 2016 hingga akhir tahun lalu, jumlah usaha dan perusahaan sebanyak 26,21 juta usaha. Sebanyak 98,33% merupakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi.
"Tetapi ketika terjadi krisis ekonomi, justru ketahanan ekonominya tidak kuat. Padahal mereka berkontribusi besar di saat situasi normal. Sejak 30 tahun sampai sekarang, jumlah UMKM dan koperasi di Indonesia masih 98,33%," kata Iskandar saat ditemui di Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Dia menilai, pada dasarnya upaya memerangi kemiskinan sangat membutuhkan peran BPR yang strategis hingga pelosok desa. Iskandar menyatakan, masyarakat miskin yang identik dengan keterbatasan mengakses lembaga keuangan formal memerlukan lembaga spesifik yang bisa menjangkau dan melayani kebutuhan BPR.
Iskandar menjelaskan, BPR merupakan salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan akses keuangan.
Iskandar menambahkan, BPR berperan penting dalam ekonomi mikro, karena lokasi yang dekat dengan masyarakat dan proses yang cepat. "Ini membuat masyarakat berminat untuk meminjam dengan proses yang sangat mudah menjadi solusi juga bagi masyarakat," ucapnya.
Sejauh ini, kata dia, pertumbuhan BPR sangat positif, namun diperlukan adanya penguatan terkait lembaga permodalan modal dan sumber daya manusia. "Kami berharap banyak kepada BPR untuk berkecimpung mengentaskan kemiskinan," papar Iskandar.
Iskandar berharap, rasio permodalan BPR yang besar bisa berkontribusi bagi pembangunan ekonomi rakyat di sekitar maupun secara nasional. "Nasabah BPR yang dikenal loyal dan menyimpan dana jangka panjang membuat CAR BPR menjadi besar. Jadi, BPR seharusnya berkontribusi kepada daerahnya terlebih dahulu," tutur dia.
Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, berdasarkan Sensus Ekonomi 2016 hingga akhir tahun lalu, jumlah usaha dan perusahaan sebanyak 26,21 juta usaha. Sebanyak 98,33% merupakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi.
"Tetapi ketika terjadi krisis ekonomi, justru ketahanan ekonominya tidak kuat. Padahal mereka berkontribusi besar di saat situasi normal. Sejak 30 tahun sampai sekarang, jumlah UMKM dan koperasi di Indonesia masih 98,33%," kata Iskandar saat ditemui di Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Dia menilai, pada dasarnya upaya memerangi kemiskinan sangat membutuhkan peran BPR yang strategis hingga pelosok desa. Iskandar menyatakan, masyarakat miskin yang identik dengan keterbatasan mengakses lembaga keuangan formal memerlukan lembaga spesifik yang bisa menjangkau dan melayani kebutuhan BPR.
Iskandar menjelaskan, BPR merupakan salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan akses keuangan.
Iskandar menambahkan, BPR berperan penting dalam ekonomi mikro, karena lokasi yang dekat dengan masyarakat dan proses yang cepat. "Ini membuat masyarakat berminat untuk meminjam dengan proses yang sangat mudah menjadi solusi juga bagi masyarakat," ucapnya.
Sejauh ini, kata dia, pertumbuhan BPR sangat positif, namun diperlukan adanya penguatan terkait lembaga permodalan modal dan sumber daya manusia. "Kami berharap banyak kepada BPR untuk berkecimpung mengentaskan kemiskinan," papar Iskandar.
Iskandar berharap, rasio permodalan BPR yang besar bisa berkontribusi bagi pembangunan ekonomi rakyat di sekitar maupun secara nasional. "Nasabah BPR yang dikenal loyal dan menyimpan dana jangka panjang membuat CAR BPR menjadi besar. Jadi, BPR seharusnya berkontribusi kepada daerahnya terlebih dahulu," tutur dia.
(ven)